Work from home sudah berjalan hampir dua bulan. Selama itu pula anak-anak bersekolah di rumah bersama kita. Tuntutan terhadap orang tua meningkat di mana kita harus mendidik anak sembari bekerja. Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ini perdana.
Corona Virus Disease 2019 (Covid-2019) masih menghadapkan kita pada ketidakpastian. Ada yang bilang pandemi ini berakhir Juni atau Juli. Wallahualam. Satu yang pasti, kita tak bisa menghilangkan begitu banyak ketidakpastian yang kita hadapi saat ini. Yang bisa kita lakukan adalah gak neko-neko dan menyusun harapan serealistis mungkin.
Normal jika orang tua dan anak menjadi sedikit lebih emosional selama karantina #dirumahaja. Anak lebih sulit dikontrol. Orang tua lebih sering marah-marah, apalagi yang bekerja. Semua ikut terpapar stres.
Stres itu seperti air dalam bendungan. Jika dibendung terus, tanpa dialirkan sebagian, lama-lama air dam melimpah dan mendatangkan musibah. Kita perlu cara menyalurkan stres dengan berbagai cara selama pandemi ini, apakah berbagi, menulis jurnal, berolah raga, dan sebagainya.
Ringankan Beban Work from Home karena Anak
Banyak orang tua sekarang stres karena saklek pada standar tinggi pengasuhan anak. Longgarkan sedikit aturan untuk anak kita di rumah. Jangan menjadi orang tua helikopter yang membuat anak-anak sepenuhnya bergantung pada kita, menanggapi semua hal berlebihan, dan akhirnya anak susah mandiri.
Orang tua jangan bertindak seperti CEO dong. Setiap menit anak dikasih jadwal kegiatan yang menyibukkan. Memang benar, anak-anak perlu jadwal dan rutinitas, tapi perlu diseimbangkan dengan kesenangan mereka.
Nah, buat orang tua, biar gak gampang stres karena harus work from home sambil momong anak, berikut beberapa tips penting yang perlu diketahui.
1. Jangan harap bisa kerja normal seperti di kantor. Be realistic!
Suami saya akhir-akhir ini mengeluh gak produktif bekerja di rumah. Selain merasa terjebak dengan tiga anak dan keriuhannya, momen puasa menambah berat kondisi tersebut. Yups, mustahil kita bisa bekerja normal seperti di kantor sepanjang work from home.
Kalo udah begini harus bagaimana? Bersikap proaktif kepada atasan dan rekan kerja. Pertama, cari tahu berapa jam kita bisa bekerja optimal di rumah, jam berapa saja kita bisa stand by di depan ponsel atau laptop, dan seberapa banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan setiap harinya.
Kedua, intensifkan komunikasi visual dengan atasan dan rekan kerja, entah dengan zoom, google duo, atau whatsapp video. Ini karena otak manusia menerima begitu banyak informasi jika komunikasi dilakukan nonverbal, entah itu sms, chat, atau email.
Bisa-bisa SMS atau chat kita disalahartikan. Pasti banyak yang pernah mengalaminya, bukan? Mendadak mengira teman yang mengirimkan pesan sedang marah pada kita, padahal dia aslinya biasa-biasa saja. Itu karena kemampuan mendengar intonasi dan mimik wajah atasan dan rekan kerja penting dalam penyampaian informasi.
2. School from home dialami semua anak usia sekolah, bukan cuma anak kita saja!
Mayoritas orang tua anak yang school from home bukan lah guru. Jadi, mereka semua harus beradaptasi dengan kondisi ini, khususnya mendadak harus welas asih dan super sabar seperti bapak ibu guru.
Kita tahu kita tak mungkin bisa mengajar seperti guru di kelas. Kita tak mungkin menerapkan jam belajar persis sama seperti di sekolah.
Jadi, tak ada salahnya menyela waktu belajar anak dengan membiarkan mereka bermain sejenak, kemudian kembali belajar. Anak yang sedianya sangat terstruktur diberi kelongaaran. Toh ini hanya berlaku dalam kondisi seperti sekarang. Tujuannya juga supaya anak tidak stres.
Orang tua sekarang sangat terbantu dengan aplikasi belajar online milik pemerintah, seperti Ruang Belajar atau milik swasta, seperti Ruang Guru. Manfaatkan sumber daya tersebut sebaik mungkin.
3. Bebaskan anak bermain
Kita perlu menyediakan ruang untuk fisik dan psikologis anak selama #dirumahaja. Biarkan anak-anak bermain bebas sesukanya. Ini biasa melatih kemampuan anak mengontrol keadaan dan mandiri.
Lama kelamaan anak akan menemukan ritmenya sendiri, kapan harus bermain, kapan harus segera menyelesaikan tugas online dari guru, kapan waktu istirahat, dan sebagainya. Ini juga winwin solution, terlebih bagi orang tua bekerja.
Baca Juga: Bikin Playground Anak Saat #dirumahaja (Sewa Mainan Anak Surabaya)
Saya membebaskan puteri saya yang masih 4 tahun bermain sepuasnya. Tugas saya hanya memfasilitasinya beberapa alat bermain yang saya sewa di pusat sewa mainan anak Surabaya.
Inspirasi bisa datang dari mana saja. Kebosanan biasanya merangsang kreativitas anak. Betul juga rupanya. Saya beberapa kali mendapati puteri saya menemukan permainan baru yang menyenangkan setelah dia bosan memainkan hal sama setiap hari.
Dia bisa menjadikan kasur sebagai seluncuran. Bermain kardus, engklek, atau sekadar mendeskripsikan bentuk awan yang dilihatnya di langit pada siang hari.
Setidaknya ada empat bentuk permainan yang diterapkan untuk anak, khususnya balita di rumah. Pertama, mind activities yang menggunakan kemampuan berpikir, seperti main tebak-tebakan, belajar cara mengikat tali sepatu, mengancingkan baju, atau melipat pakaian.
Kedua, body activites, meliputi permainan yang menggunakan energi tubuh, misalnya main bola, kejar-kejaran, loncat-loncatan, atau berenang. Ketiga, soul acitivities, meliputi permainan yang menggunakan perasaan, kreasi, seni, seperti menyanyi, berpuisi, mendongeng, dan sebagainya.
Keempat, good citizens activities, yaitu permainan yang mengajarkan anak menjadi seorang warga yang baik, apakah itu bersedekah, memberi makan pengemis, atau memberi makan hewan terlantar.
4. Tambah jam anak bermain ponsel atau nonton televisi
Anak-anak, apalagi balita cuma betah berdiam diri maksimal 15 menit. Gak mungkin mereka bisa diam sepanjang hari. Mustahil.
Ada satu hal yang bisa membuat anak betah diam lebih dari 15 menit, setidaknya 30 menit hingga satu jam. Apa itu? Jawabannya adalah gadget.
Jujur deh, sebagian besar anak kita mulai dari balita hingga usia sekolah sudah mengenal ponsel. Menempatkan mereka lebih lama di depan ponsel, menonton kartun atau video kesukaannya di YouTube juga tak ada salahnya selama krisis penyakit ini berlangsung.
Saya biasanya memberi izin si kakak meminjam ponsel Sabtu Minggu. Selama pandemi ini saya membolehkannya bermain ponsel sejak Jumat siang. Ini demi kewarasan saya sebagai ibu yang tak ingin pingsan karena terus dirongrong anak.
5. Momong anak bergantian
Jika suami dan istri sama-sama bekerja, buat kesepakatan pembagian jam kerja dan jam momong anak. Apalagi jika ada batita atau balita yang membutuhkan orang tuanya sebagai teman bermain.
Anak menuntut perhatian lebih ketika orang tuanya di rumah. Kita bisa memecah jam kerja menjadi dua shift, masing-masingnya empat jam. Gunakan waktu tersebut untuk fokus menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan. Kendati demikian, bersiaplah membantu jika pasangan tak biasa menguasai situasi karena anak serentak rewel berjamaah.
Bagaimana? Apakah kita masih merasa terjebak dengan anak di rumah? Coba deh kita pikir-pikir lagi. Bukankah ini waktu yang tepat untuk menjalin ikatan dengan anak dan pasangan kita lebih dekat? Momen ini mungkin tak akan terjadi lagi satu abad ke depan.
Gunakan momen work from home ini agar kita terhubung kembali, re-connected sebagai sebuah keluarga. Dunia boleh berhenti sejenak, tapi kita harus terus menikmati momen berharga dengan orang-orang tercinta.
Leave a Comment