Anak kembar tak hanya istimewa dilihat dari proses mengandung dan melahirkannya, tapi juga istimewa dari pola pengasuhannya. Kami, ibu-ibu yang tergabung dalam grup Mommy Twins Indonesia suatu hari pernah membuka diskusi di grup perihal konflik dipicu rasa cemburu di antara anak kembar.
Teman saya, blogger asal Balikpapan, Mba Aisyah Dian mengatakan cemburu tanda sayang. Namun, cemburu juga bisa tanda insecure yang membahayakan hubungan baik, apapun bentuknya.
Si kembar terus berkonflik. Setiap mereka mengambil napas, kesannya itu adalah kompetisi siapa yang mendapat oksigen lebih banyak. Setiap kata yang diucapkan anak pertama selalu menjadi target kontroversi oleh anak kedua.
Si kembar bertengkar tentang segala hal. Mereka berdebat siapa yang harus mematikan jam alarm pagi hari, siapa yang masuk kamar mandi lebih dulu. Adu argumen berlanjut ke meja makan tentang siapa yang piringnya berhak diisi ibu lebih dulu, dan siapa yang hebat menghabiskan sarapannya lebih dulu. Fyuh! Lap keringat di jidat.
Saat itu terus terjadi, anak yang satu kesenangan, yang satu lagi bisa teriak sampai guling-guling kesana kemari. Ibunya tak tahan, akhirnya memilih memisahkan si kembar di dua kamar berbeda. Ibu mana pun pasti menyimpan kekhawatiran anak kembarnya saling membenci begitu keduanya semakin besar.
Konflik antara anak kembar merupakan tantangan bagi orang tua seperti saya. Jangankan saudara kembar, adik kakak yang terpaut usia cukup jauh pun tak luput dari rasa ini.
Konflik Anak Kembar Bisa Diatasi
Memang tidak mudah memandang si kembar itu tidak kembar. Namun, kita harus melihat mereka secara personal atau individual. Penting memelihara ikatan kuat antara mereka sebagai saudara kembar tanpa menyebabkan mereka bersaing tidak sehat.
Hubungan saudara kembar memang rumit. Di satu sisi mereka diberkahi dengan teman sedari lahir. Namun, di sisi lain mereka diminta tunduk pada komparasi dan kompetisi yang dimunculkan oleh lingkungan, entah itu dari omongan saudara, tetangga, bahkan orang tuanya sendiri.
Sama seperti hubungan mesra lainnya, akan ada masa di mana anak kembar kita saling menyayangi, saling peduli, tapi ada pula saatnya mereka bertikai dan ingin sendiri-sendiri. Ini sangar wajar terjadi.
Konflik anak kembar, terutama yang dipicu rasa cemburu sering terjadi di fase balita ketika mereka belum cukup terampil berkomunikasi dan mengeskpresikan perasaan juga keinginan. Jadi, tak perlu heran mereka lebih suka menyerang secara fisik, mungkin dengan cara saling dorong, menggigit, memukul, atau menarik rambut.
Tenang, selalu ada trik yang bisa dikulik untuk meredakan konflik anak kembar. Berikut tujuh langkah yang bisa kita praktikkan di rumah.
1. Hindari kesan pilih kasih
Sebisa mungkin kita tetap netral sama anak, meski sebagian dari kita mungkin mempunyai anak favorit. Jika kita terus bermain dengan salah seorang anak kembar kesayangan, ini bisa dianggap sinyal berbahaya bagi anak satunya.
Orang tua jangan terkesan pilih kasih. Jangan sampai salah satu anak berpikir, “Coba lihat, ibumu lebih sayang dengan kembaranmu karena kelakuannya jauh lebih baik.”
Kita tak perlu mencegah anak yang satu menjadi lebih baik dari kembarannya. Sebagai gantinya, kita membujuk anak yang mungkin lebih baik supaya tidak sombong.
Kita bisa mendorong si kembar merayakan prestasi bersama. Jika si kakak berhasil, berarti adik kembarnya juga berhasil. Memang, anak tidak mudah memelajari konsep ini, tapi akan semakin sulit bagi mereka memahaminya ketika dewasa. Jadi, yang terbaik adalah mengajarkan keduanya selagi masih kecil.
2. Jangan terus memperlakukan anak kembar sebagai satu
Kita mungkin sering menggap dua anak kembar sebagai satu kesatuan. Artinya, jika yang satu salah maka yang kedua juga salah. Ini namanya tidak adil. Mereka perlu membangun identitas diri.
Oya, satu lagi. Jika salah satu anak kembar berbuat salah, bukan berarti anak lainnya harus mendapat hukuman sama. Dia tidak bersalah hanya karena saudara kembarnya melakukan kesalahan.
Ciptakan lingkungan yang aman untuk anak berbeda pendapat dengan cara sehat. Kita bisa menjadi mediator dengan mendengarkan kedua belah pihak dan memberikan respons yang baik.
3. Anak kembar juga butuh waktu sendiri
Anak kembar bersama sejak di rahim ibu. Begitu lahir, mereka berbagi semua hal berdua setiap hari. Pernah gak mendengar ungkapan jauh di mata dekat di hati? Yups, perasaan ini mungkin dirasakan suatu hari oleh si kembar.
Mereka butuh waktu sendiri-sendiri. Mereka selama ini bersama di setiap detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun hidup mereka. Hormati jika mereka ingin dipisahkan, entah itu sekolah, entah itu kosan saat berkuliah, atau bahkan mungkin hidup di negara berbeda.
4. One-on-one time dengan si kembar
Jika anak kembar sudah cukup besar, misalnya duduk di bangku SD, tak ada salahnya menjadwalkan one-on-one time dengan mereka.
Kita bisa membawa Si A jalan-jalan ke taman bermain selama dua jam di Sabtu pagi. Sorenya bergantian membawa Si B ke tempat yang sama atau tempat berbeda. Ya, kadang anak kembar ingin sendiri-sendiri berinteraksi dengan ibunya.
Kegiatan ini memungkinkan kita mendengarkan cerita masing-masing anak lebih seksama. Kita tentunya ingin sekali mendengar dua sisi cerita bukan?
Kita bisa meminta anak pertama menyebut apa yang membuatnya bisa sayang dengan saudara kembarnya. Kita bisa meminta anak kedua mengungkapkan rasa syukurnya karena memiliki saudara kembar yang menjadi teman sejak lahir.
5. Biarkan anak kembar menjalani hobi berbeda
Masing-masing anak memiliki hobi. Biarkan mereka menjalani kesukaan masing-masing. Jangan pula memaksa mereka harus memiliki hobi sama.
Anak kembar pasti bosan. Sejak bayi sudah memainkan permainan sama, makan makanan sama, memakai baju sama, merayakan ulang tahun bersama.
Melihat mereka main bola bersama, atau main bulu tangkis bersama sepintas memang lucu. Namun, apakah itu memang keinginan mereka, atau orang tua yang menghendakinya?
Memang kita kadang-kadang sulit menemukan harmoni dan keseimbangan menjadi orang tua. Salah satu anak mungkin dominan, tapi kita tak ingin anak yang lain merasa dirinya kurang.
Kita sepatutnya membantu anak kembar menemukan keunikan dan bakat beragam. Ada kekuatan pada diri mereka masing-masing.
6. Tetapkan kepemilikan barang yang jelas
Sejak si kembar berusia 14 bulan, saya semakin sering melihat mereka berebut barang, tarik menarik, bahkan saling dorong hanya karena ingin mempertahankan mainan yang sama.
Setelah berusia setahun, anak kembar mulai belajar mengenal kesukaan dan kepemilikan. Tidak semua mainan milik bersama.
Saya tahu bahwa tongkat mainan golf warna putih itu milik Rashif, sementara botol sabun ungu itu milik Rangin. Saya tahu pensil warna panjang warna biru itu milik Rashif, sementara kartu nama mainan itu milik Rangin.
Jika salah satu anak kembar mengambil mainan yang menjadi milik saudara kembarnya, maka kita perlu menjelaskan dengan baik. Tugas ibu mengidentifikasi kepemilikan barang si kembar di rumah.
7. Ajarkan kerja sama, bukan kompetisi
Anak kembar perlu diajarkan kerja sama, bukan kompetisi. Kompetisi tanpa diajarkan pun akan muncul dengan sendirinya. Jauh lebih penting menanamkan semangat kerja sama pada keduanya.
Contohkan dengan hal-hal sederhana, misalnya saat ayah ingin naik ke tempat tidur, ibu sedikit bergeser ke kiri atau kanan supaya ayah bisa muat di kasur. Anak-anak bisa melihat ayah membantu ibunya bekerja di dapur.
8. Berlakukan waktu time-out
Ada masanya kedua anak tetap menolak kompromi satu sama lain. Kita bisa memberlakukan waktu time-out.
Jika mereka terus berebut mainan misalnya, ambil mainan yang mereka rebutkan, kemudian simpan di tempat yang tidak bisa digapai keduanya. Peringatkan mereka bahwa mainan tersebut baru bisa diberikan jika mereka mau bermain bersama.
Jika mereka terus bertengkar dan saling menyerang fisik, pisahkan keduanya di dua ruangan berbeda atau sudut terpisah. Mereka diminta bermain masing-masing sampai mereka bosan dan saling meminta maaf. Strategi time-out ini bisa menjadi alat, tidak harus menjadi hukuman.
Pada akhirnya kita sebagai orang tua hanya bisa mengusahakan yang terbaik untuk anak kembar kita. Benar bahwa kita cinta, kita sayang dengan keduanya, serta berusaha memperlakukan mereka setara. Namun, hidup pada akhirnya tak selalu memperlakukan mereka sama. Anak-anak kita perlu memahami ada kondisi di mana kita harus menerima kelebihan orang lain dan ada saatnya nanti kita menjadi jauh lebih baik.
Leave a Comment