Yes, you read that right! Two little blessings sent from above. Allah Maha Besar. Aku menyadari hamil kembali tepat sehari mau mudik ke Jakarta Lebaran Juni 2018. Tahunya dari test pack saja karena si merah udah telat tiga hari. Sebagai perempuan yang siklus haidnya teratur, patut menaruh curiga pada si merah yang tak pernah ingkar janji.
Sisa test pack pas kehamilan pertama dulu ternyata masih nyelip di lemari kamar. Aku pun langsung menggunakannya dan benar saja, dua garis itu muncul. Positif.
“Duh, pa, gimana ni? Maskapai gak mungkin mau ambil resiko nerbangin ibu yang lagi hamil muda kayak aku. Mesti ada surat keterangan dokter dll.” Akhirnya bismillah aja, gak pake bilang ke maskapai, pura-puranya gak hamil.
Ceritanya aku keasikan liburan, trus lupa buat ke dokter di Jakarta. Bilang ke suami, udah lah, ntar aja di Bali periksanya. Ya udah. Tapi nyatanya udah beberapa minggu pulang mudik, tetap aja belum periksa. Akhirnya bulan kedua baru ke Balimed Hospital dekat rumah, periksa ke dr Sumardi.
Positif, jantung janin telah terbentuk. Dokter pun meresepiku vitamin dan obat mual. Ke sininya aku cuma konsumsi vitaminnya saja.
Menuju tiga bulan, aku kepikiran untuk balik lagi ke obgyn favoritku, dr Semadi di RS Puri Bunda. Duh, apa kabar si bapak? Lama tak jumpa. Akhirnya bilang ke mas, “Mas, ntar periksa dedek bulan ketiga aku ke dr Semadi lagi ya? Udah nyaman sama si bapak. Gak papa deh, rumah sakitnya jauhan dikit.”
Suami pun membolehkan. Ya iyalah, kenyamanan itu harga mati buat ibu hamil. Dia berhak memilih obgyn mana untuk periksa kehamilan sampai melahirkan, melahirkan dengan normal atau sesar, dan melahirkan di rumah sakit atau di bidan. Semua bergantung si bumil.
Akhirnya 3 Agustus aku pun ke rumah sakit sendiri. Hamil kedua ceritanya lebih berani, gak semanja hamil pertama. All by myself dijabanin. Dr Semadi praktik di kliniknya malam, lokasinya lebih jauh lagi. Kalo di rumah sakit, praktiknya Senin-Jumat jam 13.00-15.00 WITA.
Setelah dipertimbangkan, aku memutuskan periksa siang hari saja. Kalo malam hari, keburu Maetami rewel, soalnya antrean di klinik si dokter (pengalaman hamil pertama) ampuuuuuun, panjaaaaang.
Di rumah sakit aku dapat antrean nomer 4, seneng banget. Begitu ketemu dokternya langsung girang dan sumringah, seperti ketemu ayah sendiri. Dr Semadi langsung menyapa “Muthe,” masih ingat nama panggilanku, meski di kartu pasien tertulis Mutia.
Kami ngobrol tentang Maetami, bayiku yang sudah 2 tahun 2 bulan, tanya soal kehamilan terbaru, cerita tentang klinik si dokter yang ternyata sudah pindah, namun lokasinya tak jauh dari klinik lama, kemudian tibalah saatnya USG.
Begitu alat skriningnya nempel ke perutku, layar TV di depanku pun berubah. Dr Semadi langsung kaget bin shock bin surprise. “Wah, ini pasti gak dibilang sama dokter yang pertama ya? Ini bayinya dobel, kembar loh.”
Kebayang kan? Gimana pertama kali dikabarin hamil kembar? Mimpi apaaaa aku semalam. Keingat lagi sehari sebelumnya aku baru pulang dari Karangasem, naik puluhan anak tangga di Pura Besakih ngeliput Sekretaris IMF dan World Bank matur piuning (doa bersama) di sana. Kebayang lagi beberapa waktu sebelumnya makan mi instan dua kali. Kebayang lagi sebelumnya naik gojek motor kemana-mana, gak nyadar kalo di perut ada dua nyawa.
“Allahuakbar!” Cuma bisa takbir, nangis, senang, kagum, kaget, surprise, bersyukur kepada Allah. Gak pernah terbayangkan dikasih rezeki sebesar ini. Suster pun ngasih aku tisu. Ibun nangis bahagia, nak!
Dr Semadi langsung memeriksa si kembar satu per satu. Detailll sekali. Dokter memeriksa apakah si kembar masih dempet atau sudah pisah, dan ternyata seluruh bagian tubuhnya sudah terpisah sama sekali, gak ada yang nempel satu sama lain. Dokter juga memeriksa keberadaan tulang hidung sebagai salah satu indikasi si kembar bakal lahir normal, tidak down syndrome.
“Nah, ini udah kelihatan nih tulang hidungnya dua-duanya. Yang satu hidungnya malah dah kelihatan ni mancung,” becanda si dokter. Alhamdulillah.
Si kakak panjangnya sudah 6,77 cm, si adek 6,72 cm. Pertumbuhan mereka di atas rata-rata alias bagus dan sehat banget. Alhamdulillah lagi ya Allah.
Singkat cerita, setelah diresepi vitamin dan asam folac sebagaimana hamil Maetami dulu, aku langsung pamit dari ruangan dr Semadi. Jadwal periksa berikutnya 31 Agustus.
Sembari nunggu konfirmasi asuransi di kasir, aku masih nangis bahagia sendiri. Kagum akan ciptaan Allah. Kagum akan kenyataan bahwa tubuhku selama ini membuat dua plasenta, dua kantung ketuban, memproduksi lebih banyak darah untuk dua janin, cairan ketuban untuk dua kantong, otot -otot perut melebar dua kali dari hamil anak tunggal. Jika dipikir-pikir, aku tak percaya tubuhku bisa sekuat itu. Subhanallah, ada tangan Allah untuk setiap kehamilan ibu.
Buru-buru telpon mas di kantor. “Mas, semangat ya kerjanya. Semangatnya harus dobel mas, soalnya bayinya dobel,” utaraku pada mas.
Mas langsung nyambung, kaget, sama kagetnya kayak aku. Puja puji dan syukur terucap darinya di seberang sana. Sungguh, kembar tak pernah terlintas dalam pikiran kami.
Kondisi sekarang menjelaskan dengan baik apa yang kurasakan selama hamil dua bulan kemarin. Aku sering mengeluh pada mas, bahkan sempat curhat di grup bumil dan bunsui Tarsius’42 (grup kampus) soal tubuhku di kehamilan kedua ini. Tubuh lebih mudah lemas, kulit sensitif banget, flu lebih dari seminggu gak sembuh. Hamil kedua kok rasanya badan ringkih banget, gak kayak hamil pertama yang sehat, bugar, jarang sakit. Aku pikir ini tanda-tanda penuaan. Eh ternyata…. Hahahaha.
Sehat-sehat ya kembar. I am blessed because Allah chose me to be the mother of u both. I love you, anak-anakku sayang!
Leave a Comment