Sejak putra kembarku lahir. Mereka selalu tidur denganku, terutama saat masih menyusui. Sekarang, mereka sudah berumur empat tahun dan Rashif masih belum bisa tidur sendiri.
Beda hal dengan Rangin. Setahun terakhir, Rangin sudah bisa tidur mandiri. Kami memang tidur di kamar sama, tetapi menggunakan ranjang terpisah. Jika terbangun tengah malam, Rangin bahkan tidak mau ambil pusing kendati aku tak berada di sampingnya.
Kondisinya berbeda dengan Rashif yang kerap mengalami gangguan tidur. Kalau tak ada aku, dia bakal panik dan merengek sambil meraba-raba semua orang yang tidur di kamar sampai menemukanku. Jika aku tak ada di sana, misalnya pergi ke toilet tengah malam, dia akan keluar dan menangis histeris sampai aku memeluknya lagi.
Co-sleeping bersama anak autis memang sebuah tantangan. Jangankan memutus co-sleeping, membiasakan mereka tidur nyenyak tanpa sering-sering terbangun saja sangat sulit pada mulanya.
Gangguan tidur inilah yang kualami ketika Rashif berusia 15 bulan saat dia mulai aktif mengonsumsi susu formula. Kalau bayi lain tidur nyenyak begitu bertemu dotnya, Rashif justru sebaliknya. Dia terbangun tiap jam atau per dua jam. Kalau tidak merengek, dia akan tertawa sendiri seperti melihat hantu.
Saat itu, aku belum tahu Rashif autis dan mengalami casomorphin karena susu. Kebiasaan sulit tidurnya ini makin menjadi-jadi hingga berumur 18 bulan sampai aku memutuskan memeriksakan Rashif ke dokter ahli tumbuh kembang anak di Surabaya. Barulah di sana dokter mendiagnosis Rashif autis.
Gangguan tidur pada anak autis
Kebiasaan anak autis itu banyak yang aneh, salah satunya susah tidur. Aku mau sharing salah satu jurnal ilmiah di Kanada berjudul Sleep Patterns in Children with Autistic Spectrum Disorders: a Prospective Cohort Study. Penulisnya Joanna S Humphreys dkk yang merupakan dokter di Hospital for Sick Children, Toronto, Kanada.
Mereka meneliti pola tidur longitudinal pada anak dengan gangguan spektrum autisme. Respondennya adalah orang tua dan data dari anak-anak autisi berusia enam bulan sampai 11 tahun yang lahir pada 1991-1992.
Hasilnya, anak-anak autisi tidur 17-43 menit lebih sedikit setiap harinya sejak usia 30 bulan sampai 11 tahun. Perubahan durasi tidur mulai dirasakan sejak anak autisi berada pada rentang usia 18-42 bulan. Sebelum usia 18 bulan, pola tidur anak autisi sama seperti bayi normal lainnya.
Perbedaan signifikan terjadi setelah anak rata-rata berumur 30 bulan ke atas. Durasi tidur malam hari lebih singkat. Anak-anak autisi tersebut bangun setidaknya tiga kali dalam semalam. Kebiasaan ini bertahan hingga anak-anak spesial tersebut menginjak remaja.
Kategori “sering bangun” pada anak autisi adalah ketika anak terjaga tiga kali atau lebih pada malam hari. Ini diklasifikasikan tidak wajar.
Penyebab utama gangguan tidur pada anak autisi tentu saja faktor genetik. Penyebab lainnya adalah masalah sensorik, defisit melatonin, dan penyakit bawaan lainnya.
1. Masalah sensorik
Anak autis memiliki kepekaan luar biasa terhadap rangsangan sensorik. Sensitivitas ini membuat mereka sering kali bereaksi lebih intens terhadap suara, sentuhan, bahkan perubahan lingkungan kecil sekalipun.
Kebisingan sekecil apa pun, entah derit pintu, langkah kaki, atau suara gesekan baju, bisa memicu reaksi mereka.
Berbeda dengan orang pada umumnya, mereka sulit untuk “memblokir” atau mengabaikan gangguan sensorik ini, sehingga setiap rangsangan terasa seperti gelombang besar yang langsung menghantam.
Coba bayangkan pengalaman seorang ibu yang baru saja menidurkan bayinya setelah susah payah menenangkan tangisannya.
Perasaan seperti sedang membawa bom yang siap meledak pasti sangat akrab, setiap suara kecil atau goyangan ranjang bisa membangunkan si kecil.
Nah, bagi anak autis, sensitivitas itu tidak hanya terjadi saat tidur, tetapi sepanjang waktu, setiap hari, dan dalam banyak situasi.
Hal ini juga sering kali berkaitan dengan gangguan tidur yang kerap dialami oleh anak autis. Karena mereka begitu peka terhadap rangsangan sensorik, suara kecil yang mungkin dianggap sepele oleh orang lain dapat mengganggu proses tidur mereka.
Gangguan tidur ini tidak hanya membuat mereka kesulitan untuk terlelap, tetapi juga memengaruhi kualitas istirahat, sehingga sering kali anak autis bangun dengan tubuh yang masih lelah dan kurang segar.
Ketika anak autis mengalami gangguan tidur, ini juga menjadi tantangan besar bagi keluarga. Orang tua sering kali perlu menciptakan lingkungan yang sangat tenang, minim rangsangan, dan benar-benar nyaman untuk membantu anak mendapatkan tidur yang berkualitas.
2. Defisit melatonin
Beberapa penelitian menunjukkan anak autisi menghasilkan melatonin lebih sedikit dibanding anak-anak lainnya. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan otak pada malam hari yang mengatur ritme sirkadian atau siklus bangun dan tidur.
Anak autis yang memiliki kelainan ekspresi gen memengaruhi cara kerja melatonin. Inilah alasan mereka kerap mengalami gangguan tidur sehingga fase tidurnya acak alias tidak teratur.
Pada jurnal ilmiah berjudul Systematic Review of Sleep Disturbances and Circadian Sleep Desynchronization in Autism Spectrum Disorder: Toward an Integrative Model of a Self-Reinforcing Loop yang ditulis Claudia Carmassi dkk yang merupakan psikiatri dari Pisa University, Italia menyebutkan gangguan tidur ini turut memengaruhi perkembangan otak menjadi tidak normal.
Peneliti mengekstraksi data dari 65 studi. Hasilnya, prevalensi gangguan tidur pada anak autisi mencapai 64-93 persen, angka yang tergolong tinggi dan berbahaya.
Setelah baca jurnal ini, aku teringat candaan teman-teman kuliah dahulu. Kalau kita kelamaan ‘ngalong’ alias jarang tidur malam hari, nanti bisa jadi autis. Ya, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin beginilah kira-kira kaitannya.
Ada hubungan dua arah antara ritme tidur tidak teratur dengan berkembangnya gejala autisme pada anak. Lagi-lagi, ini harus ada faktor utamanya dahulu ya, di mana anak tersebut harus membawa gen autisme. Kalau gennya tidak autis, ya kalau semisal dia insomnia, paling keliyengan atau sebatas kehilangan konsentrasi saja.
3. Penyakit bawaan lainnya
Penyakit bawaan tidak hanya merujuk pada gangguan fisik, tetapi juga mencakup kondisi mental yang memengaruhi kualitas hidup anak.
Misalnya, anak dengan gangguan kejang, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), ADHD, atau gangguan kecemasan sering kali menghadapi tantangan lebih besar dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Salah satu dampak yang sering muncul adalah gangguan tidur, yang dapat memperburuk kondisi mereka secara keseluruhan.
Gangguan tidur pada anak-anak dengan penyakit bawaan ini sering kali lebih parah dibandingkan anak-anak lainnya. Mereka mungkin mengalami kesulitan untuk tertidur, sering terbangun di tengah malam, atau tidak merasa segar setelah tidur.
Hal ini bukan hanya memengaruhi energi dan mood mereka, tetapi juga memperburuk gejala penyakit yang sudah ada. Misalnya, anak dengan ADHD cenderung menjadi lebih hiperaktif dan sulit fokus jika tidak mendapatkan tidur yang cukup.
Selain itu, gangguan tidur juga dapat berdampak pada keluarga. Orang tua harus memberikan perhatian ekstra, bahkan di malam hari, yang sering kali mengurangi waktu istirahat mereka sendiri.
Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab gangguan tidur ini dan mencari solusi yang tepat, seperti berkonsultasi dengan dokter atau terapis, agar anak dapat menjalani hidup dengan lebih baik.
Tips mengatasi gangguan tidur pada anak autis
Anak autisi sangat membutuhkan tidur berkualitas. Mengapa? Tujuan kita memberikan anak autisi terapi, obat, suplemen, dan diet yang disiplin bukankah demi mendukung detoksifikasi racun di usus dan mempercepat regenerasi sel di otak anak?
Ibaratnya, kita ingin memberikan “pakaian baru” atau “lapisan baru” pada gen-gen anak kita yang rusak tadi supaya dia bisa berperilaku lebih baik, kognitif lebih baik, kemampuan berbahasa dan berkomunikasi lebih baik. Bagaimana mungkin regenerasi sel itu bisa terjadi kalau tidur anak autisi tidak berkualitas?
Tidur adalah prosedur alami tubuh untuk detoksifikasi dan regenerasi sel. Begitulah pentingnya tidur berkualitas bagi anak istimewa kita.
Lalu, bagaimana cara mengatasi gangguan tidur pada anak autis?
1. Diet yang benar
Jangan bosan ya. Di seluruh postingan blog ini, selalu kutekankan pentingnya diet bagi anak autisi. Anak autisi minimal perlu menjalankan Diet CFGFSF (Casein-free, Gluten-free dan Soya-free). Artinya, minimal anak tidak mengonsumsi makanan yang mengandung susu dan produk turunannya, terigu dan produk turunannya, kedelai dan produk turunannya.
Apabila orang tua merasa sudah menjalankan Diet CFGFSF dengan benar dan 100 persen, tetapi anak masih saja mengalami gangguan tidur maka anak harus melakukan diet lainnya, yaitu Diet Fenol. Caranya mengeliminasi buah, sayur, dan produk-produk kimia dengan kandungan fenol tinggi.
Tidak ada pilihan lain ya bu. Solusinya adalah diet, bukan rutin kasih anak kita obat tidur. Jangan justru mengeluh kalau ada dokter menyarankan diet, atau justru mencari dokter yang tidak menyarankan diet sampai ketemu dan berlindung di balik pernyataan tersebut.
Padahal ya, diet untuk anak autisi itu sehat banget. Biasanya sih orang tuanya yang malas dan tak mau repot. Ujung-ujungnya nanti sudah terapi bertahun-tahun, tetapi perkembangan anaknya begitu-begitu saja, barulah menyesal tidak memulai diet sejak dahulu.
Usia golden age anak pun sudah terlewati. Mau nangis sampai berdarah pun tak akan bisa ngecilin umur anak.
Ingat, penyesalan selalu datang belakangan karena kalau datangnya di awal, itu namanya pendaftaran.
2. Hilangkan kebisingan di rumah
Anak normal, begitu tubuhnya lelah, mereka otomatis tidur dan bisa mengabaikan kebisingan sekitar. Mau tetangga pesta hajatan, ada yang nyalain petasan, bom jatuh sekali pun, mereka tetap bisa tidur nyenyak.
Sayangnya, tidak demikian pada anak autisi. Mereka tidak memiliki kemampuan tersebut. Jangankan suara petasan, musik, dan televisi, sesimpel detak jarum jam dinding di kamar atau gerakan tubuh berpindah posisi di atas kasur saja bisa membangunkan mereka.
Sebisa mungkin, cobalah minimalisir kebisingan di dalam rumah menjelang anak autisi tidur. Jangan ada lagi yang nonton televisi. Jangan ada lagi yang memasak di dapur. Jangan ada lagi yang main ponsel di kamar. Jangan ada lagi yang mandi di kamar mandi. Usahakan semua orang beristirahat pada waktu sama.
3. Matikan lampu atau kurangi paparan cahaya terang di kamar
Penyakit bawaan tidak hanya merujuk pada gangguan fisik, tetapi juga mencakup kondisi mental yang memengaruhi kualitas hidup anak.
Misalnya, anak dengan gangguan kejang, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), ADHD, atau gangguan kecemasan sering kali menghadapi tantangan lebih besar dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Salah satu dampak yang sering muncul adalah gangguan tidur, yang dapat memperburuk kondisi mereka secara keseluruhan.
Gangguan tidur pada anak-anak dengan penyakit bawaan ini sering kali lebih parah dibandingkan anak-anak lainnya. Mereka mungkin mengalami kesulitan untuk tertidur, sering terbangun di tengah malam, atau tidak merasa segar setelah tidur.
Hal ini bukan hanya memengaruhi energi dan mood mereka, tetapi juga memperburuk gejala penyakit yang sudah ada. Misalnya, anak dengan ADHD cenderung menjadi lebih hiperaktif dan sulit fokus jika tidak mendapatkan tidur yang cukup.
Selain itu, gangguan tidur juga dapat berdampak pada keluarga. Orang tua harus memberikan perhatian ekstra, bahkan di malam hari, yang sering kali mengurangi waktu istirahat mereka sendiri.
Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab gangguan tidur ini dan mencari solusi yang tepat, seperti berkonsultasi dengan dokter atau terapis, agar anak dapat menjalani hidup dengan lebih baik.
4. Buat kamar tidur tetap sejuk
Rashif, anak kedua kami, punya kebiasaan unik yang bikin saya sebagai orang tua harus ekstra perhatian. Dia tidak bisa tidur tanpa pendingin ruangan. Seolah-olah AC adalah sahabat setianya setiap malam.
Kalau suhu kamar terlalu panas, dia mudah sekali berkeringat, dan di situlah drama dimulai. Rashif yang biasanya ceria mendadak berubah, tantrum, dan susah ditenangkan.
Sebagai orang tua, tentu kami mencoba berbagai cara supaya Rashif bisa tidur nyaman tanpa gangguan tidur. Akhirnya kami menyadari bahwa solusi paling sederhana adalah menjaga suhu kamar tetap sejuk.
Biasanya, kami mengatur pendingin ruangan di suhu 26-27 derajat Celsius, cukup untuk menjaga kesejukan tapi tidak terlalu dingin. Dengan begitu, Rashif bisa terlelap dengan nyenyak, dan kami pun ikut tenang.
Gangguan tidur pada anak sering kali dianggap sepele, tapi dampaknya bisa sangat besar. Jika anak sulit tidur, otomatis energi mereka untuk aktivitas di siang hari akan berkurang.
Apalagi bagi Rashif, yang sangat aktif bermain dan belajar. Jadi, memastikan tidurnya berkualitas adalah prioritas utama bagi kami.
Kami juga memperhatikan hal-hal kecil lainnya, seperti memastikan Rashif memakai pakaian tidur yang ringan dan bahan kasur yang tidak membuatnya gerah.
Semua ini agar dia tidak berkeringat saat tidur, sehingga tantrum bisa dihindari. Siapa sangka, menjaga suhu kamar bisa jadi solusi sederhana untuk mengatasi gangguan tidur?
Kini, malam-malam kami lebih tenang, Rashif tidur nyenyak, dan kami sebagai orang tua merasa lega. Kuncinya, pahami kebutuhan anak, dan jangan ragu mencoba solusi praktis seperti pendingin ruangan. Sebab, gangguan tidur pada anak bisa diatasi dengan langkah kecil yang konsisten.
5. Pasang sprei tidur lembut atau pakaikan baju nyaman pada anak
Masalah sensori yang sering dialami anak autis adalah salah satu alasan penting untuk memilihkan sprei tidur atau pakaian yang lembut dan nyaman bagi mereka.
Tekstur kain, jenis bahan, hingga detail kecil seperti jahitan, resleting, atau kancing bisa menjadi pemicu ketidaknyamanan yang mengganggu tidur mereka. Bayangkan saja, hal yang mungkin sepele bagi kita, bisa menjadi tantangan besar bagi mereka.
Solusinya? Pilihlah pakaian tidur yang nyaman dan disukai anak. Jangan memaksakan baju yang terlihat lucu di mata kita, tetapi justru membuat mereka merasa tidak nyaman.
Prosesnya memang butuh waktu, tapi percayalah, kamu akan tahu pakaian mana yang jadi favorit mereka. Proses ini mirip dengan trial and error: coba beberapa jenis bahan, model, atau potongan pakaian, dan amati reaksi anak.
Setelah menemukan pakaian yang disukai anak, pertimbangkan untuk membeli beberapa rangkap dengan model yang sama. Anak-anak dengan kebutuhan khusus sering merasa aman dan nyaman dengan hal-hal yang familiar.
Jadi, memiliki pakaian cadangan dengan model yang sama bisa menjadi solusi cerdas. Selain itu, pakaian yang familiar juga membantu mengurangi potensi stres saat mereka harus menghadapi rutinitas tidur.
Sebagai orang tua atau pendamping, memahami kebutuhan unik anak autis adalah bentuk kasih sayang yang tak ternilai.
Memilihkan pakaian tidur yang nyaman bukan sekadar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga menciptakan lingkungan tidur yang kondusif untuk mereka.
Sedikit perhatian dan usaha ekstra, tidur yang lebih tenang dan nyaman untuk anak bukan lagi sekadar harapan, melainkan sebuah kenyataan.
6. Buat rutinitas yang sama
Kembangkan rutinitas sama setiap malam untuk anak. Apabila anak autisi terbiasa memulai tidur jam delapan malam, ya jangan baru membawa mereka ke kamar sebelum atau setelah jam delapan. Tubuhnya bakal bingung.
Rutinitasnya usahakan sama, misalnya sikat gigi dan cuci muka sebelum tidur, ganti baju tidur, masuk kamar, nyalakan AC, membaca buku cerita, matikan lampu, membaca doa, lalu tidur.
7. Sediakan selimut yang berbobot
Entah bagaimana, ada sesuatu yang ajaib dari selimut tebal dan agak berat itu. Benda sederhana ini ternyata punya efek luar biasa untuk Rashif.
Setiap kali dia meringkuk di bawahnya, tidurnya jadi jauh lebih nyenyak dan tenang. Kalau dipikir-pikir, mungkin beratnya selimut itu memberikan rasa nyaman, seolah ada pelukan hangat yang menemani sepanjang malam.
Setiap anak memang punya cara unik untuk merasa nyaman. Kalau Rangin, adiknya, lebih suka tidur tanpa bantal, Rashif justru kebalikannya. Bantal adalah salah satu “teman tidur” wajibnya. Kombinasi bantal empuk dan selimut berat tadi seperti ritual tidur yang sempurna bagi Rashif.
Sebagai anak autistik, mungkin ada alasan di balik pilihannya. Sensasi tekanan lembut dari selimut tebal itu, kata beberapa ahli, bisa memberikan efek menenangkan, hampir seperti pelukan yang penuh kasih. Dan mungkin, tanpa disadari, Rashif merasakannya juga.
Melihat dia tidur dengan wajah damai, ada rasa hangat yang menyelinap ke hati. Rasanya luar biasa mengetahui bahwa hal kecil seperti selimut bisa menciptakan perbedaan besar. Kadang, cinta hadir dalam bentuk sederhana, seperti memilihkan selimut terbaik untuk anak tercinta.
8. Ajarkan anak tidur mandiri
Rashif masih berada di fase terakhir ini. Kami sedang mencoba menyetop co-sleeping dengan Rashif. Sejauh ini, tidur siangnya sudah mandiri, tetapi tidur malam hari masih gagal maning.
Pernah kucoba meninggalkan kamar dan tidur di kamar terpisah dengan suami, eh, tengah malam Rashif teriak histeris dan mencari ibunya ke seluruh rumah. Tantrum.
Sekali lagi, tidur sangat penting bagi anak autisi. Anak normal saja jika tak cukup tidur menjadi gampang emosian, pemarah, dan tantrum. Apalagi anak spesial kita? Usahakan mengurangi gangguan tidur ini dengan rutinitas tadi. Sekiranya artikel ini membantu dan menurutmu informatif, silakan tinggalkan komentar di kolom pesan. Terima kasih.
*Artikel ini dipilih untuk dimasukkan dalam kampanye “Blog Parenting Terbaik di Indonesia” dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.
Leave a Comment