Betapa pun nyamannya pinjaman bank atau instrumen kredit termasuk KPR alias kredit kepemilikan rumah, kenyataannya itu tetap saja utang yang harus kita bayar kembali berikut bunganya. Kendati demikian, hidup memberi kita banyak kejutan. Selalu ada cara cerdas untuk melunasi pinjaman tanpa membuat kita stres.
KPR adalah fasilitas kredit yang diberikan bank kepada nasabah per orangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Ini adalah ceritaku yang baru saja merdeka dari KPR setahun lalu, tepatnya Maret 2022.
Pada 2017, aku dan suami mengajukan pinjaman KPR ke salah satu bank pemerintah untuk membeli hunian pertama kami seharga Rp 1,150 miliar di Denpasar, Bali. Saat itu, kami masih kekurangan uang sekitar Rp 450 juta.
Kami pun sepakat mengajukan pinjaman KPR selama lima tahun. Cicilannya berkisar Rp 7,6 juta per bulan dengan bunga kira-kira 3,5-3,7 persen.
Kondisi saat itu, aku dan suami sama-sama bekerja. Tiga tahun pertama, kami alhamdulillah tak terbebani dengan besaran kewajiban di atas. Namun, mulai 2020, drama baru dimulai.
Kami sama sekali tak mengira Tuhan memberi kami rezeki terindah, yaitu anak kembar. Sempurnalah keluarga kami dengan tiga buah hati di mana dua di antaranya datang bersamaan. Semua anggaran rumah tangga seketika menjadi dobel, mulai dari pembelian susu, popok, makanan bayi, vaksin, asuransi, dan biaya hidup lain.
Kondisinya makin buruk ketika aku harus berhenti bekerja. Sebelum dokter mengabari kehamilanku kembar, aku berniat tetap bekerja selepas bersalin. Namun, begitu tahu ada dua janin, laki-laki pula, ya sudahlah. Aku berhenti sejenak mengejar mimpi-mimpiku demi menghidupkan mimpi mereka.
Sejak itu pula, aku berusaha sebisa mungkin tetap berpenghasilan dari rumah. Kehidupanku dari jurnalis ibu kota beralih menjadi blogger dan content writer, sesekali menerima tawaran sebagai ghost writer dan editor buku.
Hidup ini indah kendati dunia tak selalu ramah. Aku selalu bersyukur dan menikmatinya karena aku melakukannya demi keluarga, terutama tiga buah hatiku.
Stres KPR itu seperti apa?
Stres KPR adalah ketika seseorang atau pasangan rumah tangga merasa kesulitan membayar cicilan bulanan atas pinjaman KPR mereka. Biasanya, stres terjadi ketika rumah tangga terus mengeluarkan lebih dari 30 persen pendapatan mereka sebelum dipotong pajak untuk cicilan KPR.
Akibatnya, kreditur terpaksa gali lubang tutup lubang demi menghindari denda dan ketidakpercayaan bank. Berikut adalah beberapa tanda lain yang wajib diwaspadai sebagai tanda kita sedang mengalami stres KPR.
- Kita hidup dari gaji ke gaji. Artinya, lebih dari 30 persen pendapatan bulanan, bahkan separuhnya dialokasikan untuk cicilan KPR.
- Kita tidak bisa menganggarkan biaya tak terduga, misalnya berobat ke dokter, perbaikan mobil rusak, atau membantu saudara yang memerlukan bantuan.
- Kita tidak punya uang lebih untuk sekadar makan sesekali di restoran, pesan takeaway, nonton film di bioskop, dan hiburan lainnya.
Kalau masih bingung, mungkin kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Apakah kita terpaksa menggunakan tabungan untuk membiayai pengeluaran rumah tangga?
- Apakah kita membayarkan lebih dari 30 persen gaji untuk cicilan KPR?
- Apakah kita mengandalkan bantuan keluarga atau teman untuk membantu membayar cicilan KPR?
- Apakah kita pernah melewatkan satu kali atau dua kali cicilan KPR dari batas tanggal pembayaran per bulan?
- Apakah kita berhenti healing, sekadar perawatan rutin ke salon, potong rambut, makan di luar, bahkan menolak pergi kondangan hanya demi menghemat uang untuk membayar cicilan KPR?
- Apakah sehari-hari kita terus khawatir memikirkan cicilan KPR hingga memengaruhi kualitas kesehatan, bahkan bikin hubungan dengan pasangan jadi panas?
Apabila semua jawaban kita adalah YA, atau BISA JADI, dapat disimpulkan kita sedang mengalami stres KPR.
Bagaimana menghindari stres KPR?
Pinjaman KPR sebuah komitmen besar. Oleh sebabnya sangat penting untuk memantaskan kemampuan diri agar kita tak stres kemudian hari.
Mulailah merencanakan sedari muda. Jangan beranggapan baru memikirkan rumah setelah menikah atau mempunyai anak. Makin cepat direncanakan, makin besar peluang kita meraihnya.
Bagaimana cara menghindari stres KPR?
1. Beli rumah sesuai kemampuan
Bersikaplah realistis melihat kemampuan kita membeli rumah. Kalau pendapatan sedang-sedang saja, jangan memaksakan diri punya istana seperti Rafi Ahmad. Ini demi memastikan kita bisa membayar kembali pinjaman KPR sampai akhir.
Kalkulator KPR yang menyediakan simulasi KPR adalah instrumen yang berguna serta cukup membantu dalam memahami seberapa mampu kita melunasi pinjaman berdasarkan besaran pendapatan, baik itu perorangan maupun pasangan.
2. Cek perencanaan keuangan bulanan
Inilah manfaat kita rutin membuat perencanaan keuangan bulanan. Kita bisa melihat situasi finansial kita sebelum mengajukan pinjaman KPR.
Susun anggaran serapi mungkin, tidak hanya pengeluaran wajib yang tak bisa diganggu gugat, melainkan juga biaya ekstra, misalnya untuk sakit mendadak anggota keluarga dan liburan.
Tanyakan pada diri kita, bagian mana yang bisa kita pangkas untuk bisa menghemat pengeluaran? Catat pos-pos anggaran yang bisa dihapus tersebut.
3. Lunasi utang lama sebelum mengajukan KPR
Menurutku ini penting banget karena besaran pinjaman KPR kita tentu bukan sejuta dua juta kan? Pinjaman KPR yang diajukan masyarakat Indonesia rata-rata 15 tahun dan maksimal 30 tahun. Jumlahnya ratusan juta.
Kalau kita masih punya utang lain, misalnya cicilan mobil, utang ke orang tua, saudara, teman, lunasi itu terlebih dahulu. Usahakan setelah mengajukan pinjaman KPR, kita tak ada kewajiban di tempat lain.
Bila tak mungkin melunasi pinjaman lama dalam waktu dekat, ya kita harus memperbesar pendapatan dengan mengupayakan penghasilan sampingan, misalnya bekerja freelance agar hidup ke depan lebih tenang.
4. Pikir matang-matang ketika memilih tenor KPR
Tenor adalah aspek yang perlu kita perhatikan sebelum mengambil KPR. Istilah tenor tentu tak asing lagi bagi kita.
Tenor adalah jangka waktu pengembalian kredit, biasanya dinyatakan dalam satuan bulan atau tahun. Tenor cicilan KPR di Indonesia berupa tenor pendek dan panjang.
Tenor pendek berlangsung di bawah 10 tahun, sedangkan tenor panjang berkisar 15-30 tahun. Nah, sebelum menentukan tenor kita, pikirkan matang-matang untung ruginya.
Aku dan suami dahulu memilih tenor pendek karena ingin mengamankan penghasilan, beban bunga lebih ringan, dan pastinya lebih bahagia karena tidak perlu lama-lama berutang.
Itu kelebihannya. Kekurangannya juga ada. Kalau kita memilih tenor pendek, kita harus benar-benar mengatur keuangan secara ketat karena cicilan per bulan cukup besar.
Kita harus waspada kalau mendadak butuh fresh money, misalnya waktu itu aku cukup waswas dengan biaya persalinan sesar sebuah rumah sakit swasta di Denpasar. Cukup fantastis untuk pasangan berutang seperti kami dahulu.
Saat itu, aku dan suami mengandalkan mertua. Mereka berbesar hati menyiapkan sejumlah uang apabila terjadi hal-hal di luar prediksi yang membuat kami mengeluarkan biaya ekstra.
Bukan bermaksud ‘mengecilkan’ persalinan dengan jaminan kesehatan dari pemerintah karena kami tetap rutin membayar iuran bulanannya. Akan tetapi, kondisi kehamilanku waktu itu cukup berisiko dengan posisi bayi yang sungsang dan terlilit tali pusar. Suami lebih tenang jika aku bersalin di rumah sakit swasta dengan penanganan intensif.
Syukur alhamdulillah persalinan kembar kami ditanggung seluruhnya oleh kantor suami, bahkan kekurangannya bisa diajukan ke kantorku.
5. Pinjam dalam jumlah lebih sedikit
Sebisa mungkin kita berusaha menekan jumlah pinjaman KPR ke bank. Kalau memang kita berniat punya rumah, fokuskan perhatian ke sana. Kalau ada aset berharga yang bisa dijual dengan harga bagus, bahkan menguntungkan, seperti emas, ya jual saja emas kita untuk tambahan dana membeli rumah.
Tips yang tak kalah penting, jangan sungkan menerima tawaran dari orang tua atau anggota keluarga yang secara ekonomi memiliki kemampuan finansial lebih matang. Contohnya, orang tua atau mertua menawarkan kita meminjam uang mereka yang bisa dikembalikan kapan saja.
Ini memang membawa beban psikologis sih, tetapi masing-masing kondisi keluarga kan beda ya. Kalau keluarga kita adem ayem, jauh dari konflik kepentingan, ya terima saja tawaran baik tersebut.
Jangan gengsi menerima bantuan demi tidak stres kemudian hari. Dengan demikian, kita bisa mengurangi jumlah pinjaman ke bank, memilih pembiayaan KPR bertenor pendek, bahkan lebih cepat melunasi kewajiban. Ya, kan?
Leave a Comment