Sebagai seorang ibu dari dua anak spesial, saya menyadari bahwa setiap hari adalah perjalanan penuh pembelajaran. Rashif, anak autis saya, didiagnosis pada 2019, sementara Rangin, anak kedua saya, sempat terindikasi speech delay tapi sekarang perkembangannya sudah sangat baik, seiring waktu dan banyaknya upaya yang kami lakukan.
Meski keduanya memiliki tantangan perkembangan yang berbeda, mereka berdua memiliki satu kesamaan yang sangat menarik, sangat suka menggambar.
Meskipun cara mereka berinteraksi dengan seni berbeda, kegiatan menggambar telah menjadi bagian penting dari proses perkembangan mereka, memberi mereka ruang untuk mengekspresikan diri, mengembangkan kreativitas, dan juga menenangkan pikiran mereka.
Awalnya, minat menggambar keduanya lebih fokus pada mewarnai. Rashif, misalnya, lebih suka menggambar dengan garis-garis sederhana dan berulang, hanya dengan sedikit variasi. Sementara Rangin, yang lebih imajinatif, mulai menunjukkan bakatnya dengan menggambar objek-objek yang lebih beragam dan penuh cerita.
Seiring berjalannya waktu dan dengan sedikit arahan, mereka mulai mengeksplorasi lebih jauh dan melibatkan lebih banyak elemen dalam gambar mereka. Rangin, dengan imajinasi liar, membuat gambar-gambar dengan berbagai tema, mulai dari alat-alat transportasi hingga alam sekitar.
Rashif, meskipun masih cenderung memilih objek yang sangat spesifik, seperti rumah saja, pesawat saja, atau kapal laut saja, tapi itu semua adalah bagian dari cara dia berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.
Dari pengalaman ini, saya menemukan bahwa menggambar ternyata sangat bermanfaat, terutama bagi anak autis dengan kondisi seperti Rashif dan Rangin. Hal ini mengingatkan saya pada sebuah artikel yang saya baca yang membahas tentang bagaimana menggambar dapat membantu anak-anak dengan ADHD dan autisme.
Artikel tersebut menjelaskan betapa kuatnya seni, khususnya menggambar, dalam membantu anak-anak untuk meningkatkan fokus, keterampilan motorik halus, dan kemampuan untuk mengelola stres. Hal ini sangat relevan dengan pengalaman saya bersama anak-anak saya.

5 Manfaat Menggambar bagi Anak Autis
Menggambar bukan hanya sekadar hobi buat anak-anak. Bagi anak autis, menggambar punya kekuatan luar biasa yang bisa mendukung mereka dalam banyak hal.
Bukan cuma asyik dan seru, menggambar juga bisa jadi cara ampuh buat membantu mereka mengatasi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Yuk, kita bahas lima manfaat menggambar bagi anak autis.
1. Bantu Keterampilan Motorik Halus Jadi Lebih Kuat
Aku masih ingat banget, Rashif dulu butuh hampir setahun cuma buat bisa mengancingkan bajunya sendiri.
Bayangin, sekadar ngancingin baju aja udah makan waktu berbulan-bulan! Dan soal pakai kaos kaki, sarung, baju, atau celana, apalagi menalikan sepatu, dulu itu kayak misi mustahil buatnya. Tapi sekarang? Bisa sih! Tapi yaaa, jangan harap rapi banget.
Kadang, rasanya bisa 10-15 menit baru beres, dengan hasil yang… yah, masih bisa dibilang “unik.” Tapi yang penting, dia udah berusaha dan itu buat kami udah jadi pencapaian besar banget!
Menggambar itu bukan cuma seru, tapi juga bisa bantu anak-anak mengasah keterampilan motorik halus, lho!
Buat anak autis, kontrol gerakan tangan dan jari itu bisa jadi tantangan besar. Nah, saat mereka menggambar, otot-otot kecil di tangan dan jari mereka bergerak terus menerus, bikin mereka semakin terampil mengendalikan gerakan.
Bayangin deh, pas mereka pegang pensil dan mulai gambar, mereka nggak cuma mikirin hasilnya, tapi juga latihan koordinasi antara mata dan tangan.
Hal ini pastinya berguna banget untuk hal-hal lain, seperti menulis, makan, atau bahkan merapikan barang.

2. Menggambar Jadi Cara Komunikasi Tanpa Kata
Dulu, Rashif itu jarang banget inisiatif ngomong duluan. Dia cuma mau bicara kalau kita yang mulai dulu, entah nanya atau nyuruh.
Tapi, sejak mulai suka menggambar, dia jadi belajar untuk berani mengungkapkan perasaannya sendiri.
Ajaibnya, sekarang dia sering banget nunjukin aku hasil gambarannya dan dengan semangat bilang, “Bun, ini gambar rumah!” atau “Bun, ini kapal laut!”
Buat anak autis, mengekspresikan perasaan lewat kata-kata itu kadang susah banget. Tapi, lewat gambar, mereka bisa cerita tanpa harus ngomong.
Misalnya, Rashif yang dulunya susah banget ngomong sekarang bisa menggambarkan apa yang dia rasakan lewat gambar.
Gambar matahari yang terang itu bisa jadi cara dia nunjukin kalau dia lagi bahagia, sementara gambar hujan yang tenang bisa jadi simbol kalau dia lagi merasa damai.
Lewat gambar, anak-anak seperti Rashif bisa lebih bebas mengekspresikan diri tanpa rasa takut salah atau tertekan.
Mereka nggak perlu khawatir kalau kata-kata mereka nggak dimengerti, karena gambar itu bahasa universal.
Jadi, yang tadinya susah banget ngomong, sekarang malah bisa bercerita lewat karya mereka sendiri. Gambar jadi semacam “pintu” buat mereka yang ingin mengungkapkan banyak hal yang mungkin nggak bisa diungkapkan lewat kata-kata.

3. Mengurangi Stres dan Cemas yang Bikin Pusing
Kadang, dunia terasa seperti panggung konser yang terlalu ramai bagi anak-anak autis. Kadang, ada terlampau banyak suara, warna, dan rangsangan yang bertabrakan.
Di saat-saat seperti itu, mereka bisa merasa sangat cemas atau bahkan kewalahan. Tapi, tahu nggak? Menggambar sering kali jadi pelarian terbaik.
Aku melihat sendiri dengan Rashif, anakku. Ketika dia mulai panik atau gelisah, garis-garis di gambarnya terlihat acak-acakan, seperti menumpahkan semua kegelisahan di atas kertas.
Dia juga menggambar dengan cepat, seolah ingin buru-buru menyelesaikan sesuatu.
Biasanya, warna yang dia pakai pun itu-itu saja, seperti hitam, biru, atau cokelat. Seakan-akan, dunia yang dia rasakan saat itu sedang sempit dan penuh tekanan.
Tapi beda banget kalau Rashif lagi dalam suasana hati yang ceria. Dia bisa menggambar dengan sabar, memilih warna-warna cerah, bahkan mencampur banyak warna dalam satu gambar.
Gambarnya lebih hidup, lebih bercerita, dan seperti ada energi positif yang ia pancarkan di sana.
Menggambar itu punya ritme yang repetitif dan terstruktur, dan justru inilah yang bikin aktivitas ini jadi seperti “pelukan hangat” untuk anak-anak autis.
Beda lagi kalau bicara soal Rangin. Kalau dia lagi panik, “ritual” khasnya adalah gonta-ganti kertas gambar. Aku selalu sedia setumpuk kertas HVS putih di rumah, stok wajib buat berjaga-jaga.
Nah, kalau kecemasan mulai menyerang, kertas-kertas itu bakal habis dengan cepat. Rangin bakal menggambar, lalu tiba-tiba berhenti, ganti kertas, dan ulang lagi prosesnya.
Kadang-kadang, aku sampai mikir, “Duh, ini boros banget ya, mubazir juga.” Tapi, ya, bagaimana lagi? Namanya juga anak spesial, mereka punya caranya sendiri untuk menenangkan diri.

Sebagai orang tua anak autis, aku harus sabar. Rangin nggak bisa dibilangin dengan nada tinggi atau cara tergesa-gesa karena dia sangat sensitif dengan emosi. Jadi, pendekatannya harus halus, pelan-pelan.
Biasanya, aku coba dampingi dia sambil bilang, “Yuk, kita coba fokus di satu kertas dulu, sayang.” Kadang berhasil, kadang enggak, tapi bukan itu yang penting. Yang terpenting, aku ada di sana, menemani dia melewati momennya.
Aku sadar, buat Rangin, menggambar lebih dari sekadar aktivitas. Ini adalah cara dia mengatur ulang pikirannya yang sedang kacau. Kalau dulu, setiap dia panik, dia pasti membentur-benturkan kepalanya ke dinding atau lantai. Aku bersyukur setelah bertahun-tahun perilaku self injury-nya itu sudah hilang. Rangin sukses mengalihkan emosinya ke hal-hal yang positif.
Mungkin, dengan mengganti kertas, dia merasa seperti memulai sesuatu yang baru, sebuah reset yang dia butuhkan untuk merasa lebih tenang. Walaupun terkadang terasa melelahkan, aku percaya ini bagian dari proses dia belajar mengenali dan mengelola emosinya sendiri.
Saat Rashif dan Rangin menggambar, fokus mereka teralihkan ke satu hal saja, entah menggambar pohon, rumah, atau benda favorit mereka.
Semua kebisingan di kepala mereka perlahan hilang, digantikan oleh rasa tenang yang datang dari goresan demi goresan di atas kertas.

4. Melatih Fokus dan Konsentrasi Tanpa Tekanan
Fokus itu memang sulit buat anak autis, terutama ketika banyak hal yang menarik perhatian mereka sekaligus. Tapi, menggambar bisa jadi latihan fokus yang seru banget.
Ketika anak diminta untuk menggambar sesuatu dengan detail, mereka harus benar-benar memperhatikan objek yang digambar, entah itu garis, bentuk, atau bayangan.
Dengan cara ini, anak-anak nggak hanya belajar untuk fokus pada satu tugas, tapi juga melatih kesabaran dan ketekunan. Mereka mulai mengerti pentingnya detail, dan itu bermanfaat untuk hal-hal lain, misalnya saat belajar atau bermain.

5. Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Nggak ada yang lebih keren daripada melihat anak autis kita bangga dengan hasil karya mereka! Menggambar bisa meningkatkan rasa percaya diri anak autis, karena mereka merasa bisa mengontrol dan menciptakan sesuatu dengan tangan mereka sendiri.
Hasil gambar mereka mungkin nggak sempurna, tapi itu nggak masalah! Yang penting, mereka merasakan pencapaian dan bangga dengan apa yang sudah mereka buat.
Menggambar memberikan mereka kesempatan untuk merasa berhasil dan mampu, yang bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam banyak aspek kehidupan lainnya. Ketika mereka merasa percaya diri, mereka juga lebih siap menghadapi tantangan baru.
Aku sangat senang karena pada event 17 Agustus 2024 di Perumahan Taman Rafflesia, Rangin berhasil juara satu untuk lomba mewarnai.
Jadi, nggak perlu ragu lagi, ya! Menggambar bukan hanya cara seru buat mengisi waktu, tapi juga punya manfaat yang luar biasa untuk perkembangan anak-anak dengan autisme.
Selain mengasah keterampilan motorik dan fokus, menggambar juga membantu anak autis mengekspresikan diri, mengurangi stres, dan yang paling penting, membuat mereka merasa lebih percaya diri.
Kalau kamu punya anak autis atau mendampingi anak-anak dengan autisme, coba deh ajak mereka menggambar. Siapa tahu, mereka bisa menemukan dunia baru yang penuh dengan kreativitas, kebahagiaan, dan kebanggaan.
Leave a Comment