Kita hendaknya lebih menyadari bahwa hutan membantu kita menghadapi perubahan iklim dengan berbagai cara. Buat saya pribadi, pohon-pohon di hutan tak ubahnya seperti penghubung langit dan bumi. Dengan kata lain, pohon adalah media yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Dengan tumbuhnya pohon, saya memuji kebesaran Tuhan. Dengan gagahnya hutan, saya mensyukuri setiap helah napas yang diembuskan.
Hutan dan Perubahan Iklim
Indonesia memiliki berbagai tipe dan ekosistem hutan. Namun, saya melihat kita tidak perlu memaksakan adaptasi, mitigasi, dan konservasi harus dimaksimalkan dalam satu ekosistem hutan. Di sini kita bicara tentang integrasi. Beberapa ekosistem hutan bisa jadi lebih fokus pada mitigasi, sementara beberapa lainnya lebih fokus pada konservasi.
Hutan melayani berbagai fungsi kehidupan kita. Berikut adalah enam wajah hutan dalam memitigasi perubahan iklim.
1. Hutan adalah supermarket
Hutan itu seperti ibu di mana kita selalu bisa meminta apa saja darinya. Hutan melindungi kita, menyediakan kita sandang, pangan, obat-obatan, reservoir air, dan tak kalah pentingnya sumber ilmu pengetahuan bagi anak cucu kita.
Berkat hutan, anak kita jadi tahu ada gajah, harimau, orangutan, tapir, merak, dan sebagainya. Benar-benar kayak supermarket ya, semuanya ada.
Hutan menyediakan bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat sekitarnya. Bentuknya mulai dari sagu, buah-buahan, kacang-kacangan, rempah, dan ikan segar dari sungai-sungai yang mengalir di dalamnya.
2. Hutan adalah asuransi jiwa
Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan menganggap hutan bagian penting yang menjamin sumber pangan dan ekonomi. Hutan tak ubahnya seperti asuransi jiwa yang melindungi kehidupan kita, khususnya di usia produktif.
Bayangkan, jika anak-anak kita yang masih balita tak lagi bebas menghirup udara bersih, bagaimana kualitas kesehatan mereka saat dewasa? Mungkin saja baru berusia 20 tahun, tetapi anak kita sudah mengidap penyakit kronis yang berhubungan dengan saluran pernapasan.
Berapa banyak penyakit datang menghinggapi tubuh kita karena hutan rusak? Nyamuk-nyamuk dan serangga menyerbu permukiman manusia. Hewan hama merajalela.
Bayangkan, jika kita terus bergantung pada obat-obatan kimia untuk menyembuhkan penyakit, berapa banyak uang yang harus kita keluarkan untuk menebus resep dokter yang mahal? Hutan gudangnya tumbuhan berkhasiat herbal yang bisa menyembuhkan beragam penyakit. Ini bisa kita pelajari lewat ilmu pengetahuan bernama etnobotani.
3. Hutan adalah bank air
Ketika krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati kian parah, ekosistem hutan saling memengaruhi di berbagai aspek. Makin ke sini kita makin mengakui bahwa ketersediaan dan kualitas air sangat dipengaruhi kondisi hutan.
Hubungan antara hutan dan air menjadi isu kritis yang perlu mendapat prioritas tinggi. Deforestasi menimbulkan pencemaran dan polusi air, serta mengurangi akses kita ke air bersih.
Pernah gak kita merasa aneh, kok ada daerah sulit air di Pulau Jawa? Salah satu sebabnya karena hutan-hutannya yang terus berkurang drastis dari dekade ke dekade.
Tidak ada satu hari pun kita lewatkan tanpa air. Kita butuh air untuk minum, mandi, menyiram tanaman, mencuci piring, dan mencuci baju. PBB pernah memperkirakan 85 persen populasi manusia di dunia menempati daerah kering di Bumi dan 783 juta orang sulit mengakses air bersih.
Faktanya bukan cuma manusia yang membutuhkan air, hewan juga. Banyak spesies satwa memerlukan air bersih. Katak, salah satu amfibi paling sensitif. Kulitnya sangat permeabel, sehingga polusi air sekecil apa pun berpengaruh, bahkan bisa meningkatkan risiko kepunahan pada katak.
4. Hutan adalah the Avengers
Hutan bagi saya seperti sekumpulan superhero bernama the Avengers. Ya, hutan membantu menjaga Bumi minimal 0,5 derajat lebih dingin, sehingga melindungi kita dari dampak krisis iklim.
Di negara tropis, seperti Brasil, Indonesia, Guatemala, dan Chad, hutan turut menjaga kestabilan iklim. Deforestasi berdampak sangat menghancurkan terhadap keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, dan pemanasan global.
Hutan penting untuk mitigasi dan adaptasi, mendinginkan suhu bumi, melindungi kita dari kekeringan, panas ekstrem, dan banjir yang diakibatkan perubahan iklim. Prosesnya melibatkan serangkaian efek biofisika, mulai dari fisika kayu, daun, dan kerapatan pohon, sebagai lawan dari faktor biokimia perubahan iklim, seperti karbon.
Hutan memancarkan bahan kimia dalam biogenic volatile organic compunds (BVOCs) yang menciptakan aerosol untuk memantulkan energi yang masuk membentuk awan. Keduanya memberi efek pendinginan pada suhu Bumi.
5. Hutan adalah penyimpan karbon
Hutan menyerap sekitar dua miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya. Saat terjadi deforestasi atau kerusakan hutan, karbon dioksida yang sedari tadi diserap oleh tegakan pohon di hutan akan lepas bebas tanpa batas ke udara. Inilah alasan kita perlu menjaga hutan yang ada saat ini.
Studi Hutan Itu Indonesia (HII) pada 2017 menunjukkan 82,7 persen responden menyatakan keprihatinan tentang kondisi hutan di Indonesia. Namun, hanya 27,3 persen dari mereka yang menyadari perilaku manusia berdampak terhadap kondisi hutan saat ini. Oleh sebabnya kita perlu menggiatkan kampanye yang fokus mengajak lebih banyak orang berkoneksi dengan hutan. Dengan sendirinya mereka akan turun aktif menjaga hutan beserta keanekaragaman hayati di dalamnya.
Pak Nasiun, salah satu penduduk Desa Air Tenam di Bengkulu Selatan yang menjadi mitra HII adalah contoh masyarakat kita yang menyadari peran hutan sebagai penyimpan cadangan karbon. Pak Nasiun yang juga petani menjaga total 1.677 hektare (ha) hutan di desanya.
Hutan tersebut banyak ditanami tegakan durian. Pak Nasiun mengetahui bahwa satu pohon durian yang bernama latin Durio zibethinus itu dapat menyerap sekitar 1,42 ton karbon dioksida per tahun.
6. Hutan adalah penyembuh mental
Kita bisa menemukan ketenangan di hutan. Berbagai studi menunjukkan pentingnya ruang terbuka hijau dan tutupan pohon di perkotaan dalam mengurangi tingkat obesitas dan kejahatan.
Secara langsung dan tidak langsung, hutan meningkatkan kualitas kesehatan mental kita. Survei dan penelitian di Inggris, dilansir dari the Guardian menunjukkan kegiatan jalan-jalan atau traveling ke hutan oleh masyarakat Inggris terbukti menghemat pengeluaran negara mencapai 185 juta poundsterling per tahun untuk mengcover biaya kesehatan mental.
Jumlah ini setara dengan Rp 2,9 triliun. Wow! Bisa dibayangkan seberapa besar penghematan yang bisa dilakukan negara karena penduduknya terhindar dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kesehatan mental. Indonesia bisa mengadopsi hal sama.
Ngabuburit online bersama Eco-Blogger Squad 2020
Senang sekali tahun ini saya bisa menjadi bagian dari Eco-Blogger Squad 2020. Kami adalah 30 blogger yang mencoba menularkan semangat positif untuk menjaga lingkungan hidup demi bumi lebih baik.
Pada 8 April lalu, dalam suasana minggu pertama puasa, #EcoBloggerSquad ngabuburit bareng dalam bentuk online gathering membahas Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Ngabuburit kali ini kami gak cuma ngobrol ngalor ngidul aja loh. Ada Mas Christian Natalie dari Hutan Itu Indonesia dan Mba Salma Zakiyah dari Madani Berkelanjutan yang nimbrung bareng kita.
Indonesia sebagai negara pemilik hutan tropis terbesar ketiga di dunia, alih-alih menjadi penyerap karbon, sektor kehutanannya justru menyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Demikian kenyataan pahit yang kita temukan di diskusi kali ini.
Pernyataan Mba Salma tersebut benar. Emisi sektor hutan dan lahan di negara kita ini mayoritas disumbang oleh deforestasi, dekomposisi gambut, dan kebakaran lahan. Memang langkah-langkah mitigasinya sudah masif dan berjalan sampai hari ini, tetapi hal sama terus berulang dari tahun ke tahun. Kayak latah, gitu loh. Bakarin hutan kok jadi hobi sih?
Hutan tropis Indonesia menyerap panas dan karbon, sehingga bencana panas ekstrem yang seharusnya kita rasakan saat ini tidak terjadi karena hutan kita luas dan mendinginkan.
Hutan tropis adalah jantung planet ini. Kalau hutan Indonesia yang notabene terbesar ketiga di dunia terus ditebang dan diubah peruntukan lahannya, karbon yang dari tadi aman sentosa diredam oleh hijaunya pohon di hutan menjadi lepas tak terkendali ke udara.
Ini mimpi buruk. Kalau kalian masih tenang-tenang aja, gak takut sama sekali, berarti ada yang salah dengan diri kalian.
Buat saya, it’s time to push our panic button. Bumi kita makin panas dan sangat normal jika kita merasakan takut luar biasa.
Kita membutuhkan respons global nan agresif untuk memerangi krisis iklim. Kita bisa melakukan apa saja, sekali lagi APA SAJA yang kita anggap berguna untuk mengurangi emisi dan memitigasi perubahan iklim.
Kalau kita gak memulai hari ini, krisis iklim akan membawa kita pada peningkatan suhu Bumi hingga 1,5 derajat Celsius pada 2040 dan 4 derajat Celsius pada 2100.
Siapkan diri menghadapi tantangan ini. Mari beranjak dari zona nyaman kita yang saat ini masih berfoya-foya dengan energi fosil, yang masih masabodoh dengan sampah, yang masih santai dengan perlengkapan sehari-sehari sekali pakai. Saatnya ubah gaya hidup, sebab aksi kecil kita adalah awal dari solusi besar untuk bumi lebih baik.
Leave a Comment