UMKM akses pinjaman modal
UMKM akses pinjaman modal

Pengembangan bisnis usaha mikro kecil menengah (UMKM) zaman sekarang biayanya tak sedikit. Banyak pelaku UMKM memulai bisnisnya dengan modal sendiri. Namun, sampai kapan mau mengandalkan modal sendiri terus?

Pasti ada masanya mereka mau bisnisnya berkembang lebih luas. Kalo cuma ngandalin modal sendiri, ya bisnisnya jalan di tempat terus. Kalau pun untung, ya segitu segitu aja. Padahal potensial profitnya bisa lebih dari itu jika dibantu pinjaman modal usaha.

Pelaku UMKM Terkendala Akses Dana Usaha

Saas Mambu, platform cloud banking baru-baru ini merilis survei Small Business, Big Growth. Survei ini menyoroti bagaimana UMKM mengakses layanan keuangan untuk mengembangkan usaha.

Indonesia sendiri menjadi salah satu target survei utama untuk riset global ini. Pasalnya negara kita merupakan lahan subur bagi 62 juta pelaku UMKM. Hasilnya cukup mengejutkan.

Sebanyak 55 persen UMKM di Indonesia tidak bisa memperoleh pendanaan atau kredit yang memadai dalam lima tahun terakhir. Akibatnya pelaku usaha kesulitan arus kas, tidak bisa meluncurkan produk atau layanan baru, dan kesulitan mencicil pinjaman pada kreditur.

Sebanyak 57 persen UMKM Indonesia mengandalkan pinjaman modal dari teman dan keluarga. Sebanyak 41 persen lainnya mengaku menggunakan dana pribadi saat memulai bisnis.

Alasan Pelaku Usaha Tolak Pinjaman Modal dari Lembaga Keuangan

Sektor UMKM dipuja-puji sebagai tulang punggung perekonomian bangsa karena menyumbang 60 persen pendapatan domestik bruto (PDB) nasional dan menyerap tenaga kerja hingga 97 persen. Jenis usahanya sangat beragam, mulai dari sektor pertanian, kerajinan, makanan dan minuman yang menyebar hingga ke pelosok daerah.

Sayangnya puluhan juta pelaku UMKM di negara kita ini gak semuanya bisa mengakses pinjaman modal usaha yang layak, khususnya dari bank. Berikut empat alasan utama yang mengemuka.

1. Prosedur di bank sulit

Pelaku UMKM menganggap prosedur pinjaman modal usaha di bank berbelit. Syaratnya juga gak gampang dan merepotkan.

Setidaknya pelaku usaha harus menyediakan informasi lengkap, seperti fotokopi identitas diri, fotokopi penghasilan atau slip gaji, laporan keuangan, fotokopi NPWP, fotokopi buku tabungan, dokumen kepemilikan agunan, seperti sertifikat atau BPKB jika kita ingin mengambil pinjaman beragunan.

Boro-boro pelaku usaha bisa memenuhinya. Contoh sederhana, nomor NPWP. Gak semua pelaku UMKM di daerah sudah punya NPWP, bahkan gak semuanya punya buku tabungan alias rekening di bank. Laporan keuangan pelaku usaha pun masih manual, sehingga tidak bisa diaudit bank.

2. Takut tidak bisa mengembalikan pinjaman

Pelaku usaha lebih nyaman berbisnis dengan modal sendiri meski kecil. Mereka merasa gak perlu dibayang-bayangi bank atau dikejar-kejar utang.

Pemerintah padahal sudah meluncurkan kredit usaha rakyat (KUR), yaitu kredit perbankan kepada pengusaha UMKM dan koperasi yang feasible tapi belum bankable. Artinya usaha tersebut memiliki prospek bagus, pemilik usaha atau debitur mampu mengembalikan pinjaman, tetapi memiliki keterbatasan memenuhi persyaratan dari bank, khususnya soal aset yang akan diagunkan.

Sayangnya masih banyak pelaku UMKM yang alergi dengan kata ‘kredit.’ Mereka takut bunganya besar, malas bayar cicilan bulanan, dan mereka takut gak bisa bayar pinjaman ke bank. Utang alias kredit kesannya negatif. Padahal gak selamanya utang itu negatif selama dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.

3. Minimnya informasi

Masih banyak pelaku UMKM tidak tahu caranya menjadi nasabah baru di bank. Tak sedikit pula pelaku usaha belum pernah berhubungan dengan lembaga keuangan manapun.

4. Tidak diikuti kemajuan teknologi

Industri pinjaman dana usaha tidak dibarengi dengan kemajuan teknologi yang mumpuni. Proses pemberian pinjaman yang lamban dan tak diikuti tren digital tidak cocok lagi dengan kondisi saat ini.

Pemberi pinjaman hendaknya melakukan modernisasi pinjaman modal usaha dengan menerapkan solusi teknologi yang personal, simpel, dan mudah diakses. Dana bisa langsung cair ketika pelaku usaha benar-benar membutuhkannya.

Pinjaman Modal Usaha dari Modalku

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat 9,2 juta UMKM Indonesia masuk ke ekosistem digital. Tidak heran dewasa ini berkembang banyak platform pendanaan digital yang membuka kesempatan lebih luas untuk pelaku usaha mengakses pinjaman modal supaya usahanya lebih berdaya jual.

Modalku adalah platform pendanaan digital berbasis teknologi finansial di Indonesia. Platform ini menghubungkan UMKM potensial dengan pendana atau pemberi pinjaman modal usaha untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif.

Segmen pasar utama Modalku adalah pelaku UMKM melalui inovasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti platform digital untuk menjangkau UMKM yang tergabung dalam platform tersebut.

Area operasional Modalku sampai saat ini mencakup Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya. Modalku berkolaborasi dengan platform digital, seperti e-commerce untuk menjangkau lokasi luar Jawa, di antaranya Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dilansir dari Bisnis.com, Grup Modalku menutup 2021 dengan capaian penyaluran pinjaman lebih dari Rp 2,8 triliun kepada lebih dari 4,9 juta transaksi pinjaman. Angka tersebut meningkat 40 persen dibanding 2020.

Modalku tidak asing lagi di Indonesia dan Asia Tenggara. Platform pendanaan ini memenangkan Global SME Excellence Award 2017 dari ITU Telecom, salah satu badan organisasi PBB. Modalku juga memenangkan Micro Enterprise Fintech Innovation Challenge yang diselenggarakan United Nations Capital Development Fund (UNCDF) dan UN Pulse Lab Jakarta pada 2018.

Visi Modalku memberdayakan UMKM untuk bersama memajukan ekonomi Indonesia. Bersama Modalku, jadilah pelaku bisnis yang cepat dan cekatan meningkatkan skala usaha.

Share:

Leave a Comment