Bahagia itu sederhana. Jika kita membaca coretan para emak bloger, mom bloger, ibu-ibu doyan nulis, dan lainnya kita seakan punya mindset bahwa memiliki anak adalah satu-satunya portal menuju kebahagiaan hidup. Betapa serunya membaca tulisan para emak menceritakan step by step tumbuh kembang anaknya. Betapa irinya melihat foto-foto emak dikelilingi anak yang lucu-lucu, apalagi anaknya kembar, plus suami yang selalu tersenyum di sampingnya. Wajar kok ada perasaan demikian.
Namun, sadar gak sih? Punya anak juga bisa menjadi portal menuju ketidakbahagiaan hidup. Hari-hari emak dikelilingi bau popok yang gak pernah wangi, anak-anak yang belum mandi, mainan dan sisa makanan bertebaran di sana sini, belum lagi anak kecil yang super aktif, pecicilan, suka nangis, suka iseng sama anak lain, yang kadang bikin emak mikir, “Ini anak gak tahu terima kasih.”
Menarik kan? Meski kasih sayang ibu sepanjang masa dan tak kenal lelah, ada loh suatu waktu di mana ibu merasa gak sayang sama anaknya. Mungkin kita menyukai anak kita yang masih bayi hari ini, tapi 3 tahun lagi, 5 tahun lagi, atau 10 tahun lagi ketika dia beranjak remaja dengan segudang tingkah lakunya? Wow, silakan jawab sendiri.
Yah, namanya juga manusia ya, ada masa di mana kita suka dan gak suka terhadap sesuatu. Cuma ya mana mungkin juga ibu curhat soal beginian di blognya kan? Hehehe.
Hal-Hal yang Bikin Ibu Susah Bahagia
Bahagia itu sederhana, tapi gak sesederhana itu juga. Mana ada ibu yang benar-benar bahagia sepanjang hidupnya? Kebahagiaan hakiki itu cuma ada di surga. Hanya saja, jangan mentang-mentang begitu, ibu merasa selalu menderita menjalankan perannya sehari-hari.
Apa saja hal-hal yang bisa membuat ibu tidak bahagia? Kali ini saya gak bakal membahas tentang depresi pascapersalinan (postpartum depression), kecemasan setelah melahirkan (postpartum anxiety), baby blues, atau kondisi klinis lainnya yang dihadapi ibu setelah memiliki anak.
Saya tertarik menuliskan sumber-sumber ketidakbahagiaan seorang ibu yang berakar dari dirinya sendiri. Apa saja tuh?
1. Ibu yang selalu melihat orang lain lebih bahagia
Banyak ibu merasa tidak bahagia lantaran memandang kehidupan orang lain lebih bahagia darinya. Nah, ibu begini memang gak bakal lari dari rumah, ninggalin suami, ninggalin anak dan memulai kehidupan baru yang lebih baik. Tidak. Hanya saja dia selalu berimajinasi mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan orang yang dia lihat.
Semakin dia mencari-cari kebahagiaan hidup orang lain, semakin dia tidak bahagia. Ketika dia melihat teman-temannya berbagi foto kehidupan keluarga yang sempurna di Facebook, si ibu mencari tahu apakah mungkin dia bisa merasakan hal sama. Satu hal yang tidak ibu sadari, apa yang tampaknya indah, belum tentu demikian aslinya.
2. Ibu yang suka hidup di masa lalu
Hidup di masa lalu adalah mekanisme menghibur diri. Ini memungkinkan seseorang yang tidak bahagia bisa tinggal di ruang yang bisa membuatnya bahagia. Dia memiliki masa di mana dia merasa sedang dalam kondisi terbaiknya.
Ada ibu yang terus mengenang kisahnya ketika SMA. Dia merupakan siswi populer, pintar, anak kesayangan. Dia bisa bebas pergi bersama teman-temannya, makan malam di luar, jalan-jalan ke berbagai tempat, tidak seperti sekarang yang bergelut dengan makanan dan kotoran bayi.
Jika kita pernah bertemu ibu yang sifatnya demikian, selalu bercerita tentang masa lalu, melebihi batas seseorang dianggap wajar bernostalgia, maka sesungguhnya kehidupan aslinya sedang tidak bahagia.
Dalam beberapa kasus, mungkin si ibu mencoba kembali ke masa lalunya. Dia tiba-tiba tampil narsis mengenakan pakaiannya waktu gadis, menghabiskan waktu membalas chat teman-teman sekolahnya seharian, atau sibuk menelepon kawan lama ke sana ke mari.
3. Ibu yang selalu mengatakan iya
Ibu yang tidak bahagia adalah ibu yang selalu mengatakan iya. Dia tak ingin mengecewakan orang lain, sebab tak ingin merasa kecewa sama diri sendiri. Ibu ini menganggap melakukan banyak hal untuk orang-orang yang dicintai sama artinya dengan membantu diri sendiri.
Ibu yang demikian salah besar. Sindrom serba yes ini merupakan indikasi ibu tidak bahagia.
Si ibu merasa dengan menjawab “iya” dia tak perlu memberi penjelasan atau berdebat dengan orang, mau itu suami atau anak. Ibu yang selalu mengatakan iya bisa jadi dia lelah, tapi tak ingin diberondong banyak pertanyaan. Pokoknya iya iya aja deh, trus dia merasa dunianya tentram.
4. Ibu yang suka melamun
Melamun adalah pelarian dan cara ibu mengatasi ketidakbahagiaan hidup tanpa harus mengatakan apa-apa. Ibu demikian tak sudi menghadapi hal-hal yang membuatnya sedih.
Dia memilih mundur ke dunianya sendiri di dalam lamunan. Di dalam lamunan itu dia bisa menemukan semuanya. Dia bisa menjadi gadis 17 tahun lagi. Dia bisa menjadi pacar Lee Min Ho. Dia bisa menjadi perempuan cantik yang punya banyak uang.
Nah, masalahnya, ibu yang tidak bahagia menghabiskan lebih banyak waktu di dunia fantasi ketimbang dunia nyata. Ambyar deh tuh anak-anak dan suaminya gak keurus.
5. Ibu yang suka obral curhat ke sana kemari
Ibu bahagia tidak akan mengumbar kehidupan rumah tangganya ke semua orang. Pernah kejadian sewaktu saya sedang santai duduk di taman kota di Denpasar, kemudian saya didatangi seorang ibu yang usianya mungkin 7-10 tahun lebih tua dari saya.
Dia mampir karena melihat Maetami yang waktu itu masih bayi. Dia memperkenalkan diri dan mengajak saya berkenalan. Si ibu mengatakan saya beruntung mempunyai puteri cantik dan sehat, suami kerjaannya bagus, dan lainnya. Tak berapa lama, mungkin sekitar 5-7 menit mampir, si ibu curhat panjang lebar soal kehidupannya.
Dia bahkan tak segan bercerita bahwa dia sudah dua kali menikah dan dua-duanya tak bahagia, berakhir dengan perceraian. Dia memberi tahu suami pertamanya berselingkuh dengan temannya sendiri. Suami keduanya terlalu menuruti kata ibunya dan benci sama anaknya yang dilahirkan dari suami pertama.
Astaga, kami kan baru kenal. Bagaimana mungkin si ibu sampai sebegitu detailnya menceritakan soal dirinya pada saya? Ini bisa mengindikasikan si ibu tidak bahagia.
6. Ibu yang suka melakukan mom shaming
Ya, di mata saya ibu yang suka melakukan mom shaming adalah ibu yang tidak bahagia. Dia mempunyai akun di Instagram, Facebook, Twitter, dan sebagainya, tapi digunakan untuk julid-in ibu-ibu lainnya.
Dia berkomentar di blog, di foto, di video milik ibu lain dengan kata-kata menyindir atau mempermalukan. Dia berubah menjadi seorang mom shamer, ibu yang suka mempermalukan ibu-ibu lainnya.
Tulisan atau kata-kata yang keluar dari mulutnya merupakan campuran dari keputusasaan dan depresi yang dialaminya. Mom shamer selalu memandang ibu-ibu lain buruk, dan menggambarkan dirinya sendiri seolah tampak sempurna, meski tidak demikian adanya.
7. Ibu yang tak peduli penampilannya sendiri
Saya tak mengatakan ibu yang setiap hari pakai daster itu tidak bahagia. Ibu yang saya maksud di poin ketujuh ini adalah ibu yang sebetulnya memiliki waktu luang, tapi tetap mengabaikan dirinya sendiri.
Rambut sudah terlampau panjang tak kunjung dipotong. Keramas sekali seminggu saja dengan alasan karena dia berhijab. Bulu ketek gak dicukur. Muka jerawatan gak diurus.
Terakhir beli kosmetik, minimal bedak dan lipstik itu 2-3 tahun lalu. Padahal secara ekonomi suaminya mampu. Baju yang sama bisa dipakai sampai dua hari lebih. Tak tertarik sedikit pun berdandan di depan suami. Malas mandi dan sikat gigi.
Lalu, ada yang protes. “Enak aja. Kita kan ngurusin anak, masak, nyapu, ngepel setiap hari. Wajar saja jika kita malas mandi. Apakah itu berarti kita semua gak bahagia?”
Tentu saja bukan begitu maksud saya. Setiap ibu pasti melalui masa pengabaian diri tersebut, terutama beberapa bulan pertama setelah melahirkan. Namun, hal-hal tersebut gak berlangsung selamanya kan? Itu sama artinya dengan ibu mengatakan, “Aku masa bodoh, nyerah.”
Kita mengurus diri kita karena dua alasan. Pertama, ibu merawat diri agar bisa merawat keluarganya dengan baik. Kedua, anak-anak kita belajar dari ibunya. Tanyakan pada diri, apakah kita mau anak-anak kita mengabaikan dirinya seperti kita mengabaikan diri kita?
8. Ibu keras kepala yang melakukan semuanya sendiri
Ada ibu yang kekeuh melakukan semuanya sendiri karena merasa cuma dia yang bisa melakukannya dengan benar. Ini salah. Izinkan suami kita membantu pekerjaan kita dengan caranya sendiri.
Kita tak seharusnya menghakimi cara suami mencuci piring, cara suami memandikan anak, cara suami menyeterika baju, cara suami melipat baju dan menyusunnya ke dalam keranjang pakaian. Biarkan suami membantu kita dengan caranya sendiri. Kita cukup mengatakan terima kasih atas bantuannya.
Entah kenapa ada mindset bahwa perempuan yang suka minta bantuan berarti perempuan lemah. Masih banyak dari ibu-ibu zaman sekarang dibesarkan di lingkungan yang tidak menerima bantuan. Seolah-olah yang namanya memasak, bersih-bersih rumah, mengurus anak itu semuanya pasti pekerjaan perempuan.
Bukankah saling bantu adalah esensi dari kehidupan berkeluarga? Suami membantu istri, istri membantu suami.
9. Ibu yang susah diajak bercanda
Ibu yang terlalu serius akan kehilangan selera humor dalam hidupnya. Padahal, hidup ini ada untuk dinikmati. Jika kita tak bisa membiarkan diri kita sendiri tertawa dan tersenyum, berarti kita bukan ibu yang bahagia.
Alih-alih marah melihat anak menumpahkan cokelat di lantai, tertawalah melihat wajahnya yang belepotan penuh cokelat. Dari pada marah melihat suami terlambat pulang kerja, tertawalah ketika mendengar dia dengan pede-nya kentut di depan kita. Itu hanya contoh sederhana.
10. Ibu yang menghabiskan banyak waktu di dunia maya
Ada loh ibu yang kerjanya main ponsel terus. Ponselnya dibawa kemana-mana, sampai BAB, BAK, dan mandi pun bawa ponsel. Hidupnya sibuk mengurusi dunia maya, entah itu membuat status di Twitter, berbalas komen di Facebook, mengomentari postingan foto orang lain di Instagram, sibuk streaming, menonton film atau drama favorit sepanjang malam.
Waspadalah, semua yang dilakukan berlebihan bisa menjadi tanda ibu tidak bahagia.
11. Ibu yang terlalu sibuk sama anak
Anak-anak kita suatu hari akan pergi meninggalkan kita untuk membentuk keluarganya sendiri. Suami adalah orang yang insya Allah akan bersama kita seumur hidup.
Sesibuk apapun istri menjalankan peran sebagai ibu, hendaknya tak lupa tetap terhubung dengan suami. Sempatkan diri ngobrol sama suami tentang kalian berdua, tentang rencana-rencana ke depan, tentang anak-anak.
Sempatkan diri untuk bermesraan dengan suami, entah sekadar memberi pelukan hangat, senyum manis, ciuman mesra, atau belaian manja di pipi. Jika kita terlalu sibuk dengan anak, dan mengabaikan suami, berarti kita masuk ke dalam kategori ibu yang susah bahagia.
12. Ibu yang terlalu banyak khawatir
Khawatir akan sesuatu itu wajar, tapi jangan sampai berlebihan. Bukankah apa yang kita khawatirkan itu tidak nyata?
Khawatir berlebihan hanya menghambat ibu melakukan yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya. Cobalah untuk tidak khawatir dengan hal-hal yang belum terjadi, apalagi ketika hal itu masih bisa kita perbaiki atau kita cegah jangan sampai terjadi.
13. Ibu yang terus mengeluh
Ibu tidak bahagia adalah ibu yang kerjanya mengeluh terus sepanjang hari. Hal-hal yang dikeluhkannya tidak spesifik, mulai dari masalah kecil, hingga masalah besar.
Ibu mengeluh sanggul rambutnya susah diatur. Dia mengeluh anaknya gak mau tidur siang. Dia mengeluh tukang sampah gak datang-datang. Dia mengeluh lantai yang baru disapu sudah kotor lagi dengan jejak kaki anak. Dia mengeluh mie bakso yang dibeli kurang asin.
Si ibu terus mengeluh dan tampaknya tak tampak tanda-tanda mau berhenti. Merepet terus kayak corong asap kereta api. Ibu yang tidak bahagia akan mencari-cari terus kesalahan pada sesuatu dan siapapun, sehingga dia punya bahan untuk dikeluhkan.
Saya percaya dengan ungkapan an unhappy mother makes an unhappy child. Satu-satunya orang yang bisa membuat kita bahagia adalah diri kita sendiri.
Semua orang bilang bahagia itu pilihan. Saya lebih senang menyebut saya bisa bahagia dari pilihan-pilihan kecil yang saya buat.
Saya akui, saya tidak selalu menjadi ibu yang hangat dan ceria. Kadang saya juga ibu yang antisosial, mudah tersinggung, dan tidak sabaran. Namun, pada saat itu saya menyadari penyebabnya lebih sering berasal dari diri saya sendiri.
Sekarang saya lebih tertantang menemukan kebahagiaan dari dalam diri saya sendiri. Itu semua karena bahagia saya adalah bahagia keluarga saya.
Leave a Comment