Enam tahun penuh bersama Rifki anugerah terindah bagiku. Sebagai suami istri, kami belajar banyak hal satu sama lain. Kami mengenal kelebihan kekurangan masing-masing. Kami melalui banyak masalah bersama. Senang-sening itu bonus saja. Terlepas dari itu semua, ikatan pernikahan kami insya Allah lebih kuat dari sebelumnya.
Hari ini, 14 Februari 2020 adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke-6. This love we have built together is more beautiful than I could ever have imagined.
Terima kasih untuk mas karena selama ini sangat sabar dengan aku yang keras kepala, sabar dengan ketidaksabaranku, sabar dengan aku yang seringnya stick with the plan (tapi percayalah mas, I love you more than I originally planned), juga sabar dengan emosiku yang kadang kayak pesawat lagi turbulensi. Terima kasih tetap mencintaiku untuk semua itu.
Baca Juga: We Made It (Weeding Anniversary ke-2)
Oya, terima kasih juga mas, atas kerja samanya yang luar biasa, sehingga Tuhan berkenan menitipkan tiga berkah terindah, Maetami, Rashif, dan Rangin pada kita. Hehehe.
Baca Juga: Tiga Tahun untuk Selamanya (Wedding Anniversary ke-3)
Aku bersyukur kami sampai pada tahap ini, stage-2 pernikahan. Orang bilang lima tahun pertama itu ujian terberat berumah tangga. Alhamdulillah, semoga kami terus bersama esok dan seterusnya sampai maut memisahkan.
Baca Juga: #14HariBercerita (Wedding Anniversary ke-4)
Kebersamaan dengan suami dan anak-anak selalu jadi momen terindah bagiku. Meski demikian, aku tetap mensyukuri hari-hari yang mungkin kurang indah. Hari yang menyedihkan seperti kemarin. Sehari sebelum ulang tahun pernikahan kami, nenek meninggal dunia di usia beliau yang ke-100 tahun. Di hari istimewa ini aku dan mas juga tak bersama karena selain keluarga besar tengah berduka, mas juga lagi ada tugas ke Jakarta.
Ada kalanya hari di mana kami berdua harus begadang karena Kakak Mae dan si kembar kompakan demam. Hari saat kami sudah punya agenda weekend terencana, tapi baru nyampe lokasi udah langsung mau pulang lagi lantaran si kembar rewel.
Baca Juga: 5 Years and Still Strong! (Wedding Anniversary ke-5)
Ada masanya kami bertemu hari yang penuh ketidakberuntungan. Hari saat kami harus berhemat karena uang tabungan mulai menipis, limit asuransi kantor kadung habis, tapi si kembar harus tetap divaksin meningitis. Kadang pengen nangis #lebay
Aku bersyukur pada hari-hari di mana kami harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga bersama tanpa bantuan asisten rumah tangga. Aku bersyukur pada malam saat kami mau romantis, tapi gagal total karena tiga bocah masih pada belo, hingga kami pun ketiduran sampai pagi di depan TV.
Aku percaya, Tuhan menyatukan kami di waktu paling sempurna. Tak ada yang mengenal Rifki lebih baik dariku, dan tak ada yang mengenalku lebih baik dari Rifki. Tak jarang kami sering memikirkan dan mengatakan hal sama pada waktu yang persis sama. Salah satu dari kami bakal bilang, “Kamu kok bisa baca pikiranku sih?” Well, itulah jodoh.
Setiap hari kami bertemu di rumah, tapi aku tetap rindu saat Rifki gak di rumah. Tak kumungkiri, pernah ada masa di mana aku gak mau peduli, Rifki mau apa kek di kantor atau di luar kantor, terserah. Meski demikian, aku pastikan hal-hal seperti itu sangat jarang terjadi.
Kalo katanya love experts, every love story is beautiful but ours is my favorite. Kisah cinta kami dimulai mirip kayak film-film FTV di SCTV dulu lah. Yang udah lama ngikutin coretanku pasti tahu kisah antik kami. GE-ER.
Baca Juga: When I Met You
Akhirnya 14 Februari datang lagi. Mau nostalgia sejenak sama kenangan-kenanganku bersama mas yang selalu membekas di hati.
Kami saling kenal 2013. Namun, tanpa disadari, kami berdua sesungguhnya pernah dipertemukan oleh foto epik Gunung Baluran milik Om Riza Marlon ini pada 2009. Waktu itu aku sedang sibuk skripsi di Bogor.
Singkat cerita kami akhirnya blind date pertama kali di Sky Rink, Mall Taman Anggrek, Jakarta akhir Mei 2013. Foto ini diposting Juni 2013 setelah kami berdua jadian. Rifki memasangkan langsung sepatu skating ini di kakiku karena emang aku gak bisa, bukan sok sok caper ya gaes. Udah kayak adegan di film-film Korea gitu deh. Pokoknya co cweet.
Loh! Kok langsung loncat ke tunangan aja? Ya iya pemirsa. Sejak ngajak jadian via telepon 7 Juni 2013, Rifki udah bilang kalo dia nyari calon istri, bukan nyari pacar. Bulan puasa di tahun yang sama pria satu ini memberanikan diri memboyong keluarganya dari Bekasi bertemu keluarga besarku di Sumatera Barat.
Sah! 14 Februari 2014 kami menikah. Jadi, pacarannya ya setelah di-halal-keun Hehehe. Kami menjalani long distance marriage hampir setahun. Rifki kerja di Kupang, aku di Jakarta.
5 April 2014 acara unduh mantu di Banyuwangi. Papa masih kerja di Baluran, mama masih ngajar di Glagah. Ini pertemuan kedua kami setelah menikah. Kebayang gak gimana saling kangennya manten baru ini. Hahaha. Ini juga pertama kalinya aku datang ke Banyuwangi dan Rifki mengajakku jalan-jalan keliling Jember. Aku langsung jatuh hati dengan kedua kota ini.
Akhir November 2014 alhamdulillah Rifki dipindahtugaskan ke Bali, dan kantor pun mengizinkan aku jadi jurnalis Republika perwakilan Bali. Rasanya semesta benar-benar merestui kami.
Ulang tahun pernikahan pertama langsung jadi momen paling bahagia sekaligus paling menyedihkan. Harusnya 3 bulan setelah Februari 2015 putera pertama kami lahir, Rafadia Muzafari Bogara. Namun, Allah ternyata lebih sayang Raffa.
Masih dalam kondisi trauma setelah keguguran, Rifki mengajakku kembali ke Banyuwangi. Rifki membawaku ke Taman Nasional Baluran. Kami bermain di Pantai Bama, snorkeling, birdwatching bareng, dan menyaksikan rusa-rusa pulang ke savana Bekol menjelang senja. Ini juga pertama kalinya aku melihat langsung Gunung Baluran, persis seperti foto Om Riza Marlon.
It’s a great thing being pregnant (again). Tujuh bulan recovery fisik dan mental, aku akhirnya siap hamil lagi. Kami begitu bersemangat menyambut Maetami, malaikat kecil kami yang cantik.
Foto ini diambil kira-kira dua minggu menjelang kelahiran Maetami. Kehamilan kedua ini aku sering merasa insecure, takut kehilangan bayiku lagi. Alhamdulillah Rifki selalu setia di sampingku. Kami yakin kami bisa melalui susah senangnya bersama.
Aku gak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Aku gak tahu rencana Tuhan untuk kami di masa depan. Entahlah. Yang aku tahu aku siap melaluinya selama kami bersama. Cheers, mas! Here’s to 94 more years.