Pas baru menikah, bahkan sebelum resmi menikah, kita sering dijejali nasihat pernikahan, khususnya dari orang tua, saudara, atau sahabat yang lebih dulu berumah tangga. Ada banyak sekali ‘aturan’ pernikahan yang beberapa di antaranya justru gak relevan lagi dengan kondisi kita sekarang.
Nasihat pernikahan zaman dulu banyak membawa pandangan kuno tentang gender dan peran suami istri. Kalo dipikir-pikir sih kesannya kok aturannya patriarkis banget.
Akibatnya banyak orang kemudian menunda pernikahan karena dicekokin nasihat pernikahan yang aneh-aneh, bahkan ketinggalan zaman. Contohnya baca terus ke bawah sampai selesai, OK?
1. Suami istri harus tinggal serumah
Sekarang ini banyak pasangan menikah terpaksa karena satu dan lain hal menjalani long distance marriage, sehingga mereka harus tinggal dan tidur terpisah. Entah suaminya dipindah kerja ke luar daerah, sementara istri gak bisa langsung ikut suami karena anak masih bayi atau istri juga bekerja di tempat berbeda.
Saya pribadi pernah berjarak dengan suami, sejak kami pacaran hingga satu tahun setelah menikah. Suami kerja di Kupang (Nusa Tenggara Timur), saya kerja di Jakarta. Keputusan ini tentunya kami ambil dengan kepala dingin dan didiskusikan bersama sebelum kami memutuskan naik pelaminan dalam ikatan janji suci. Ecieee.
Kami percaya Allah telah mengatur pertemuan kami sedari awal, sehingga Allah juga lah yang akan menyatukan kami dalam ‘satu rumah’ pada waktu yang tepat pula. Kondisinya waktu itu saya belum bisa resign kerja dan ikut suami.
Di Kupang, suami sering berangkat tugas lama ke lapangan karena profesinya engineer. Ujung-ujungnya saya bakal sering ditinggal, bengong sendiri di rumah petak, gak ada kerjaan, dan suami saya gak mau saya begitu. Makanya dia sendiri menyetujui saya tetap stay di Jakarta dulu.
Setahun berjarak kami hanya bertemu sekali dua bulan atau sekali tiga bulan saja. Kadang suami ke Jakarta, kadang saya ke Kupang, kadang kami cuti liburan ke Bandung. Sisanya ketemu di rumah orang tua saya di Sumatera Barat atau rumah mertua di Bekasi pas Lebaran Idul Fitri.
Singkatnya sih jangan merasa kesal ketika menjalani pernikahan jarak jauh, sebab ini bukan akhir dari segalanya. Malah kangennya lebih kangen kalo LDR loh. Romantisnya kadang lebih romantis pas LDR. Hihihi.
Benar kata pepatah, jauh mata dekat di hati. Cobalah menghidupkan kembali suasana ketika tiba masanya berjumpa, dan habiskan lebih banyak waktu berkualitas kala bersama, misalnya ketika merayakan ulang tahun pernikahan.
2. Pertengkaran memicu perceraian
Sering kali orang tua kita zaman dulu menganggap pertengkaran suami istri penyebab utama perceraian. Nasihat pernikahan dalam hal ini seringnya ditekankan untuk pihak istri.
“Jadi istri itu harus sabar menghadapi suami. Harus mau ngalah demi anak. Jangan sering bertengkar, nanti cerai, kasihan anak-anakmu.”
Familiar sama ucapan di atas? Ya setidaknya kita pernah nonton adegannya di sinetron. Kekeke. Yang mengatakannya kadang bukan ibu mertua, justru ibu sendiri.
Dipikir-pikir, konyol rasanya kalo zaman sekarang kita masih berpandangan bahwa suami istri yang tengah berselisih paham sudah pasti ujung-ujungnya bercerai.
Beda pendapat antara suami istri itu biasa. Namanya juga menyatukan isi dua kepala, tentu gak mudah. Hal yang salah adalah kalo berdebatnya gak sehat, gak ada ujungnya, gak ada solusi bersama, alias debat kusir.
3. Kalo liburan, suami istri gak boleh misah-misah.
Suami istri zaman sekarang justru butuh me time lebih lantaran kesibukan dan jam terbang mereka tinggi. Liburan terpisah sesekali diperlukan untuk me-refresh otak masing-masing.
Laki-laki dan perempuan, meski telah menjadi suami istri sekali pun pasti punya visi misi berbeda, gak semuanya sama. Makanya mereka perlu menikmati waktu dengan cara masing-masing asal gak melawan norma yang berlaku.
Ini namanya bukan pengkhianatan ya, apalagi kalo mengaitkannya dengan aroma perselingkuhan. Duh, sempit banget pemikiran lo!
Problem yang muncul seringnya pihak yang ditinggal merasa kesepian. Misalnya nih, suami pergi meeting sambil liburan, tapi istri tinggal di rumah.
Nah, supaya terhindar dari perasaan kayak gini, biar istri bawaannya gak curiga melulu, mendingan suami istri liburan terpisah tapi dalam waktu yang sama atau berdekatan. Jadinya sama-sama asik deh.
Atau, istri bisa ikut ke kota yang sama dengan suami, tapi agendanya beda-beda. Suami silakan meeting dan liburan sama teman-teman kantornya. Istri silakan menikmati me time bersama teman atau sahabatnya di luar sana.
Malamnya suami istri menginap di hotel yang sama. Duh, paket combo dong ya. Me time dapet, romantisnya juga dapet.
4. Sebaiknya suami istri punya hobi dan kesukaan sama
Orang tua zaman dulu sering menganggap pernikahan bakal langgeng kalo suami istri punya hobi dan kesukaan sama. Makanya dulu kalo guru nikahnya sama guru. PNS nikahnya sama PNS. Dokter nikahnya sama bidan, suster, atau sesama dokter juga. Wartawan nikahnya sama wartawan.
Kalo sekarang mah punya pasangan yang semua hobinya sama justru bikin boring dan garing. Kalo hobi dan seleranya beda, kita justru bisa saling mengisi dan berbagi emosi.
Suami jangan memaksakan diri mengikuti hobi istri, pun demikian sebaliknya. Justru kalo kita memaksakan diri menyukai hobi pasangan bisa bikin hubungan menegang.
5. Suami jangan punya teman perempuan, istri jangan punya teman laki-laki.
Suami punya teman perempuan, atau istri punya teman laki-laki bukan berarti hubungan pertemanan tersebut penuh romansa. Wajar banget kalo laki-laki punya teman perempuan, atau perempuan punya teman laki-laki. Terlebih sekarang ini banyak pasangan yang keduanya bekerja.
Masalah keluarga itu pasti banyak. Kalo memang pasangan kita pencemburu, ya tinggal dikenalin aja siapa teman kita ke dia. Kalo perlu ajak suami atau istri kita waktu kita lagi bersama teman-teman kita. Trus, kenalan deh.
6. Suami istri gak boleh main rahasia-rahasiaan
Memang benar, sebaiknya tidak ada rahasia di antara kita. Tapi mbok yang namanya password ponsel, PIN ATM, isi chatting-an grup, nama mantan, cerita masa lalu, dan sebagainya suami istri harus saling tahu.
Sering kali nasihat pernikahan jadul menyatakan suami istri sebaiknya gak main rahasia-rahasiaan. Padahal sejujurnya hal begini kurang bagus, sebab gak menyisakan banyak ruang untuk kita menikmati privacy.
Dalam pernikahan, ada hal-hal yang sebaiknya kita tahu dan ada pula hal-hal yang jauh lebih baik jika kita tidak tahu. Istri mungkin gak mau cerita bahwa mantan pacarnya dulu lebih kaya dari suami yang sekarang. Dulu dia dibelikan apa saja yang dia mau, tapi setelah menikah dengan suami yang sekarang malah si istri harus ikut berkorban secara ekonomi.
Apakah suami perlu mengetahui ini? Mungkin saja istri memilih merahasiakannya demi menjaga martabat suami.
Suami juga gak perlu cerita kalo mantannya dulu adalah seorang model profesional atau mantan ratu kecantikan, yang secara fisik lebih sempurna dari istri sekarang.
Apakah istri perlu mengetahui ini? Mungkin saja suami memilih merahasiakan sebab tak ingin istri tercintanya dibanding-bandingkan.
7. Istri harus selalu tampil cantik
Wanita jaman dulu dituntut harus tampil cantik setiap waktu. Implikasinya apa? Banyak perempuan insecure, sehingga merasa perlu mempertahankan kecantikan untuk memenuhi ekspektasi suami, keluarga suami, bahkan ekspektasi tetangga.
Penampilan istri zaman dulu adalah satu hal yang penting. Kalo gak cantik, suami mudah berpoligami atau pindah ke lain hati. Kalo gak cantik, suami gengsi bawa istri.
Zaman sekarang masak sih pas lagi di dapur istri harus dandan? Apalagi kalo udah ada buntut anak tiga. Wah, bisa rempong banget dan bikin kacau dunia persilatan.
Istri zaman sekarang mah yang penting di rumah kalo lagi sama suami pakaiannya rapi jali. Gak papa dasteran, yang penting dasternya wangi, bukan daster yang udah bekas pakai dua hari belum dicuci.
Gak harus dandan pake skincare mahal. Pakai bedak atau lipstick sejuta umat, belinya di Indomart atau Alfamart aja udah cukup kok. Yang penting suami yang memandang jadi girang.
8. Istri gak boleh kritik suami
Ada stereotip zaman dulu bahwa istri yang suka kritik suami adalah istri yang suka melawan. Padahal, dalam kehidupan berumah tangga, pasangan menikah memikul tanggung jawab bersama menjalani komitmen pernikahan.
Suami istri perlu mengingatkan satu sama lain ketika salah satu pihak mulai berjalan di luar koridor. Tentunya mengkritiknya dengan cara sopan dan penuh rasa hormat dong, bukan sambil bawa sutil atau panci penggorengan.
Terus terang, kalo orang tua, mertua, atau suami kita masih memegang erat nasihat pernikahan yang udah ketinggalan zaman ini, itu tantangan banget. Namun, percayalah, selalu ada ruang untuk membuat hubungan pernikahan kita lebih langgeng, tanpa mengabaikan hak dan kewajiban suami mau pun istri.
Leave a Comment