Dua minggu sudah berlalu. Dua pasang mata indah itu menatapku setiap hari. Meski pandangan mereka masih kabur – karena bayi baru bisa melihat jelas saat berusia 3-4 bulan – namun mereka bisa merasakan kehadiran ibunya lewat sentuhan, lewat pelukan, lewat aroma tubuh, lewat suara, lewat ASI yang kuberikan padanya setiap hari.
Senin, 28 Januari 2019 jadwal terakhir aku kontrol ke dr Semadi Putra, obgynku. Hasil USG menunjukkan berat si kembar masing-masingnya sudah 3,1 kg dan 2,8 kg dengan usia kandungan 38 minggu.
Dua minggu sebelumnya kami sudah mendaftarkan persalinan di RSIA Puri Bunda Denpasar pada Selasa, 29 Januari 2019, sesuai arahan dokter. Namun, mas tiba-tiba mempertimbangkan mengundur persalinanku 1-2 hari karena urusan kantor untuk persiapan workshop tahunan di Bandung.
Dr Semadi bilang paling fleksibel di hari yang sudah ditentukan, Selasa. Jadwal persalinan Rabu di Puri Bunda cukup padat, sedangkan Kamis, dokter cuma bisa melakukan operasi maksimal jam 10 pagi karena posisinya yang merangkap direktur di rumah sakit mengharuskannya hadir di RSIA Puri Bunda Tabanan. FYI, aku pada akhirnya memutuskan melahirkan dengan caesar terencana. Selain karena posisi si kembar sungsang, sebelumnya aku juga melahirkan Mae dengan metode sama.
Hatiku sempat melow abis karena mas terkesan menomorduakan persalinanku yang sudah direncanakan jauh hari hanya karena urusan kantor, meski aku tahu mas gak pernah berniat begitu. Bisa bayangin gak gimana rasanya aku menahan sedih dan berusaha gak nangis di ruang dokter malam itu? (istri-istri engineer, apalagi yang kerja di perusahaan telekomunikasi si merah pasti tahu rasanya. hehehe. Jadi yooo woles ae lah)
Kami pulang dari klinik tanpa jadwal operasi yang pasti. Dr Semadi bilang silakan menghubungi lewat telpon atau whatsapp untuk menentukan tanggal pastinya.
Pulang ke rumah aku diam seribu bahasa, berusaha mencermati pertimbangan mas dengan baik, meski aku udah sesak napas karena harus gendong bayi yang udah 6 kg di perut. Aku memilih diam untuk menghindari godaan mewek, alih-alih nangis, ujung-ujungnya emosian, dan memengaruhi kesehatan bayiku.
Besok paginya mas menghubungi dr Semadi sekitar jam 8 pagi. Akhirnya mas dan dokter sepakat persalinanku tetap dilangsungkan sesuai jadwal. Segala perlengkapan bersalin sudah kusiapkan jauh hari. Selepas mandi pagi sekitar pukul 09.30 WITA, kami langsung ke rumah sakit membawa buku kontrol, dokumen cek lab, dan semua keperluan administrasi.
Singkat cerita pukul 10.30 WITA aku sudah berganti pakaian rumah sakit dan berbaring di ruang persiapan. Suster mengecek kembali kondisi jantung bayiku. Dr Semadi datang melihat kondisiku praoperasi, memberikan support bahwa insya Allah semua akan berjalan baik-baik saja.
Aku mulai gamang ada di kamar persiapan sendiri. Aku minta izin suster untuk bertemu mas, Mae, dan ibu bergantian, namun suster bilang nanti akan ada jadwal khusus sebelum masuk ruang operasi. Pukul 11.00 WITA aku langsung duduk di kursi roda dibawa menuju ruangan sakral itu. Mas, Mae, dan ibu datang menciumku bergantian, memberi semangat dan memintaku untuk tetap tenang. Semua bakal baik-baik saja.
My Wonder Boys Just After Birth
Rasanya aneh dan menakutkan berada di ruang operasi besar dengan lampu-lampu terang dan peralatan bedah di mana-mana. Ruangan yang sama tempat aku melahirkan Mae dulu dipenuhi begitu banyak tim medis. Mereka mengenalkan diri satu per satu.
Ada tiga dokter dan beberapa perawat membantu proses persalinanku waktu itu. Si kembar lahir masing-masingnya pukul 11.55 dan 11.56 WITA. Si abang lahir dengan berat 3,26 kg dan panjang tubuh 50 cm. Si adik lahir dengan berat 2,61 kg dan panjang tubuh 47 cm.
Bayi kami kembar nonidentik (fraternal) yang memiliki dua plasenta dan dua kantong bayi. Sesaat sebelum suster membawa kedua jagoanku keluar dari ruang operasi, dia memperlihatkan keduanya padaku yang kebetulan setengah sadar karena bius lokal.
Aku melihat sekilas wajah keduanya dalam balutan kain bedong warna hijau. I eyed my boys with wonder and some tears. Aku benar-benar kagum betapa Allah Maha Berencana mengizinkan kami memiliki dua makhluk kecil yang sempurna ini.
Setelah perjumpaan singkat kami, si kembar secepatnya dibawa untuk diperiksa dokter anak. Setelah itu ingatanku sedikit kabur. Aku sempat melihat dua suster membersihkan bagian tubuhku perut hingga ke bawah, kemudian memindahkan tubuhku dari meja operasi ke kasur dorong.
Aku kemudian ditempatkan di ruang pemulihan, tidak boleh minum dan makan selama empat jam ke depan. Kakiku mati rasa, namun aku baik-baik saja.
Antibiotik dan obat penghilang rasa sakit yang disuntikkan membuat tubuhku menggigil bagai dibaringkan di dalam air es. Sebagian besar terasa gatal, namun suster tak membolehkanku menggaruknya karena itu efek sementara. Aku hanya boleh mengusapnya saja.
Setiap ada suster yang mengecek tekanan darahku, aku selalu bertanya jam berapa sekarang? kemudian aku meminta mereka mengizinkan suami dan anakku berkunjung bergantian.
Mas yang pertama masuk ke kamarku. Spontan mas memperlihatkanku foto si kembar. Mas bilang, mas sudah mengadzani si kecil satu per satu. Mas juga sudah mengabari ayah, papa, dan mama. Aku menangis bahagia melihat wajah-wajah mungil itu. Mereka kembar, namun tak begitu mirip satu sama lain, kembar nonidentik.
Tiga jam berlalu, aku mulai bisa menggerakan jari-jari kakiku dan mengangkat lutut naik turun sedikit demi sedikit. Setelah empat jam, mereka baru memindahkanku ke kamar rawat inap, sembari menunggu rooming in bersama si kembar. Di sana aku baru bisa tertidur nyenyak.
Finally Seeing My Babies
Petang menjelang pukul 18.00 WITA, usai dua suster membersihkan dan mengganti bajuku, aku mendengar suara dua kereta bayi didorong bersamaan di luar sana. Jantungku deg-dengan bertemu kedua anak lelakiku.
Menangis, aku kembali menangis ketika suster memanduku menyusui si abang, kemudian bergantian si adik. Mas dan ibu tak kalah haru melihat keduanya. Kakak Mae dengan ceria menyaksikan dua adik kecilnya telah lahir ke dunia.
Pada mereka kami berikan nama RASHIF MAINAKA BOGARA (abang) dan RANGIN MAINAKA BOGARA (adik).
Makna nama keduanya hampir sama, Rashif berarti pelindung, Rangin berarti perisai. Mereka berdua kelak akan menjadi pelindung dan perisai keluarga. Mereka kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin yang melindungi sesama.
Mainaka berarti anak yang menyenangkan dan disenangi. Kami ingin mereka tumbuh menjadi anak yang ceria, anak yang bahagia, anak yang kehadirannya membuat orang-orang sekitar ikut bisa merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Bogara tentu saja nama belakang papanya.
Welcome to our family jantung hati ibun. I promised you that I would always love you and try my best to raise you both into saleh, smart, n happy young men.
Leave a Comment