Cara menghitung biaya persalinan
Cara menghitung biaya persalinan

Memasuki bulan kedelapan anak kacang kesayangan, aku dan mas sudah memutuskan proses persalinan nantinya (insya Allah) akan dilakukan di Rumah Sakit Puri Bunda, Denpasar. Ini adalah rumah sakit yang sama tempat aku melahirkan alm Kakak Raffa dulu, juga rumah sakit tempat praktik dr Semadi. 

Mula-mula aku datang ke RS Puri Bunda, langsung ke bagian informasi. Di sana kami bertemu dengan Mba Gung Tri dan mendapat informasi lengkap tentang perkiraan reservasi kamar dan biaya persalinan dengan dua kemungkinan, persalinan normal dan seksio sesarea (SC). Alhamdulillah kami bersyukur sekali karena terbantu dengan asuransi kantor mas sehingga bisa memilih biaya sesuai tanggungan, maksimal Rp 9 juta untuk normal dan Rp 20 juta untuk SC.

RS Puri Bunda menyediakan empat jenis kamar yang bisa direservasi, yaitu Kelas Kausalya, Super VIP Supraba, VIP Exc Kunti, dan yang paling eksklusif, Suite Sita. Aku mengasumsikan proses lahiran nanti insya Allah normal (yakin BISA!) Kami pun sepakat untuk memilih Super VIP Supraba, ruangan yang sama tempat aku dirawat dulu.

Biaya persalinannya untuk normal Rp 7,21 juta plus obat Rp 900 ribu. Jadi, totalnya Rp 8,1 juta. Jika dalam kondisi final aku diharuskan melahirkan SC, maka ada tambahan biaya patologi Rp 1,4 juta. Alhamdulillah kami hanya perlu menambah Rp 500 ribu dari biaya tanggungan asuransi, nanti bisa dibantu dari kantorku. Jika melahirkan SC dengan jenis kamar sama, biayanya Rp 13,624 juta ditambah obat Rp 900 ribu sehingga totalnya Rp 14,5 juta.

Semua biaya di atas untuk menginap 2 hari 1 malam (normal) dan 3 hari 2 malam (SC), sudah termasuk biaya kamar, perawatan ibu dan bayi, biaya tindakan persalinan, pemeriksaan darah, laboratorium standar, dan paket bayi. Jika ada hasil berbeda sesuai indikasi medis dari diagnosis dokter, apakah itu perlu pemakaian obat khusus atau alat tambahan, maka ada juga biaya tambahan di luar paket.

Selesai tanda tangan lembar reservasi, Mba Gung Tri menyampaikan bahwa aku berhak mendapatkan konsultasi gratis di klinik laktasi, baby massage, senam hamil (10 kali), dan juga voucher foto gratis untuk bayi dan bunda di salah satu studio foto keren di Denpasar. Done, aku dan mas pun sedikit bernapas lega, sambil elus-elus perut. Hehehe.

Dr Semadi memperkirakan HPL-ku sekitar 13 Juni 2016. Aku semakin deg-deg-an karena sudah memasuki akhir April. Ini adalah pengalaman pertamaku. Masih teringat betapa sakitnya sewaktu aku melahirkan alm Kakak Raffa yang keguguran saat usianya 4,5 bulan dalam kandungan dulu.

Melahirkan janin 4,5 bulan saja sakitnya setengah mati, apalagi bayi 9 bulan? Aish, lupakan saja sakitnya, toh ini adalah kodratku sebagai perempuan, dan 80 persen perempuan di dunia ini dapat melahirkan normal. Yang penting, anak kacangku sehat dan keluarga kecil kami kian sempurna karena kehadirannya.

Hal yang masih menjadi ketakutanku sesungguhnya adalah hari-H nanti, apakah mas bisa menemaniku di ruang persalinan atau tidak? Ibu dan mama sudah menyanggupi. Salah satu dari mereka bersedia menemaniku jika mas tak bisa. Suamiku sendiri fobia dengan darah. Namun, mas pernah bilang akan masuk jika aku menginginkannya.

Aku khawatir jika mas memaksa masuk justru akan timbul masalah lain. Lebih baik mas menunggu di luar dan mengurus segala keperluan setelah persalinan termasuk juga administrasinya.

Tapi, di sisi lain, wanita mana saja, siapapun dia, pasti ingin ditemani suami tercinta dihari istimewa ini. Kehadiran suami pastinya memberi kekuatan penuh pada istri saat berjuang melahirkan anaknya. What should I do? Bimbang sambil dengerin Baby Mine-nya Bette Midler ^_^

Share:

Leave a Comment