Review film animasi "Minions"
Review film animasi "Minions"

Setelah memenangkan hati penonton usai menjadi asisten penjahat super, Gru pada dwilogi ‘Despicable Me,’ sosok minion semakin diidolakan banyak orang. Selagi mempersiapkan jilid ketiganya, Pierre Coffin ditemani Kyle Balda mencetuskan ide film spin off berjudul ‘Minions’ yang baru saja dirilis 16 Juni 2015. Di mall dan toko mainan banyak kita jumpai boneka minion, bantal minion, tas minion, gantungan kunci minion, hingga terakhir ada iklan buku tulis minion. Ya, minion tahun ini dirilis cukup tepat, sewaktu anak-anak Indonesia libur sekolah menyambut tahun ajaran baru. 

Sejak tahu minion akan hadir dalam bentuk prekuel, aku dan suami menonton semua trailer barunya di YouTube. Akibatnya, sewaktu menyaksikan full filmnya di bioskop, aku merasa surprisenya kurang. Mengapa? Sebab semua adegan terlucu di film ini ternyata sudah dimunculkan di trailernya. Pada satu titik, aku mulai berpikir, ini film ‘Minions’ atau ‘Meh-nions’ ? Hehehe. Lupakan pikiran itu, sebab animasi ini tetap sukses mengundang tawa berkepanjangan.

Saat layar bioskop ditutup, aku langsung berkomentar pada mas bahwa spin off ini mungkin tidak akan mencetak rekor sebaik dua film induknya. Meski demikian, karakter minion yang loveable ini tetap sukses membuat kami tertawa lepas ketika menontonnya, berkat tingkah polah konyol mereka 😀 Aku mencoba membuat sedikit review dari film yang baru saja kami tonton ini.

Minion rupanya sudah ada sejak zaman purbakala lho. Sedari dulu, minion mengabdikan hidupnya sebagai kaki tangan penjahat, mulai dari T-rex, Genghis Khan, Firaun, hingga Drakula. Akan tetapi, bos-bos makhluk penyuka pisang ini memiliki tingkat kematian sangat tinggi. Minion telah menyebabkan jutaan orang tuannya tewas. Lihat saja ketika mereka mendorong seekor T-rex terjun langsung ke lava gunung berapi. Ketika merayakan ulang tahun drakula yang menjadi tuan mereka, para minion secara tidak sengaja menarik tirai, sehingga si drakula terpapar sinar matahari dan musnah. Demikian juga seekor yeti yang tewas karena tertimpa stalaktit es. Ya, nasib akhir mereka selalu tragis.

Suatu hari, minion kalah dalam pertarungan karena tak sengaja menembakkan meriam ke arah tuannya sendiri, Napoleon. Pasukan Prancis akhirnya menyerang mereka sehingga para minion melarikan diri dan hidup dalam pengasingan di sebuah gua es. Minion ini diceritakan bersifat immortal alias abadi. Awalnya, di dalam gua es itu mereka menjalani hari-hari dengan tetap ceria, bernyanyi, dan bermain. Lama kelamaan, ketiadaan seorang pemimpin menjadikan mereka depresi.

Salah satu minion, Kevin yang tubuhnya sedikit lebih tinggi dari lainnya berencana untuk meninggalkan gua es yang selama beberapa tahun terakhir menjadi rumah mereka. Dalam pidato tak jelasnya, Kevin mengatakan dirinya ingin mencari tuan baru untuk kelompok mereka. Oleh sebab itu, Kevin membutuhkan beberapa sukarelawan, hingga terpilihlah Stuart (si pemain ukulele bermata satu yang bandel) dan Bob (si kerdil sekaligus si bontot nan lugu namun penuh semangat). Ketiganya kemudian memulai perjalanan menemukan penjahat paling ambisius untuk menjadi tuan baru mereka.

Trio unyu-unyu ini berkelana panjang dan melalui berbagai macam rintangan super kocak. Penonton disajikan lawakan tanpa ampun menit demi menitnya 😀 Kevin dan teman-temannya kemudian berhenti di New York. Film ini disetting sekitar 1960an, melihat soundtrack lagu dimainkan oleh The Beatles, The Rolling Stones, The Turtles, Donovan, hingga Jimi Hendrix . Tanpa sengaja ketiga minion melihat sebuah siaran khusus penjahat di salah satu stasiun televisi, Villain Network Channel. Dari siaran itu, Kevin dan teman-temannya menyimpulkan bahwa mereka harus melakukan perjalanan ke Villain Con di Orlando untuk mengikuti konferensi penjahat seluruh dunia dan menemukan bos baru.

Kevin, Stuart, dan Bob akhirnya mendapatkan tumpangan kendaraan dari keluarga perampok bank, terdiri dari Nelson, istri, dan tiga orang anaknya. Sesampainya di Orlando, trio ini terpesona dengan ratu penjahat bernama Scarlet Overkill (Sandra Bullock) yang muncul dengan gaun roket merah. Scarlet sama halnya dengan Gru, sosok penjahat ambisius yang memiliki banyak senjata mematikan, mulai dari baju roket, pistol lava, topi hipnotis, hingga lengan octopus. Lewat tantangan tak disengaja, minion berhasil direkrut sebagai anak buah Scarlet dan suaminya, Herb.

Scarlet memiliki ide gila, yaitu mencuri mahkota Ratu Inggris, Elizabeth II. Dia menugaskan Kevin dan kedua temannya untuk mewujudkan impiannya tersebut. Sayangnya, setelah minion menyelesaikan misinya dan Scarlet mendapatkan mahkota tersebut, penjahat wanita ini justru membuang pelayan setianya. Kevin, Stuart, dan Bob merasa dikhianati ketika mengetahui Scarlet justru ingin membunuh dan memusnahkan kaum mereka. Mereka lalu menyadari bahwa Scarlet bukanlah bos yang mereka cari.

Gru muncul sebagai kameo diakhir cerita. Dia menundukkan Scarlet dan Herb dengan merebut mahkota Ratu Inggris dari tangan keduanya. Para minion terpesona dan mengejar Gru hingga akhirnya menjadi pelayan setianya. Ketika melihat Gru, semangatku menyaksikan film ini kembali memuncak. Sayangnya hal itu tak berlangsung lama. Duo Coffin-Balda tampaknya melupakan alur dan naskah cerita yang bisa menaikturunkan emosi penonton. Di sepanjang menit film ini, penonton (termasuk aku dan mas) sudah letih duluan akibat tertawa terbahak-bahak. Film ini murni mengundang tawa, namun kurang memicu rasa penasaran.

Plot film milik rumah produksi Illuminations Entertainment ini juga terbilang dangkal, ditambah durasi tayangnya hanya 90 menit. Beberapa scene difilm animasi ini memang sedikit tak pantas untuk ditonton anak. Misalnya sejumlah lelucon dewasa ketika Scarlet dan Herb mengumbar kemesraannya. Demikian juga penampilan minion yang cukup sering memperlihatkan diri mereka tanpa busana.

Terlebih lagi, film ini menceritakan sosok minion yang sangat mengidolakan penjahat, tak bagus untuk diteladani anak. Berbeda dengan ‘Despicable Me 1&2’ yang plot ceritanya bervariasi, seperti misi Gru untuk menyelamatkan tiga orang anak angkatnya yang yatim piatu dari tangan Vektor, penjahat saingannya. Para orang tua harus bekerja ekstra keras untuk mendampingi anak-anaknya saat menonton, sebab tetap ada pesan moral yang bisa dipetik diakhir cerita 🙂

Sisi menyenangkannya adalah aku bisa mendengarkan minion berdialog menggunakan bahasa Indonesia. Kita tahu bahwa minion memiliki keterbatasan linguistik dimana 90 persen ocehan mereka tak ada artinya. Percakapan mereka hanya diselingi kata-kata familiar, seperti ‘banana,’ ‘kumbaya,’ atau ‘bos.’

Aku dan mas kaget sekali begitu diakhir cerita Bob mengucapkan ‘terima kasih’ saat Ratu Elizabeth II memberikan sebuah mahkota kecil untuk boneka beruang kesayangannya. Kami sempat mengira ucapan ‘terima kasih’ itu hanya khusus film yang diputar di Indonesia, namun belakangan kami ketahui bahwa pengucapan yang sama juga diputar di bioskop-bioskop luar negeri.

Tim kreatif film ini tampaknya tahu benar bahwa minion memiliki penggemar dari banyak negara, sehingga mereka dengan cerdas menyelipkan berbagai suku kata bahasa. Selain terima kasih, minion juga mengucapkan ‘mazel tov’ (bahasa Ibrani yang bearti selamat atau semoga berhasil) dan ‘gracias’ (bahasa Spanyol yang artinya terima kasih).

Kata ‘terima kasih’ mungkin diadakan sebab Coffin sendiri adalah animator keturunan Indonesia. Coffin adalah putra penulis populer Indonesia, NH Dini dari pernikahannya dengan seorang diplomat Prancis, Yves Coffin. Coffin pernah mengatakan bahwa budaya Indonesia adalah budaya paling cantik di dunia. Dia juga pernah bilang bahwa masakan Indonesia adalah masakan paling enak di dunia, serta tak lupa, bahasa Indonesia adalah bahasa paling indah di dunia.

Share:

Leave a Comment