Cegah selimut polusi
Cegah selimut polusi

Pak Martinus sibuk menghalau sekelompok besar belalang yang menyerbu lahan pertanian miliknya juga warga di Desa Lolo Ole, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ladang padi dan jagung itu merupakan sumber penghidupan keluarganya selama bertahun-tahun.

“Tanaman petani, seperti padi, jagung, dan lainnya habis dimakan belalang,” tutur Pak Martinus.

Belalang yang jumlahnya tak terhitung lagi itu menyerbu ladang Pak Martinus yang tak seberapa luas. Sebagian petani beruntung karena sudah selesai panen. Kasihan sekali petani yang belum sempat panen. Mereka terpaksa menelan kerugian karena padi-padi mereka habis tak bersisa.

Belalang salah satu hama yang sangat mengancam lahan pertanian. Serangga satu ini berkembang dalam lingkungan lembab atau semi kering.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofsika (BMKG) NTT sebelumnya mencatat hari tanpa hujan berturut-turut terjadi di sebagian besar NTT sepanjang April-Mei 2022. Kabupaten Sumba Barat Daya juga mengalaminya, tetapi masih mendapati hari hujan dengan curah rendah (0-50 mm). Kondisi cuaca ekstrem inilah yang menyebabkan populasi belalang di Sumba Barat Daya berlebihan.

Jutaan serangga hama itu melahap segala sesuatu yang mereka lalui, menimbulkan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pasokan pangan dan mata pencaharian petani-petani di Lolo Ore, Weekuri, Sango Ate, Marokota, Reda Pada, Luakoba dan desa-desa lainnya di Sumba Barat Daya terancam.

Belalang-belalang rakus itu memakani tanaman padi dan jagung muda. Petani-petani dipaksa menyaksikan sumber mata pencaharian mereka ditelanjangi di depan mata.

Dua tahun sebelum itu, sekitar Januari 2020, hal sama dialami sejumlah negara di Afrika Timur. Jutaan belalang beterbangan memenuhi langit. Mereka tampak bagai awan gelap yang perlahan mendekat dan melahap hasil bumi masyarakat.

Serbuan hama belalang di Afrika Timur berada pada titik terburuk dalam 25 tahun terakhir. Gerombolannya mencapai 150 juta ekor per kilometer persegi. Organisasi Pangan Dunia (FAO) mencatat belalang menghancurkan lebih dari 175 ribu hektare (ha) lahan pertanian di Somalia dan Ethiopia.

Kita tahu bahwa negara-negara di sana rentan bencana kelaparan. Mereka juga menghadapi risiko cuaca buruk bertubi-tubi.

Belalang bereproduksi sebelum bulan-bulan dengan cuaca dingin. Telur-telurnya menetas ketika cuaca mulai hangat. Artinya, pada wilayah cenderung hangat seperti Sumba Barat Daya, telur-telur belalang menetas lebih cepat.

Belalang kecil hingga remaja selalu lapar. Mereka memakan hampir seluruh vegetasi, termasuk tanaman pertanian, padang rumput, hingga tanaman-tanaman kehutanan.

Peningkatan hama belalang di Sumba Barat Daya adalah contoh kecil dari konsekuensi tidak langsung perubahan iklim. Lainnya adalah krisis air dan kelaparan, risiko kesehatan hingga ancaman terhadap mata pencaharian. Jangan lupa, ada implikasi ekonomi untuk menangani kerusakan sekunder terkait perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Contoh konsekuensi langsung perubahan iklim adalah peningkatan suhu bumi, permukaan air laut, curah hujan, proporsi siklon tropis, penurunan lapisan es dan salju di Laut Arktik, erosi gletser, dan kekeringan di mana-mana.

Seandainya kita gagal menahan laju perubahan iklim, ada harga mahal yang harus kita bayar di masa depan.

Selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim. Penyebab terbesar perubahan iklim adalah peningkatan suhu permukaan bumi atau global warming.

Nah, global warming sendiri terjadi karena peningkatan konsentrasi polutan, khususnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer akibat aktivitas manusia.

Apa saja bentuk-bentuk polusi dari aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan iklim?

1. Minyak dan gas (migas) bumi

Hampir seluruh industri dunia menggunakan migas sepanjang waktu, terutama industri kendaraan, bangunan, dan ketenagalistrikan.

2. Deforestasi

Deforestasi adalah pembukaan hutan dan lahan yang bertujuan untuk memproduksi kayu atau mengubah bentang alamnya untuk pertanian, perkebunan, atau pertambangan.

Pohon dalam hutan selama ini menyerap karbon dioksida dan mengubahnya menjadi oksigen. Ketika pohon-pohon ini ditebang, karbon dioksida yang tadinya tersimpan lepas ke udara. Deforestasi juga bisa dipicu kebakaran hutan.

3. Sampah dan limbah

Manusia hari ini menghasilkan sampah dan limbah jauh lebih banyak dari sebelumnya. Salah satu pemicu adalah penggunaan kemasan plastik yang tidak bisa terurai dalam waktu singkat dan sulit didaur ulang.

Artinya, sampah-sampah plastik tadi berakhir di tempat pembuangan sampah. Nah, ketika tumpukan sampah ini mulai terurai di tempat pembuangan sampah, dia berpotensi melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer yang berkontribusi mendorong pemanasan global dan memicu perubahan iklim.

4. Pembangkit tenaga listrik berbahan bakar fosil

Pembangkit listrik di Indonesia saat ini masih didominasi PLTU atau PLTD yang berbahan bakar batubara. Polusi yang dihasilkan bukan hanya berakhir di atmosfer, tetapi juga perairan dan laut yang berkontribusi pada pemanasan global.

Hingga 2021, Indonesia memiliki 126 unit PLTU yang tersebar di Unit Induk Wilayah (UIW), Unit Induk Pembangkitan (UIK), Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL), serta Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN di berbagai provinsi Indonesia.

5. Pengeboran minyak

Pengeboran minyak biasanya menghasilkan minyak bumi, hidrokarbon yang dalam prosesnya melepaskan gas ke atmosfer. Gas ini bukan hanya menyebabkan perubahan iklim, melainkan juga meracuni satwa liar dan lingkungan sekitar.

6. Kendaraan dan transportasi

Jenis transportasi sangat banyak, mulai dari sepeda motor, mobil, pesawat, kapal laut, dan kereta api. Hampir semuanya mengandalkan bahan bakar fosil yang melepas karbon dan jenis polutan lainnya ke atmosfer.

Inilah yang membuat sektor transportasi ikut bertanggung jawab atas perubahan iklim.

7. Gaya hidup konsumerisme

Gaya hidup membuat orang bisa membeli produk apa saja dan kapan saja. Ini berarti pabrik memproduksi lebih banyak barang setiap tahun, bahkan memproduksi berlebihan.

Sebagian besar produk yang kita beli tidak terlalu berkelanjutan. Pengurangan masa pakai dari barang-barang elektronik dan pakaian bisa menghasilkan lebih banyak limbah dan polusi dari sebelumnya.

8. Aktivitas pertanian yang kurang ramah lingkungan

Sektor pertanian memakan banyak ruang terbuka hijau. Lingkungan yang tadinya mungkin berhutan lebat harus dikonversi menjadi lahan pertanian.

Hewan-hewan ternak menghasilkan gas rumah kaca, seperti metana. Mereka juga menghasilkan limbah dalam jumlah sangat besar.

Tidak semua lahan pertanian mengadopsi pertanian organik. Inilah yang membuat sektor ini turut andil menyumbang polusi untuk bumi.

Dampak negatif #SelimutPolusi yang menyebabkan perubahan iklim terus memburuk dan berlipat ganda pada tingkat yang menurut saya sudah dramatis. Upaya global yang ambisius diperlukan untuk mengurangi emisi dan membatasi dampak perubahan iklim di planet ini.

Apa saja dampak perubahan iklim bagi manusia?

1. Krisis air dan kelaparan

Perubahan iklim meningkatkan suhu bumi yang memicu kekeringan di mana-mana. Saat itu terjadi, pasokan pangan dunia terancam. Akses air bersih kemungkinan makin terbatas dan risiko kelaparan menjadi lebih besar dari sekarang.

Banjir dan kekeringan yang disebabkan perubahan iklim mempersulit produksi pangan. Akibatnya, harga pangan meningkat, akses terhadap sumber-sumber pangan kian terbatas yang pada akhirnya menempatkan banyak orang pada risiko kelaparan lebih tinggi.

2. Risiko kesehatan meningkat

Kekurangan gizi adalah dampak kesehatan terbesar dari perubahan iklim abad ini. Sebagian besarnya dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah. Sebagian besar peningkatan gizi buruk terkait dengan cuaca panas yang kian ekstrem yang kemudian meningkatkan konflik.

Laporan Krisis Pangan Global 2020 mencatat jumlah tertinggi angka rawan pangan mencapai 135 juta jiwa yang tersebar di 55 negara. Sebagian besar krisis pangan dipicu perubahan iklim dan bencana alam, seperti banjir dan hujan ekstrem.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017 pernah memproyeksikan sebanyak 250 ribu jiwa per tahun sepanjang 2030-2050 akan meninggal dunia akibat gizi buruk, malaria, diare, dan panas ekstrem. Semua ini adalah jenis-jenis penyakit yang terkait dengan perubahan iklim.

3. Jumlah pengungsi bertambah

Jika permukaan laut terus naik, masyarakat pesisir yang porsinya mencapai 40 persen dari populasi dunia berisiko kehilangan rumah mereka. Kondisi tersebut diperburuk cuaca ekstrem dan kekeringan berkepanjangan yang memaksa jutaan orang seluruh dunia kehilangan tempat tinggal.

Mereka harus pindah demi meneruskan hidup. Sebanyak 9,8 juta orang di seluruh dunia telah mengungsi akibat perubahan iklim, seperti kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Jumlahnya rata-rata 50 ribu orang per hari.

4. Ancaman terhadap mata pencaharian

Perubahan bertahap bentang alam akibat deforestasi mengubah hutan yang tadinya hijau kian gersang. Kebakaran hutan makin sering terjadi, disusul banjir tak menentu.

Kekayaan keanekaragaman hayati kian berkurang yang pada akhirnya secara efektif mengancam mata pencaharian masyarakat yang berkelanjutan.

5. Hilangnya keanekaragaman hayati

Flora fauna, khususnya satwa liar menghadapi tantangan baru untuk bertahan hidup di tengah perubahan iklim. Kekeringan ekstrem, badai topan, gelombang panas, dan naiknya permukaan air laut secara langsung membahayakan satwa liar. Ini juga menghancurkan habitat mereka dan mendatangkan malapetaka pada kelestariannya.

Spesies yang sangat sensitif, seperti gajah sumatra, harimau sumatra, beruang kutub, penyu, paus, panda, serta bentang alam, seperti hutan amazon, Laut Arktik, segitiga karang dunia, dan Pegunungan Himalaya juga terdampak.

Tak perlu heran jika saat ini banyak laporan masyarakat di Sumatra bahwa harimau sumatra dan gajah sumatra masuk ke pemukiman mereka. Beberapa laporan di Jawa juga menyebutkan ular sanca atau python masuk rumah saat musim hujan.

Satwa liar makin terdesak dan kehilangan habitat. Insting bertahan hidup mendorong mereka memberanikan diri masuk pemukiman manusia yang selama ini sebetulnya mereka hindari.

6. Meningkatnya jumlah hama dan patogen

Deforestasi membuat beberapa spesies hewan di hutan, seperti burung dan kelelawar menghilang atau berpindah mencari habitat baru. Padahal, hewan-hewan ini merupakan predator yang memangsa serangga, seperti nyamuk dan lalat di hutan.

Nyamuk berkembang biak di daerah yang hutannya baru saja mengalami deforestasi. Hutan gundul menyebabkan jumlah genangan air, apakah itu dari kolam-kolam kecil, gorong-gorong, lubang, atau sungai yang tersumbat oleh batang pohon yang baru ditebang semakin banyak. Semua itu menjadi media nyamuk untuk berkembang biak.

Deforestasi juga menghilangkan predator alami hewan pengerat, seperti tikus. Akibatnya populasi serangga dan hama tikus meningkat sehingga penyakit seperti tifus mudah menyebar.

7. Implikasi ekonomi untuk menangani kerusakan sekunder terkait perubahan iklim

Banjir terbesar abad ini yang disebabkan perubahan iklim terjadi di Pakistan. Dampak ekonominya amat besar terhadap infrastruktur dan mata pencaharian masyarakat, mencapai empat miliar dolar AS (sumber: Republika.co.id).

Bank Sentral Pakistan menandai curah hujan yang tembus rekor tahun ini merupakan ancaman ekonomi yang berdampak pada sektor pertanian yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian negara tersebut. Pakistan harus berusaha keras megatasi dampak jangka panjang perubahan iklim.

8. Adaptasi masif di semua bidang

Mau tidak mau, perubahan iklim mengharuskan kita berubah dengan beradaptasi secara masif di seluruh bidang. Pertanian, kehutanan, energi, infrastruktur, pariwisata harus memasukkan unsur mitigasi terhadap perubahan iklim.

Ini berarti pemerintah seluruh dunia perlu menyesuaikan porsi anggaran dengan memasukkan unsur mitigasi perubahan iklim ke dalamnya.

Hutan yang terjaga dengan baik membantu mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim dan memajukan tujuan mitigasi serta adaptasi. Pendekatan sinergis yang melibatkan pengelolaan hutan lestari membawa manfaat besar bagi bumi.

Ada sejuta alasan hutan sebagai solusi mengatasi polusi dan perubahan iklim. Berikut saya membahas empat di antaranya.

1. Hutan adalah spons karbon

Hutan adalah spons karbon yang menyerap karbon dari udara melalui fotosintesis dan respirasi. Hutan menyerap sekitar dua miliar ton karbon dioksida per tahun.

Studi Hutan Itu Indonesia (2017) menunjukkan 82,7 persen responden menyatakan prihatin atas kondisi hutan Indonesia. Hanya 27,3 persen saja yang menyadari perilaku manusia berdampak butuk pada kondisi hutan kita saat ini.

Inilah kenapa seluruh pihak perlu bahu membahu mengampanyekan pentingnya koneksi antara manusia dan hutan. Ketika semua orang menyadari fungsi hutan dengan baik, mereka dengan sendirinya aktif menjaga hutan beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

2. Hutan tropis mendinginkan udara di muka bumi

Hutan tropis adalah penyejuk alami bumi ini yang mendatangkan hujan. Kok bisa?

Hutan menarik uap air dari tanah dan melepaskannya ke atmosfer. Akibatnya, pola curah hujan lokal, regional, dan global lebih teratur dan menjadi penyejuk alami seluruh sisi bumi.

Salah satu fungsi hutan adalah melindungi bumi dari perubahan iklim. Hutan membantu menjaga bumi 0,5 derajat lebih dingin, melindungi kita dari panas ekstrem dan banjir akibat pemanasan global.

Hutan memancarkan bahan kimia yang disebut biogenic volatile organic compounds (BVOCs). Inilah yang menciptakan aerosol untuk memantulkan energi yang masuk ke bumi membentuk awan. Ketika keduanya bekerja, muncullah efek pendinginan suhu pada bumi.

3. Hutan adalah sumber pangan dan obat-obatan

Hutan layaknya supermarket raksasa bagi manusia. Dia tak hanya menyediakan oksigen untuk bernapas, pangan, air, tetapi juga obat-obatan.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Ervizal AM Zuhud mengatakan bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat yang berbineka tunggal ika. Mereka berasal dari berbagai etnis atau suku asli yang hidup di dalam dan sekitar hutan seluruh Nusantara.

Sejak dahulu, masyarakat memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan dan hewan dari hutan untuk pengobatan berbagai macam penyakit.

Dilansir dari buku Kamus Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia oleh Ervizal AM Zuhud dkk, penelitian etonobotani di Indonesia setidaknya menghasilkan ratusan spesies tumbuhan obat. Berikut beberapa contohnya:

  • 78 spesies tumbuhan obat digunakan 34 etnis untuk mengobati malaria.
  • 133 spesies tumbuhan obat digunakan 30 etnis untuk mengobati demam atau inflamasi
  • 110 spesies tumbuhan obat digunakan 30 etnis untuk gangguan pencernaan

Ada banyak lagi contoh lain yang menunjukkan kekayaan potensi etnobotani dari hutan Indonesia. Jadi, mengapa kita harus melulu mengandalkan obat-obatan kimia?

4. Hutan adalah bank air

Air adalah sumber kehidupan. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan suhu bumi. Hal ini menyebabkan kekeringan menjadi lebih umum.

Manusia menggunakan lebih banyak air ketika suhu meningkat. Sama halnya seperti kita berkeringat lebih banyak saat cuaca panas, suhu udara lebih tinggi juga menyebabkan tanaman kehilangan air atau mengeluarkan lebih banyak air. Ini berarti petani membutuhkan lebih banyak air untuk mengairi lahan pertaniannya.

Kebutuhan air kelak makin besar. Jika tak ada hutan, persediaan air makin menipis.

Dalam memerangi selimut polusi, pohon adalah senjata paling populer. Sejak dahulu, penanaman pohon dalam skala kecil atau pun besar terbukti efektif memperlambat perubahan iklim.

Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa pohon bagus untuk lingkungan. Tidak ada satu pun penelitian menyarankan kita menebang hutan atau pun meminta kita membatasi upaya-upaya memerangi deforestasi.

Perubahan iklim membutuhkan aksi global yang bisa diupayakan dengan berbagai cara.

1. Tanam lebih banyak pohon

Hutan mendinginkan planet ini. Daun-daun pohon menyerap lebih banyak sinar matahari daripada jenis tutupan lahan lainnya, seperti ladang atau tanah kosong.

Hutan bisa mengurangi albedo permukaan bumi. Artinya, planet ini akan memantulkan lebih sedikit sinar matahari ke luar angkasa yang menyebabkan pemanasan global.

Bersyukurlah kita tinggal di negara tropis di mana curah hujannya tinggi. Hutan tropsi adalah pendingin iklim yang pasti. Pohon-pohon di daerah tropis tumbuh relatif cepat dan mengeluarkan air dalam jumlah besar yang membentuk awan dan mendinginkan suhu bumi.

Tanamlah lebih banyak pohon semampumu. Hal inilah yang saya lakukan bersama keluarga juga komunitas menulis yang saya bentuk akhir Desember 2021 lalu.

Dua tahun terakhir kami menggiatkan kegiatan penanaman dan adopsi bibit sekitar kawasan konservasi di Indonesia. Selain menanam pohon, saya bersama Komunitas Rimbawan Menulis aktif mengampanyekan semangat cinta lingkungan lewat tulisan-tulisan yang kami bukukan.

2. Bijak menggunakan gawai dan mengonsumsi internet

Sekitar 33 tahun lalu, gagasan internet lahir. Ilmuwan komputer muda di Laboratorium Fisika, Eropa bernama Tim Berners Lee mempresentasikan world wide web (www) pertama kali.

Kini, internet sepenuhnya mengubah hidup kita, mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja, berbelanja, mengumpulkan informasi hingga hiburan. Namun, internet kenyataannya bagai mesin waktu yang turut menyumbang polusi untuk bumi.

Pada satu sisi, produksi ponsel, laptop, komputer, dan perangkat elektronik lainnya berarti mengekstraksi mineral tanah dari perut bumi. Konsumsi energi, khususnya listrik makin tinggi.

Kita bisa melindungi ekologi dengan bijak menggunakan gawai dan mengonsumsi internet. Bagaimana caranya?

Pertama, gunakan perangkat elektronik lebih baik. Sebagian besar konsumsi energi yang terhubung ke internet sering kali berasal dari penggunaan perangkat yang buruk.

Jangan terus menerus menyalakan paket data ponsel sepanjang hari yang menghabiskan energi tanpa biaya. Sekiranya di rumah ada jaringan wifi, maka pilihlah navigasi wifi yang menurut sejumlah penelitian lebih sedikit mengonsumsi energi.

Kedua, kelola email lebih baik. Berhentilah berlangganan buletin atau website yang tidak kita baca. Batasi jumlah penerima email dan jumlah lampiran yang membebani. Hal sama berlaku untuk jumlah penyimpanan cloud dan penyimpanan data secara online lainnya.

Ketiga, hindari streaming video terlalu banyak. Streaming sekarang menjadi salah satu konsumsi energi terbesar pengguna internet. Transfer data real-time untuk video, terutama dalam format kualitas definisi tinggi (HD) menghasilkan konsumsi energi besar.

Tontonlah lebih sedikit video streaming lewat ponsel dan sedapat mungkin kurangi dalam format HD. Jika kita punya televisi digital, jauh lebih baik menontonnya lewat sana.

Keempat, bijak menggunakan gawai. Kita memang tidak bisa lepas dari perangkat elektronik, tetapi ada kalanya kita harus bijak membatasi diri terhubung dengannya.

Jika laptop sedang tidak digunakan, matikan segera. Hal sama berlaku untuk komputer PC. Dengan demikian, kita akan memperpanjang masa pakai dan keawetan gawai sehingga tak perlu mengganti perangkat dalam waktu singkat.

3. Bijak bertransportasi

Sektor tranportasi salah satu sumber polusi terbesar di Indonesia. Kita harus bijak bertransportasi. Gunakan transportasi umum untuk perjalanan lebih jauh. Saat ini kereta api dan bus misalnya, sudah jauh lebih nyaman dari beberapa dekade lalu.

Mobil tidak hanya berkontribusi pada emisi gas rumah kaca, tetapi polusi udara yang disebabkan asap knalpot menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Kualitas udara di ibu kota kian buruk. Jika mengemudi tidak bisa dihindari, setidaknya beralih ke mobil atau motor listrik.

4. Dukung kader-kader konservasi

Anak-anak kita sebagai #MudaMudiBumi kelak akan menjadi kader-kader konservasi yang mewarisi bumi ini. Sebagai pemimpin masa depan yang akan membuat keputusan tentang masalah-masalah yang mereka hadapi kelak, termasuk polusi, anak-anak membutuhkan bimbingan untuk membangun ketahanan diri sejak dini dalam menghadapi konsekuensi dari perubahan iklim global.

Banyak hal bisa kita lakukan. Salah satunya mendukung penerapan kurikulum pendidikan lingkungan di berbagai jenjang pendidikan. Saat ini sebagian besar sekolah sudah menerapkannya, tetapi masih belum merata.

Di rumah, kita sebagai orang tua bisa menerapkan pendidikan lingkungan dari hal-hal kecil. Ini salah satunya dilakukan oleh saya bersama teman-teman Komunitas Rimbawan Menulis yang kami tuangkan dalam buku Emak Rimbawan.

5. Dukung aksi dan kampanye mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal, nasional, dan global

#UntukmuBumiku, sekiranya saya memiliki kekuatan untuk membuat kebijakan terkait pengurangan polusi demi mengatasi perubahan iklim, kebijakan pertama yang akan saya lakukan adalah menjadikan seluruh ibukota provinsi di Indonesia sebagai pilot project penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), terutama untuk penyediaan tenaga listrik.

Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik adalah momentum yang tepat. Pemerintah resmi melarang pembangunan PLTU batubara mulai tahun ini. Kendati menurut saya ini terlambat, tetapi tidak ada kata terlambat untuk melakukan transisi energi yang dimotori seluruh ibukota provinsi dalam skala masif.

Al Gore pernah berkata, “Use your voice, use your vote, use your choice.” Kita harus menggunakan suara kita sebagai konsumen, sebagai pelanggan, bahkan sebagai warga negara yang baik untuk membawa perubahan dalam skala lebih besar.

Jika kita mengambil tindakan secara pribadi saja, mungkin butuh waktu lama membuat perbedaan. Kita tidak bisa mengurangi emisi secara drastis hanya mengandalkan diri sendiri.

Oleh sebabnya, kita harus bersatu dengan mereka atau siapa pun yang memperjuangkan hal sama. Beri tahu wakil rakyat dan pemerintah bahwa mitigasi perubahan iklim itu penting.

Masa depan ekologis Indonesia bergantung pada kebijakan mereka terkait lingkungan, ruang terbuka hijau, infrastruktur, pengelolaan limbah, serta program-program energi bersih.

Ada banyak lembaga memperjuangkan hal ini, seperti Hutan Itu Indonesia, Auriga Nusantara, WALHI, AMAN, dan sebagainya. Bergabunglah dengan gerakan-gerakan dan kampanye sosial mereka yang fokus pada lingkungan.

Yuk, #TeamUpForImpact. Perubahan kecil saja tidak akan menyelamatkan planet kita. Untuk menjaga bumi dari pemanasan global di batas kritis 1,5-2 derajat Celsius, aksi-aksi mitigasi perubahan iklim perlu diterapkan dalam tingkat lebih besar.

Meski demikian, bukan berarti kita harus meninggalkan aksi-aksi kecil kita. Setidaknya, langkah-langkah mengurangi jejak karbon dari diri sendiri membantu meredakan kecemasan dan memberi kita kekuatan serta harapan untuk menjadikan bumi planet yang tetap layak huni.

Share:

24 responses to “Hajar Selimut Polusi dengan Hutan Lestari”

  1. Masruhin Avatar

    Pemanasan global ini yg mengakibatkan perubahan iklim. Salah satu penyebab terjadinya pemanasan global tersebut adalah polusi yg tidak terkendali. Agar bumi kita tidak semakin rusak, mari kita menjaganya. Contohnya adalah dg memperbanyak menanam pohon

    Keren kak, aksi nyata kepedulian terhadap lingkungan

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Terima kasih mas. Yuk, team up for impact.

  2. J i n g g a Avatar

    Kak Muthee, kece badai banget tulisannyaa <3
    aku juga merasa, "ini gimana yaa, kalau terus-terusan begini tuh?"
    Padahal ini berkaitan dengan nasib anak cucu kita nanti jugaa :((

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Thank you Mba Jihan. Takut kaaaaan? Ngebayangin si kakak udah besar gimana hidupnya nanti sama anak2nya.

  3. reyneraea Avatar

    Hutan seharusnya dijaga ya, karena bikin keseimbangan alam jadi baik.
    Sayang banget banyak alasan orang mengubah hutan jadi gersang.

    Di Buton misalnya, saya kaget ketika lama nggak mudik, pas mudik terkejut liat di mana-mana jadi coklat kemerahan, gunung jadi rata, demi tambang aspal dan nikel.

    Alhasil, baru juga permulaan hujan, udah banjir di mana-mana, dan muncul fenomena alam, jadi banyak buaya dong.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Waduuuuh itu seram sekali Kak Rey. Yang datang itu sudah pasti buaya muara. Ganas. Kasihan juga nanti buaya-buayanya karena pasti banyak dibunuh masyarakat karena dianggap penganggu. Padahal, mereka sama sekali tidak niat mengganggu. Rumah mereka sudah tak ada sehingga mau tak mau mencari makan ke permukiman manusia.

  4. Yuni Bint Saniro Avatar
    Yuni Bint Saniro

    Mempelajari dampak perubahan iklim memang bikin kita bergidik. Sayangnya, nggak banyak orang menyadari dampak buruk perubahan iklim tersebut. Sehingga masih banyak sekali sebab-sebab polusi yang terjadi karena ulah masyarakatnya sendiri.

  5. Maria G Avatar

    sedih banget ya Mbak Muthi
    serangga yang menjadi bagian ekosistem dan menjalankan fungsi rantai makanan malah berubah jadi “monster”
    Alih-alih membantu pertanian, malah menghancurkan
    Karena itu bagus banget tulisan2 seperti ini untuk menyelamatkan keberlangsungan bumi

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Terima kasih ambu. Betul, sejatinya serangga adalah penyerbuk. Namun, dalam jumlah besar dan berlebih, dia akan menjadi hama pengganggu.

  6. Ila Rizky Avatar

    Masalah perubahan iklim ini sangat rumit ya, mba. Kita nggak bisa hanya bekerja sendiri, tapi butuh bantuan orang2 penting untuk nggak asal menerapkan kebijakan publik, apalagi terkait limbah pabrik, penebangan hutan, dan lain-lain.

    kalau nggak diurus bakalan nambah masalah besar di kemudian hari. Trus kita nggak bisa main ke hutan lagi karena hutannya udah ilang. Hiks

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Seperti bom waktu yang kita gak tahu kapan akan meledaknya. Yang jelas, dia pasti meledak.

  7. Hani Avatar
    Hani

    Nah iya, negara kita masih tergantung PLTU dan PLTD, padahal konsumsi listrik meningkat. Pengen banget sih mengubah sumber daya di rumah pakai PLTS (surya). Minimal mengurangi konsumsi listrik rumah tangga dari PLN, malah bisa dikonversi. Tapi masih mahal ya…
    Pempertahankan keberadaan hutan kita engga cuma slogan, harus action deh (segera). Terima kasih artikelnya, selalu kece dan lengkap

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Seandainya ratusan PLTD tadi dikonversi ke pembangkit yang ramah lingkungan, sudah beres separuh tugas kita mba.

  8. sumiyati Sapriasih Avatar

    wah … bener banghet nih … negara kita masih tergantung PLTU dan PLTD, padahal kita pengen banget mengubah sumber daya di rumah menggunakan PLTS, namun masih mahal, semoga pemerintah membaca artikel ini, thank you kakak

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      PLTD lama seharusnya dikonversi satu per satu, bukannya malah menambah pembangunan PLTD baru, seperti kasus di Celukan Bawang.

  9. Katerina Avatar

    Setuju mbak, dimulai dari diri sendiri, dengan langkah kecil. Asalkan terus menerus, akan berdampak besar juga. Apalagi bila dilakukan oleh sangat banyak orang. Hasilnya akan keliatan. Yang penting adalah : Ayo mulai!

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Langkah kecil harus kita mulai karena itu tanggung jawab kita. Kalau mau anak cucu selamat dan sehat hidupnya di masa depan. Langkah besar dan masif sangat diperlukan untuk melihat dampak positifnya lebih cepat.

  10. rizka edmanda Avatar
    rizka edmanda

    Membicarakan masalah polusi ini bisa panjang sekali karena kalau dirunut akar permasalahannya bisa dari berbagai sumber tapi semoga dengan upaya-upaya penyadartahuan seperti ini masyarakat jadi lebih melek soal polusi dan bisa melakukan tindakan pencegahan dari yang kecil saja

  11. gemaulani08 Avatar

    Serem banget akibat deforestasi hutan ya mba. Bikin hama sama patogen jadi tak terkendali juga. Hutan harus dijaga supaya polusi tak semakin merajalela. Berasa diingetin kalau bisa memulai jaga bumi dengan mengurangi streaming video. Kadang suka khilaf akutu 🙁

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Itu baru belalang. Kebayang gak kalau kecoak? Wkwkwkwk. Seremmmmm

  12. wahyuindahr Avatar

    Gak bisa bayangin ya kak kalau bumi semakin panas nanti kayak gimana jadinya. Sekarang aja udah panas dan kita ketar ketir. Gimana nanti. Harus segera diatasi nih selimut polusinya biar gak makin parah

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Mau punya AC sebanyak apapun, gak mempan. Kita bakal jadi katak dalam tempurung yang takut ke luar rumah.

  13. supadilah Avatar

    Kalau denger cerita belalang ini jadi inget kisah yang sama terjadi di Lampung. Kalau tidak salah tahun 80-an kamu pernah diserang wabah belalang. Bahkan sampai ke rumah-rumah. Udara dan pemandangan bahkan tertutup sama belalang. Memang kejadian alam seperti ini tidak bisa terprediksi. Tapi bisa jadi karena ulah manusia juga. Mudah-mudahan bumi kita bisa terkurangi polusinya.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Sejak 80-an itu ada, kasusnya mungkin masih kecil ya mas. Sekarang makin sering dan makin intens kejadian begini, setiap kali cuaca ekstrem.

Leave a Comment