Autism spectrum disorder (ASD) paling umum ditandai dengan gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku berulang. Faktanya ternyata bukan itu saja. Gangguan pencernaan juga umum dijumpai pada anak dengan spektrum autisme.
Hal ini berkaitan dengan gizi dan kebiasaan makan. Anak-anak autisi biasanya lebih suka mengonsumsi jenis-jenis makanan tertentu dengan tekstur, warna, bau, suhu, bahkan kemasan tertentu yang sama atau mirip.
Food Neophobia pada Autisi
Anak-anak autisi umumnya mengalami neofobia makanan (food neophobia). Mereka takut dengan makanan yang baru disodorkan padanya, bisa jadi karena rasanya baru atau bentuk makanannya baru. Ini sering banget saya jumpai pada Rashif, putera saya yang autisi.
Anak kecil seusia Rashif sudah bisa mengecap empat rasa utama, yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Namun, anak autisi cenderung menyukai rasa manis dan asin, sehingga ketika ada makanan baru yang disodorkan padanya dengan rasa selain manis dan asin, mula-mula anak pasti menolaknya.
Inilah kenapa anak-anak autisi susah banget makan sayur dan buah. Rashif baru anteng makan markisa yang rasanya manis asam setelah diperkenalkan selama dua minggu. Dia bisa langsung suka srikaya sejak pertama diberikan karena rasanya manis.
Rashif masih makan bubur nasi hingga usianya 22 bulan. Padahal kakak perempuannya dulu sudah makan nasi sejak 10 bulan. Kalo dikasih nasi, atau ikan yang masih kasar, Rashif langsung me-lepeh dan gak mau makan.
Untuk snack atau cemilan, Rashif memilih makanan kering, seperti kerupuk, keripik, atau pilus yang rasanya ada asin-asinnya. Kalo dikasih cemilan berkuah, seperti bakso kuah, atau sup-sup-an, dia langsung gak semangat makannya.
Lidah Rashif sensitif banget sama makanan panas. Dia gak suka makanan hangat. Sukanya makanan dingin atau yang sedikit saja hangatnya. Kalo suhu makanan gak sesuai di lidah, dia kayak trauma dan mogok makan untuk seterusnya.
Anak autisi bisa makan makanan yang sama setiap hari tanpa merasa bosan, tidak seperti anak normal yang makanannya lebih bervariasi. Gak heran kalo anak autisi itu pemilih makanan. Food neophobia membuat mereka enggan mencoba makanan baru.
Rashif bisa makan sereal koko krunch atau honey star dari pagi sampai malam tanpa pernah bosan. Saya baru menyadari perilaku makan anak saya begini setelah Rashif didiagnosa autis oleh dokter di Surabaya.
Beberapa kali Rashif gak nafsu makan, tapi begitu dikasih sereal, dia langsung menghabiskannya. Siangnya gak mau makan lagi, tapi kalo dikasih sereal lagi, dia habiskan. Malamnya makan sedikit banget, tapi begitu dikasih cemilan sereal cokelat kok jadi lahap banget. Pernah dari pagi sampai malam isi perutnya sereal melulu.
Makanan monoton, itu-itu saja, dengan gizi seadanya, inilah yang membuat anak-anak autisi mengalami gangguan pencernaan. Pada tingkat terparah, ini bisa memengaruhi kualitas kesehatan mereka seumur hidup.
Disfungsi Metabolisme pada Autisi
Bukti-bukti bermunculan tentang adanya koneksi usus-otak pada anak autisi di mana gangguan pencernaan, khususnya pada usus berkontribusi pada perburukan perilaku.
Dokter Rudy Sutadi yang merupakan dokter spesialis anak sekaligus konsultan ahli autisme dari KIDABA memaparkan anak autisi perlu menjalani diet ketat terhadap berbagai makanan dan bahan makanan tertentu yang diketahui berefek tidak baik pada anak.
Diet utama anak autisi adalah susu, terigu, gula yang disebut CFGFSF Diet, yaitu Casein-free, Gluten-free, dan Sugar-free. Autisme dipicu masalah genetik, sehingga protein kasein dari susu dan gluten dari terigu tidak seluruhnya dicerna sempurna oleh tubuh autisi.
Pada tubuh anak normal, protein kasein pada susu yang berupa rangkaian asam amino akan dipecah habis, sehingga menjadi satu cincin asam amino saja. Karena kondisi usus anak autisi itu rusak, lebih dari dua per tiga asam amino tadi, yang terdiri dari peptida-peptida tidak diserap baik dan langsung masuk lagi ke aliran darah, hingga mencapai otak.
Otak kita memiliki banyak reseptor, salah satunya reseptor morfin. Reseptor morfin ini ibarat sarang kunci kontak mobil. Anak kunci yang cocok bisa men-start mesin mobil tersebut dan menimbulkan gejala morfinis.
Nah, peptida yang berasal dari kasein susu (caseomorphin) dan peptida gluten yang berasal dari terigu (gluteomorphin) bentuknya sangat mirip dengan anak kunci reseptor morfin. Ini lah jawaban mengapa anak autisi yang tidak menjalankan CFGFSF Diet menunjukkan gejala morfinis.
Dokter Rudi mengatakan berbagai penelitian yang dilakukan tentang autisme menghasilkan temuan adanya abnormalitas pada pola dan disfungsi metabolisme anak autisi. Bentuknya macam-macam, mulai dari gangguan pencernaan hingga disfungsi mitokondria.
1. Gangguan pencernaan
Contohnya konstipasi atau sembelit, diare, refluks asam lambung, peningkatan permeabilitas, penurunan produksi enzim termasuk enzim DPP IV, serta abnormalitas mikroflora.
Anak autisi disarankan menjalani terapi enzim dengan mengonsumsi enzim DPP IV. Pemberian enzim ini untuk memecah protein susu dan gluten yang sebelumnya rutin dikonsumsi anak kita sebelum didioagnosa autisme.
2. Nero-inflamasi
Contohnya aktivasi neroglial, penurunan aliran darah pada beberapa bagian otak, dan abnormalitas ukuran otak.
3. Gangguan hormonal
Contohnya peningkatan produksi kortisol atau hormon stres, gangguan serotonin dan dopamin.
4. Stres oksidatif
Contohnya penurunan metionin dan tanda-tanda lainnya yang menunjukkan terjadi penurunan kapasitas metilasi, peningkatan homosistein, penurunan glutation, peningkatan peroksidasi lipid, dan penurunan kadar B12.
Homosistein adalah asam amino alami yang apabila kadarnya berlebihan dalam darah, justru meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah.
Perilaku makan anak autisi yang pilih-pilih membuat mereka kekurangan nutrisi, khususnya vitamin A, D, K, B12, kalsium, dan seng. Anak autisi lebih sering mengalami defisit vitamin A, D, dan kalsium dibanding anak normal.
Selama Rashif menjalani Biomedical Intervention Therapy (BIT), dokter meresepinya Spectrum Complete yang diproduksi Kirkman. Ini adalah suplemen dengan kandungan banyak vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh anak autisi, seperti vitamin A, D, B12, biotin, kalsium, magnesium, zinc, mangan, selenium, dan sebagainya.
Suplemen Spectrum Complete ini sudah casein-free, dairy-free, egg-free, nut-free, dan soy-free, sehingga cocok untuk anak autisi yang sedang menjalani diet komprehensif.
5. Disfungsi mitokondria
Contohnya penurunan kadar carnitine dan peningkatan laktat.
Gangguan Pencernaan pada Autisi
Penelitian Piotr Walecki, Aleksandra Kawala-Janik, dan Justyna Siwek yang diterbitkan pada 2018 berjudul Autism in Children Connected with Gastrointestinal Symptoms menyebutkan 70 persen anak dengan gangguan spektrum autisme mengalami gangguan pencernaan. Padahal, frekuensi terjadi hal serupa pada anak sehat hanya berkisar 28 persen.
Keluhan gastrointestinal lima kali lebih sering terjadi pada anak autisi dibanding anak normal. Sakit perut dua kali lebih sering terjadi pada anak autisi dibanding anak normal. Sembelit dan diare empat kali lebih sering terjadi pada anak autisi dibanding anak normal.
1. Sembelit atau konstipasi
Sembelit atau konstipasi membuat frekuensi buang air besar anak autisi tidak normal. Pada anak normal, sembelit bisa dipicu tubuh kekurangan cairan, kurang makan buah, sayur, dan serat. Biasanya anak buang air besar sekali dalam tiga hari, atau malah sekali seminggu.
Kondisinya berbeda pada anak autisi di mana mereka tidak bermasalah dengan tekstur makanan, melainkan frekuensi mengeluarkan kotoran dari dalam tubuhnya tidak maksimal. Banyak orang tua dari anak autisi tidak tahu anaknya sembelit karena merasa anaknya masih rutin buang air besar setiap hari.
Sembelit pada autisi artinya anak tidak mengeluarkan cukup kotoran (feses) dari yang seharusnya. Setiap buang air besar, anaknya cuma mengeluarkan kotoran sepanjang beberapa senti saja dari yang seharusnya.
Tanda umum sembelit pada anak autisi, antara lain:
- Anak sering bangun tengah malam karena perutnya gak nyaman, kemudian sulit tidur kembali.
- Anak jadi sakit perut, sehingga jadi rewel dan agresif. Apalagi anak autisi umumnya belum bisa bicara, sehingga tidak bisa mengeluh sedang sakit. Mereka berperilaku agresif sebagai bentuk komunikasi.
- Anak berjalan jinjit. Ini bisa jadi karena sembelit itu menyakitkan, sehingga anak memilih menahan tinjanya supaya tidak sampai keluar.
- Anak menggoyangkan badan (rocking) maju mundur, dengan posisi setengah tengkurap. Mereka melakukannya untuk merelaksasi anusnya.
2. Kotoran berbau tak sedap
Kotoran anak autisi baunya sangat tidak sedap, seperti tumpukan sampah yang sedang dibakar. Orang tua dengan anak autisi pasti bisa membedakan, bagaimana bau kotoran anaknya yang normal dengan anaknya yang autisi. Sangat jauh berbeda.
Saya bisa tahan saat membersihkan kotoran Maetami dan Rangin. Namun, saya beberapa kali muntah di kamar mandi saat membersihkan kotoran Rashif sebelum dia didiagnosis autisme dan belum menjalankan diet komprehensif.
Bau tidak sedap dari feses anak autisi dipicu pertumbuhan bakteri patogen berlebih dalam perut mereka. Kotoran bercampur bakteri itu lama berdiam di usus dan akhirnya mengalami fermentasi di usus besar. Ini lah yang menghasilkan bau tidak sedap.
3. Perut kembung
Anak autisi itu perutnya besar dan buncit. Ini Rashif banget. Selain karena penumpukan feses dalam waktu lama, bisa jadi anak autisi mengalami perut kembung.
Perut kembung bisa jadi tanda anak kita belum sepenuhnya mengeluarkan semua feses di usus besarnya. Alhamdulillah setelah menjalani diet hampir tiga bulan, pelan-pelan masalah gangguan pencernaan pada Rashif menghilang.
4. Diare
Diare atau buang air besar terlalu sering dalam sehari merupakan masalah kesehatan serius bukan hanya pada anak normal, tapi juga anak autisi. Jika diare berlanjut 3-4 hari, segera hubungi dokter anak kita.
Kemungkinan besar penyebab diare pada anak autisi adalah terlalu banyak mengonsumsi buah, magnesium, vitamin C, asam lemak omega-3, dan serat. Diare bisa juga karena reaksi terhadap makanan tertentu, adanya parasit, pertumbuhan berlebih bakteri patogen, konsumsi antibiotik dan suplemen tertentu, peradangan usus, dan masalah lain yang perlu diidentifikasi lebih lanjut.
5. Refluks asam lambung
Apabila anak autisi sering meremas-remas pakaiannya pada bagian dada, bisa jadi dia merasa dadanya panas, perut mual, yang semua itu bisa mengindikasikan refluks asam lambung. Gangguan pencernaan satu ini dikenal juga dengan istilah GERD.
GERD yang terus dibiarkan pada anak autisi bisa memicu muntah berkepanjangan dan akhirnya anak dehidrasi. Saya jadi ingat pengakuan salah satu dokter di Bontang yang anaknya merupakan mantan pasien dr Rudy.
Anak tersebut mengalami gejala sama, yaitu sering muntah, sehingga ayahnya yang dokter harus menaruh banyak baskom di beberapa titik dalam rumah untuk menampung muntah anaknya. Satu-satunya solusi anak autisi yang sering bermasalah dengan refluks asam lambung adalah diet yang benar.
Berbagai usaha untuk mengatasi kelima masalah disfungsi metabolism pada autisi di atas telah menghasilkan perbaikan komunikasi, perbaikan perilaku, perbaikan kognitif, perhatian, dan kesehatan anak autisi secara umum.
Yuk, dietkan anak autisi kita dengan benar supaya mereka gak mengalami lagi gangguan pencernaan berkepanjangan.
Leave a Comment