Imunisasi membentuk kekebalan generasi masa depan. Negara-negara dengan jangkauan imunisasi tinggi terbukti tingkat kekebalan tubuhnya merata, lebih kuat, dan angka kematian lebih rendah. Negara dengan jangkauan imunisasi rendah kekebalannya tidak merata, mudah terpapar wabah, sakit berat, hingga kematian.
Anak kita sejak dilahirkan telah terpapar berbagai kuman. Daya tahan tubuhnya bisa berasal dari imunitas bawaan genetik orang tuanya, juga imunitas spesifik yang diperoleh dari imunisasi.
Pada awal kehidupan bayi, khususnya 6 bulan pertama menyusu eksklusif, ASI memang terbukti memproteksi bayi secara optimal. Setelah itu? Respons imun bawaan atau alaminya pelan-pelan berkurang.
Vaksin memang tidak 100 persen memberi perlindungan pada anak. Oh, come on. Di dunia ini emang ada yang sempurna? Jadi, gak bijak jika kita meminta garansi 100 persen ke dokter atau rumah sakit atas vaksin yang diberikan untuk anak kita.
Anak yang sudah diimunisasi masih berpotensi tertular penyakit tersebut. Namun, dampak yang ditimbulkan jauh lebih ringan dan tidak berbahaya.
Contoh ekstremnya nih, anak kita sudah divaksin campak, tapi tetap didiagnosa campak. Alhamdulillah, karena anak kita sudah divaksin, dia gak meninggal, cuma berobat atau konsultasi ke dokter, lanjut karantina mandiri di rumah, trus sembuh deh.
Imunisasi Lengkap untuk Anak
Vaksin yang beredar di Indonesia mayoritas diproduksi perusahaan plat merah, PT Biofarma. Kualitasnya sudah diakui dunia, bahkan dibeli dan digunakan 132 negara, termasuk 36 negara mayoritas Islam.
Kali ini saya gak mau berdebat sama ibu-ibu yang antivaksin soal imunisasi alami apakah itu ASI, suplemen herbal, madu, dan sebagainya. Jadi, disclaimer dulu nih. Tulisan saya ini sebaiknya hanya dibaca ibu-ibu yang butuh informasi, atau mau teredukasi dengan baik akan pentingnya imunisasi. Sepakat ya?
Yang saya tahu imunisasi itu kekebalannya sangat spesifik, sedangkan suplemen herbal, madu, dan sebagainya itu kekebalannya tidak spesifik. Bukan berarti tidak bagus yaaa. Ketiga anak saya juga rutin konsumsi madu kok. Maksud saya, imunisasi sudah melalui serangkaian penelitian ilmiah ratusan tahun dan terus diperbaharui. For this, saya gak mau debat kusir lagi.
Kita sekarang fokus saja ke imunisasi lengkap untuk anak. Berikut daftar vaksin wajib dan anjuran yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
1. Vaksin Hepatitis B (HB)
Hepatitis B adalah penyakit yang menyerang hati. Bayi baru lahir yang terinfeksi virus ini pada kasus terparah berujung kematian. Virus ini menyebar melalui cairan tubuh, seperti air liur, darah, sperma, dan cairan vagina.
Nah, bayi bisa tertular virus ini jika dilahirkan ibu dengan virus hepatitis B, tinggal di tempat sama dengan penderita hepatitis B, menerima donor darah dari orang terkena hepatitis B, atau masuknya air liur penderita hepatitis B ke dalam tubuh bayi.
Ciri umum bayi tertular virus ini adalah kulit dan mata menjadi kuning (jaundice), tubuh lemas, sakit perut sebelah kanan atas, malas menyusu, bayi muntah, bahkan demam.
Bayi baru lahir memerlukan vaksin hepatitis B karena kekebalan tubuhnya baru terbentuk. Jika terpapar, maka 15-20 persen dari mereka mengalami kematian usia dini akibat gagal hati dan kanker hati.
Berdasarkan rekomendasi IDAI, vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K pertama, minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0, 1, dan 6 bulan.
2. Vaksin Polio
Polio adalah penyakit menular akibat virus di saluran pencernaan dan tenggorokan. Bayi atau anak terinfeksi polio bisa mengalami kelumpuhan permanen, bahkan kematian.
Ada dua jenis imunisasi polio yang wajib diberikan pada anak. Pertama, polio oral atau oral polio vaccine (OPV) berupa vaksin tetes. Kedua, polio suntik atau inactivated polio vaccine (IPV).
Vaksin polio diberikan 4 kali, yaitu saat bayi baru lahir, kemudian bulan kedua, ketiga, dan keempat.
3. Vaksin BCG
Vaksin BCG penting untuk mencegah tuberkulosis (TB) berat dan radang otak akibat TB. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum bayi berusia 3 bulan, optimalnya saat bayi berusia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
Vaksin BCG berisi kuman Mycobacterium bovis yang telah dilemahkan. Vaksin ini sudah digunakan luas di Indonesia dan biasanya meninggalkan bekas suntikan di lengan kanan bagian atas.
Tubuh anak biasanya merespons imun dengan membentuk bisul kecil, sedikit bernanah di lengan tangan. Tenang saja, cukup kompres dengan air hangat, nantinya bisul akan mengempes sendiri. Bisul ini gak berbahaya kok.
4. Vaksin DTP
Imunisasi DTP pertama diberikan paling cepat usia 6 minggu. Bayi bisa diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut, yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan.
Apa sih bedanya vaksin DTP dengan DTPa? Bukannya sama?
Iya, keduanya sama-sama mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Bedanya, vaksin DTP berisi sel bakteri pertusis utuh, termasuk antigen yang tidak diperlukan. Akibatnya anak pasti panas tinggi, bengkak, merah, dan nyeri di area tubuh bekas suntikan.
Nah, anak-anak saya kebetulan diberikan vaksin DTPa yang berisi bakteri pertusis utuh, tapi hanya antigen diperlukan saja. Memang, harga vaksin DTPa ini jauh lebih mahal dibanding DTP biasa. Biasanya DTPa juga sudah digabung dengan vaksin lain, yaitu Hib. So, sekali suntik berarti anak kita sudah setara dua kali imunisasi.
Imunisasi DTP sangat penting diberikan untuk bayi kita. Saya mempunyai pengalaman sedih. Puteri dari sepupu jauh saya meninggal karena penyakit batuk rejan. Ini disebabkan almarhumah tidak diberikan vaksin DTP dan orang tua yang kurang teredukasi perihal imunisasi.
5. Vaksin PCV
Imunisasi PCV jika diberikan pada bayi usia 7-12 bulan, maka diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan. Jika diberikan pada usia lebih dari 1 tahun, maka cukup diberikan 1 kali.
Vaksin pneumokokus atau Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) bertujuan mencegah penyakit akibat infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae. Apa saja tuh? Penyakit radang paru (pneumonia), radang selaput otak (meningitis), dan infeksi darah (bakteremia).
Badan PBB untuk Anak-Anak (Unicef) mencatat kurang dari 14 persen atau 147 ribu balita di Indonesia meninggal karena penumonia pada 2015. Ini berarti 2-3 anak di bawah usia 5 tahun meninggal setiap jamnya karena pneumonia. Inilah alasan pneumonia menjadi penyakit utama yang paling banyak menyebabkan kematian balita di Indonesia.
Penyakit ini bisa menyerang siapa saja, khususnya anak berusia kurang dari 5 tahun dan orang tua di atas 50 tahun. Kelompok paling berisiko terinfeksi pneumokokus adalah anak dengan penyakit jantung bawaan, penderita HIV, thalassemia, dan anak yang tengah menjalani kemoterapi dengan tingkat kekebalan tubuh rendah.
6. Vaksin Hib
Vaksin Hib mencegah radang otak dan radang paru akibat kuman Haemophilus influenza tipe-B. Loh, emang beda ya sama PCV? Banyak amat sih vaksinnya?
Ya begitu lah bu, namanya juga penyakit ya. Ratusan tahun sejak zaman nenek moyang kita yang namanya kuman, bakteri, virus itu terus berevolusi. Giliran anak-anak kita sekarang makin banyak musuh penyakitnya.
Vaksin Hib itu cuma bisa mencengah meningitis dan pneumonia akibat kuman Hib, sedangkan vaksin PCV itu cuma bisa mencengah meningitis dan pneumonia akibat kuman Pneumokokus. Oleh sebab itu anak kita sebaiknya mendapatkan kedua vaksin ini.
Kebetulan ketiga anak saya diberikan vaksin kombinasi. Jadi, vaksin Hib-nya sudah digabung dengan DTPa (baca nomor 4).
7. Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus melindungi anak dari diare. Penyakit ini berbahaya karena berisiko tinggi menyebabkan anak dehidrasi berat yang berujung kematian.
Orang tua penting menjaga kebersihan dan higienitas makanan dan minuman yang dikonsumsi si kecil. Imunisasi menjadi pelengkapnya.
Baca Juga: Drama Imunisasi Bayi
Vaksin rotavirus diberikan melalui tetesan ke dalam mulut, bukan suntikan. Jenisnya ada dua, monovalen dan pentavalen.
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali. Dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu, sedangkan dosis kedua diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberiannya pada usia 24 minggu.
Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 2 kali, dosis pertama usia 6-14 bulan, dosis kedua dan ketika dierikan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian usia pada 32 minggu.
8. Vaksin Influenza
Flu bisa menyebabkan komplikasi serius, khususnya pada anak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kejadian influenza yang berkomplikasi mencapai 5 juta kasus per tahun dengan angka kematian 650 ribu orang di seluruh dunia.
Orang tua sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum memberi vaksin ini pada anak. Beberapa vaksin influenza suntik mengandung telur, sehingga tidak bisa diberikan kepada anak yang memiliki alergi telur. Biasanya dokter menanyakan ini terlebih dahulu.
Vaksin influenza diberikan pada bayi ketika berusia lebih dari 6 bulan. Vaksin ini diulang setiap tahun. Anak yang diimunisasi pertama kali (primary immunization) pada usia kurang dari 9 tahun, diberikan dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosisnya 0,25 mililitern(ml). Untuk anak usia 36 bulan atau lebih dosisnya 0,5 ml.
9. Vaksin Campak
Imunisasi campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila bayi sudah mendapatkan MMR. Campak adalah penyakit yang masuk ke dalam kategori akut di mana masa inkubasinya berkisar 7-18 hari.
Campak disebabkan paramyxovirus dan ditularkan terutama melalui udara. Gejalanya mulai dari demam di atas 38 derajat celsius selama 3 hari atau lebih. Batuk, pilek, mata merah atau berair. Ada bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam. Ruam muncul pada muka dan leher, dimulai dari belakang telinga, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Campak pernah menjadi kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia pada 2015-2017, salah satunya karena kampanye hitam imunisasi. Sebanyak 27 provinsi dinyatakan KLB campak pada 2015 dan meningkat menjadi 30 provinsi pada 2017.
10. Vaksin MMR/ MR
Anak yang sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/ MR diberikan saat mereka berusia 15 bulan. Apabila pada usia 12 bulan anak belum mendapat vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/ MR.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) per 31 Juli 2017 telah mengeluarkan rekomendasi Nomor U-13/MUI/KF/VII/2017 yang memberi dukungan terhadap pelaksanaan program imunisasi Measles dan Rubella (MR). Jadi, harusnya vaksin ini tidak lagi menimbulkan kontroversi ya buk ibuk.
Tahu tidak? Sejak 2010-2015 penyakit rubella di Indonesia semakin menimbulkan masalah. Lebih dari 6.309 anak terserang rubella dan 77 persen di antaranya berusia kurang dari 15 tahun.
Itu semua salah satunya dipicu kampanye hitam tentang vaksin MR. Isu-isu yang menyebutkan vaksin MR ini berbahaya sejak 2003 tak lain bersumber dari berita era 1950-1960an di luar negeri yang menyebut vaksin dikembangkan dari janin babi lah, anjing lah, manusia lah.
Please deh bu, itu lebih dari setengah abad yang lalu. Ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan itu dinamis, berkembang pesat. Teknologi vaksin zaman baheula ya jelas beda jauh dengan teknologi vaksin zaman sekarang yang kajiannya lebih mendalam. Lagian, vaksin-vaksin di Indonesia diproduksi BUMN kita sendiri, PT Biofarma yang pabriknya ada di Bandung.
Akibat kampanye hitam pada 2003 itu, banyak orang tua pada zaman itu tak mau memvaksin anaknya. Konsekuensinya apa? Sepanjang 2005-2006 wabah polio membuat 352 anak Indonesia lumpuh, cacat, dan menjadi beban keluarga seumur hidup.
Sepanjang 2007-2013 wabah difteri membuat 2.869 anak Indonesia dirawat di rumah sakit dan 131 anak meninggal dunia. Sepanjang 2010-2014 wabah campak menyerang 83.391 bayi dan anak di Indonesia.
Kita tentunya gak mau kejadian sama terulang lagi dengan penolakan terhadap vaksin MMR/ MR ini. Ya kan?
Ada juga yang bilang vaksin MMR menimbulkan autisme. Duh, itu apalagi. Sumbernya gak valid. Beberapa orang mengklaim itu hasil penelitian dr Wakefield di Inggris.
Tahu tidak? Dr Wakefield itu cuma dokter spesialis bedah yang beropini hanya berdasar pada sampel 12 anak di mana 5 anak yang dia periksa sudah memiliki kelainan penyakit sebelum diimunisasi. Jadi, vaksin MMR ini gak nyambung sama sekali dengan autisme.
Virus rubella bisa menyerang janin di dalam kandungan ibu. Sepanjang 2015-2016 IDAI mencatat 556 bayi terlahir cacat dengan rincian 79,5 persen mengalami kelainan jantung, 67,6 persen buta katarak, 50 persen mengalami keterbelakangan mental, 47,6 persen otaknya tidak berkembang, 31,3 persen tuli, dan 9,5 persen radang otak. Semoga ke depannya anak kita tidak menjadi bagian dari anak-anak kurang beruntung tersebut ya bu.
11. Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid mencegah penyakit tifus atau tipes akibat bakteri Salmonella typhi. Sumber penularannya bisa melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman.
Tifus termasuk penyakit dengan angka kematian tinggi di Indonesia. Kasusnya bisa mencapai 600 kasus per tahun. Kakak Mae mendapat suntikan tifoid pertama saat berusia 2 tahun dan kembali diulang per 3 tahun, tepat pada saat dia berusia 5 tahun nanti.
12. Vaksin Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit radang hati yang disebabkan infeksi virus hepatitis A. Penularannya sama dengan virus hepatitis B, yaitu secara oral, masuk lewat makanan dan minuman yang terkontaminasi kotoran penderita hepatitis A.
Jika vaksin hepatitis A adalah vaksin wajib, maka vaksin hepatitis B adalah vaksin anjuran. Vaksin ini diberikan dua kali. Suntikan pertama saat anak berusia 2 tahun, dan suntikan kedua dalam rentang 6-12 bulan setelah suntikan pertama.
13. Vaksin Varisela
Vaksin varisela diberikan setelah anak berusia 12 bulan. Vaksin ini bagusnya dimasukkan ke tubuh begitu anak belajar masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia di atas 13 tahun, perlu dua dosis dengan interval minimal 4 minggu.
14. Vaksin HPV
Vaksin human papiloma encephalit (HPV) diberikan saat anak berusia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Vaksin HPV tetravalen diberikan 0, 2, dan 6 bulan. Remaja berkisar 10-13 tahun diberikan dua dosis dengan interval mulai dari 10-13 tahun.
Vaksin HPV penting karena virusnya bisa menginfeksi manusia dan bisa memicu kanker, khususnya di area kelamin. Tipe virus ini banyak, di antaranya HPV 16 dan 18 yang 70 persennya menyebabkan kanker serviks atau kanker leger rahim pada wanita. Ada juga HPV 6 dan 11 yang 90 persennya memicu penyakit kutil kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Banyak orang tua merasa anak-anak gak perlu diberikan HPV karena masih kecil. Padahal, menurut IDAI, vaksin HPV sebaiknya diberikan sebelum seseorang aktif berhubungan seksual.
Keuntungan lain memberikan vaksin HPV pada usia anak adalah pemberiannya cukup dua dosis saja untuk anak usia 10-13 tahun. Apabila vaksin ini diberikan setelah anak berusia 16 tahun ke atas, maka dosisnya harus tiga kali untuk membentuk kadar antibodi.
Harga vaksin ini cukup mahal loh. Jadinya ya jauh lebih hemat jika diberikan sebelum anak-anak menginjak remaja.
Vaksin ini tidak masuk ke dalam program imunisasi nasional. Namun, beberapa kota memberikan vaksin ini gratis untuk anak-anak sekolah dasar kelas 5 dan 6.
15. Vaksin JE
Virus Japanese Enceohalitis (JE) rata-rata diberikan saat anak berumur 12 bulan di daerah endemis atau turis yang akan berpergian ke daerah endemis itu.
Pada 2017 imunisasi JE pertama kali dilaksanakan menyasar anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di Indonesia. Sejak itu imunisasi JE dimasukkan ke dalam imunisasi dasar anak pada usia 9 bulan.
Nah, berhubung kami sekeluarga tinggal di Bali selama enam tahun terakhir (2014-2020) maka Kakak Mae dan si kembar telah mendapatkan vaksin JE perdananya di RSIA Puri Bunda, Denpasar.
Sekarang imunisasi JE sudah berlaku nasional loh. Kasus JE pertama kali pada 2015 ditemukan di Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jakarta. Bali di peringkat teratas karena memiliki area persawahan dan peternakan babi yang luas yang merupakan tempat hidup paling disukai nyamuk Culex tritaeniorhynchus.
Nyamuk Culex ini aktif pada siang hari dan populasinya meningkat di musim penghujan. Ia menyukai area persawahan dan irigasi. Sampai saat ini belum ada obat untuk mengatasi infeksi JE di dunia.
Penyakit yang ditimbulkan berupa radang otak. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak menunjukkan gejala spesifik. Tanda munculnya penyakit ini baru terlihat 4-14 hari setelah orang tersebut digigit nyamuk Culex.
Gejalanya adalah demam tinggi mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, juga perubahan gradual ganggun bicara dan berjala. Gejala awal pada anak biasanya demam, anak rewel, muntah, diare, kemudian kejang.
16. Vaksin Dengue
Demam berdarah tentunya bukan penyakit ecek-ecek ya di Indonesia. Makanya anak-anak kita perlu dibekali vaksin dengue yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Vaksin ini diberikan pada anak ketika berusia 9-16 tahun. Jadwalnya 0, 6, dan 12 bulan.
Nyamuk Aedes aegypti ada hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sasarannya mulai dari anak-anak hingga dewasa. Indonesia adalah negara kedua di dunia dengan kasus demam berdarah tertinggi setelah Brasil. Beban ekonomi yang ditanggung negara setiap tahunnya untuk mengobati pasien demam berdarah mencapai Rp 3,9 triliun per tahun.
Sayangnya vaksin ini masih belum masuk program imunisasi nasional, sehingga tidak tersedia di Puskesmas. Saya pun heran nih. Di satu sisi pemerintah menanggung beban tinggi untuk mengobati pasien demam berdarah, di sisi lain vaksinnya masih belum digratiskan. Piye toh?
Ternyata setelah saya baca lebih lanjut dari berbagai sumber, vaksin dengue sampai hari ini masih masuk fase kajian di Kementerian Kesehatan dan belum diproduksi perusahaan BUMN kita. PT Sanofi Pasteur sampai hari ini pemegang lisensi tunggal di Indonesia.
Nah, begitulah faktanya, tahapan vaksin itu sangat panjang. Gak bijak jika kita seenaknya menghujat vaksin itu konspirasi asing lah, haram lah, apa lah. Gak semudah itu buk ibuk.
Sejauh ini baru Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang telah menyetujui anak yang bisa divaksin DBD berusia 9-16 tahun. Jadwal pemberiannya tiga kali atau tiga dosis, yaitu pemberian vaksin pertama, kemudian 6 bulan setelah vaksin pertama, dan 6 bulan setelah vaksin kedua.
Harga vaksin dengue berkisar Rp 1 juta per dosis. Mahal ya bu? Namun, jatuhnya lebih murah ketimbang setelah anak kita terserang DBD trus dirawat di ICU rumah sakit.
Biaya Vaksin Wajib dan Vaksin Anjuran
Pemerintah sejauh ini mewajibkan dan menggratiskan enam jenis vaksin, yaitu vaksin polio, campak, hepatitis-B, BCG, DPT, dan Hib. Keenam jenis vaksin ini bisa diperoleh di Puskesmas atau Posyandu terdekat. Kita bisa juga mendapatkannya di rumah sakit atau klinik dengan harga rata-rata di bawah Rp 300 ribu, kecuali BCG yang lebih mahal, tapi masih di bawah Rp 500 ribu.
Vaksin anjuran untuk anak yang direkomendasikan oleh IDAI adalah PCV, rotavirus, influenza, MMR/ MR, tifoid, hepatitis-A, varisela, HPV, JE, dan dengue. Harganya rata-rata Rp 500 ribu, maksimal Rp 1 juta.
Tidak semua rumah sakit memiliki stok vaksin tertentu. Berdasarkan pengalaman saya, vaksin JE dan MMR/ MR cukup langka. Saya biasanya akan menelepon lebih dulu pihak rumah sakit untuk menanyakan stok vaksin tersebut. Setelah dinyatakan ada, baru saya membawa anak-anak ke rumah sakit.
Saya akui, biaya vaksin untuk anak jika ditotal terbilang mahal. Vaksin anjuran plus pengulangannya bisa mencapai Rp 8 juta per anak, sementara vaksin wajib (jika tidak dapat yang gratis) plus pengulangannya, totalnya bisa di atas Rp 2,5 juta per anak. Jadi, total biaya vaksin anak bisa Rp 10 juta.
Itu semua kembali lagi kepada preferensi orang tua, mau anaknya diberi vaksin wajib saja atau disempurnakan dengan vaksin anjuran. Saya pribadi tidak menganggap hanya keluarga kaya yang anak-anaknya pasti divaksin lengkap. TIDAK.
Saya memandang vaksin sebagai bentuk INVESTASI untuk anak-anak saya, sejak kecil hingga dewasa nanti. Imunisasi bagi saya sama dengan asuransi pendidikan, sama dengan asuransi jiwa, sama dengan asuransi kesehatan yang dimiliki orang-orang di luar sana.
Saya sadar, uang yang kami keluarkan jika anak-anak saya terkena penyakit tertentu sebagai risiko mereka tidak divaksin JAUH LEBIH BESAR ketimbang uang yang kami keluarkan untuk memvaksin mereka. Bagaimana pun, mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Tidak semua penyakit bisa dicover asuransi, apalagi orang tua yang hanya mengandalkan BPJS. Saya tentu memilih risiko lebih kecil dengan cara memproteksi anak-anak saya dengan imunisasi sedini mungkin.
So, sekali lagi, hindari mindset imunisasi hanya untuk anak-anak orang kaya. Sekiranya tak bisa memberikan vaksin anjuran, minimal ibu disiplin membawa anak-anak ibu ke Puskesmas atau Posyandu terdekat untuk mendapat vaksin wajib yang gratis dari pemerintah. Penyakit itu tidak memilih anak keluarga sultan atau keluarga miskin sekali pun. Penyakit itu tidak pandang bulu. Tua, muda, besar, kecil berpotensi terpapar risikonya.
Semoga informasi yang saya berikan ini berguna untuk yang membaca. Saya sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang DM di Instagram saya minta tolong diulas terkait pengalaman saya memvaksin lengkap anak, beserta biaya. Tulisan ini muncul berkat ide kalian. Terima kasih ya temans. Selanjutnya diskusi kita lanjutkan di kolom komentar ya.
Leave a Comment