“Ini yang terakhir. Aku akan kembali lagi,” kata Hyde terbata-bata melafalkan kalimat berbahasa Indonesia. Ia berjanji akan datang kembali menghibur kami suatu hari nanti. Balada Niji diiringi string orkestra menutup konser L’Arc~en~Ciel World Tour di Jakarta, 2 Mei 2012.
Mei selalu istimewa bagi saya. Bukan hanya karena setiap bulan ini saya berulang tahun, tapi kenangan pertama kali menonton langsung band idola saya, Laruku tak pernah terlupa. Sampai saat saya menuliskan ini pun, tetap saja ada setangkup haru sekaligus bahagia mengingat dulu saya bisa menyaksikan mereka langsung di panggung.
Saya selalu merasa Laruku datang ke Indonesia sebagai hadiah ulang tahun terindah sepanjang usia saya sampai hari ini. Tuh kan, jadi berkaca-kaca sendiri saya.
Bertahun-tahun saya menunggu mereka, sejak 2005, selama itu pula mereka terus menunda rencana konser perdana di Jakarta. Waktu itu mendatangkan Laruku ke Indonesia tak semudah menghadirkan boyband K-pop sekarang.
Perjuangannya sangat panjang, termasuk petisi-petisi yang dikumpulkan Cielers Indonesia untuk mereka. Hari yang dijanjikan pun tiba. Hyde, Tetsu, Ken, dan Yuki menghentak panggung Jakarta malam itu.
Delapan tahun berlalu sejak kedatangan mereka 2012, tapi Laruku tak kunjung menepati janji kembali. Malam konser perdana Laruku di Jakarta diresmikan sebagai hari lahirnya Cielers Indonesia, meski kami mengagumi mereka jauh lebih lama dari itu.
Nonton Konser Perdana Laruku
Masih teringat hari itu saya full liputan pasar modal di Bursa Efek Indonesia (BEI). Deadline berita jam 4 sore saya selesaikan seoptimal mungkin.
Saya rela bayar jasa opang alias ojek pangkalan hingga 75 ribu untuk mengantar saya menembus kemacetan lalu lintas dari Kawasan SCBD ke kosan di Pejaten. Saya langsung mandi dan janjian ketemu Mas Agung Supriyono, teman fotografer saya waktu itu, juga Teh Ririn, teman sekantor yang juga nonton. Kami pun jumpa di depan Stadion GBK. Gak lupa sebelum masuk saya sempatkan beli pernak pernik Laruku, seperti kipas dan poster.
Sebetulnya liputan khusus Laruku bukan desk tugas saya di Republika. Saya menawarkan diri menulis satu halaman koran tentang mereka bukan karena saya adalah reporter, tapi karena saya adalah penggemar mereka, yang merasa paling tahu tentang mereka dibanding siapapun di kantor. Hahaha.
Alhamdulillah, Mba Una, redaktur Newsroom waktu itu mengizinkan saya melakukannya. Saya juga berterima kasih kepada sahabat saya, Ria Ribiy yang telah berkenan mempersilakan saya mengambil alih tugasnya.
Kedatangan Laruku ke Indonesia tak lama setelah mereka merilis album ke-13 bertajuk Butterfly. Mereka merilis album ini setelah 4 tahun 3 bulan antara album ke-12, KISS. Siapa yang gak kangen banget coba dengerin mereka bawain lagu baru.
Panggung raksasa di hadapan saya terbentang megah. Seekor kupu-kupu raksasa muncul di layar dan terbang dengan gagahnya. Hyde, Tetsu, Ken, dan Yuki muncul di depan mata saya.
Keempat rocker idola menghangatkan penggemar setianya dengan lagu lawas, Ibara no Namida, kemudian dilanjutkan dua lagu dari album terbaru mereka, Chase dan Goodluck My Way. Setelah membawakan tiga lagu, Hyde menyapa perdana kami dengan bahasa Indonesia.
“Halo Jakarta, kami Raruku en Shieru. Kalian senang bertemu aku? Aku juga,” ujar Hyde.
Kami yang menonton sontak menyambut sapaan Hyde. Vokalis yang menjadi nyawa Laruku ini menyandang gitar melodinya dan mengajak kami menyanyikan dua lagu rocknya yang sangat kental, yaitu Honey dan Drink It Down.
Seperti biasa, permainan gitar Ken tetap memesona. Seluruh nada melodi ia sampaikan dengan sempurna.
Total ada 19 lagu dibawakan Laruku malam itu. Setelah Niji berakhir, Hyde melambaikan tangan tanda perpisahan pada kami. Saat itu juga saya menangis. Duh, rasanya nano-nano banget.
Untungnya Tetsu dengan kocaknya datang membawa sekeranjang pisang dan melemparkannya ke tengah-tengah kami. Yups, ini adalah ciri khas sang leader setiap konser. Apalagi kalo bukan bagi-bagi pisang. Katanya sih pisang itu buah paling sehat dan buah favorit semua personel Laruku.
“Sampai jumpa, terima kasih,” ujar Tetsu.
Mengapa Suka Laruku?
Nama L’Arc-en-Ciel (baca: Laruku) diambil dari bahasa Prancis yang artinya pelangi. Saya gak bakal cerita soal sejarah band Jepang ini karena pasti sudah banyak yang menuliskannya. Bisa juga baca di buku biografi mereka.
Saya mau cerita mengapa saya cinta mati sama band ini, sejak saya masih jadi anak alay 17 tahun sampai jadi emak-emak 33 tahun. Pokoknya mereka semua my everlasting love.
1. Endorfin terbaik
Laruku adalah band yang bisa bikin saya senyum sekaligus nangis. Saya lagi cinta-cintanya sama Laruku pas lulus SMA dan harus merantau ke Bogor buat kuliah.
Sebagai anak rumahan yang sejak lahir sampai SMA tinggal sama orang tua, saya tentu saja super rapuh tinggal jauh dari mereka, setidaknya satu bulan pertama di asrama IPB Darmaga. Saya sempat sakit malarindu saking kangennya sama rumah, kangen sama ayah ibu, sama adek, juga sama mantan pacar yang udah lama putus, tapi masih aja dicintai waktu itu. Ups.
Hidup di Bogor menuntut saya cepat beradaptasi, bukan cuma dengan hujannya yang setia, tapi juga kulinernya yang manis semua, khususnya bubur ayam berkecap, karedok, dan apa-apa serba dikecapin itu. Secara ya, saya orang Minang yang udah biasa makan pedas setiap hari. Meski pun ayah saya orang Bandung, tetap saja saya lahir dan besar di Sumatera Barat.
Laruku selalu setia menemani saya. Setiap dengerin Jiyuu Eno Shoutai, Ready Steady Go, Stay Away, Are You Feeling Fine, dan My Heart Draws a Dream itu saya bisa wake up dan semangat seketika. Laruku itu seperti endorfin terbaik saya. Mereka salah satu sumber semangat saya.
Begitu saya dengerin Jojoushi, Time Goes On, apalagi Hitomi No Jyuunin, itu saya bisa kayak anak SD mewek semewek-meweknya. Aduh Ken, melodinya bisa bikin mata saya seperti dibawangin tiap hari.
Mau jalan ke kampus? Dengerin Laruku. Lagi ngerjain tugas kuliah? Dengerin Laruku. Lagi ngantuk nunggu dosen mata kuliah selanjutnya? Dengerin Laruku. Lagi belajar mau UTS atau UAS? Dengerin Laruku. Pokoknya Laruku selalu menemani saya kemana pergi.
2. Bukan band rock biasa
Laruku itu lebih tua dari Linkin Park. Hihihi. Jadi ceritanya saya ini bukan penggemar musik rock, tapi entah kenapa Laruku buat saya bukan band rock biasa. Lagu-lagunya tetap ‘bernyanyi’ di hati saya, bahkan mau se-nge-rock apapun musiknya.
Coba deh kalian yang baca ini dengerin beberapa lagunya yang saya tulis di poin satu. Pasti deh langsung suka sejak mendengarkan pertama. Keempat personelnya juga keren. Mereka bisa berganti-ganti posisi, gak statis. Hyde bisa beralih dari vokalis menjadi drumer, Tetsu bisa beralih dari bassis menjadi vokalis, demikian juga Ken dan Yuki.
Gak semua band rock bisa bikin orang jatuh cinta. Rock itu kesannya berisik, ribut, gak jelas vokalisnya nyanyiin apa, kesannya teriak-teriak doang. Ini sama sekali gak berlaku buat Laruku.
Mungkin rasanya sama seperti kalian suka sama lagu-lagunya Linkin Park yang tetap easy listening. Orang yang gak ngerti musik pun bisa suka saat mendengarnya.
3. Karisma Hyde
Hyde adalah nyawa Laruku. Saya gak tahu harus mulai dari mana untuk menceritakan betapa Hyde begitu mengakar di Laruku, meski dia bukan vokalis pertama band ini. Awal berdiri di Osaka, 1991, vokalis Laruku adalah Tetsu yang sekarang menjadi bassis.
Mungkin kalo di Indonesia, Hyde itu kayak Ariel-nya Noah, Kaka-nya Slank, atau Duta-nya Sheila On 7. Kalo band-band itu ganti vokalis, udah deh dijamin ambyar bandnya. Hihihi.
Suara Hyde itu loh, masya Allah. Dia bisa ngambil nada terendah, trus mendadak harus loncat ke nada tertinggi dengan bersih dan apik. Falseto-nya sempurnaaaaaa banget.
Hyde juga suka menulis puisi. Makanya lirik-lirik lagunya sangat dalam dan bermakna. Dia adalah penggubah lirik dan lagu pada sebagian besar album Laruku.
Hyde adalah musisi penuh misteri, persis seperti namanya. Hehehe. Namun, justru itu yang membuat seluruh penggemarnya di dunia jatuh hati. Sampai sekarang pun gak ada yang tahu siapa nama asli Hyde. Orang-orang bilang nama lengkapnya Hideto Takarai, tapi nama itu sama sekali gak pernah keluar dari mulut Hyde sendiri. Dia tetap hanya ingin dipanggil Hyde.
Hyde juga sangat apik memisahkan kehidupan bermusik dengan keluarganya. Dia menjaga dengan rapi kehidupan pribadinya, termasuk istrinya yang sangat cantik, Megumi Oishi, juga puteranya. Hyde mempersembahkan lagu Anemone untuk Megumi di Tokyo Dome pertama kalinya setelah mereka menikah pada 2000.
Gantengnya Hyde itu tak lekang oleh waktu, meski usianya udah lewat setengah abad. Coba aja lihat Instagramnya. Hyde juga diakui sebagai salah satu pria paling ganteng se-Jepang, meski dia dikenal sebagai vokalis ‘cantik’ karena gaya berpakaian dan dandanan panggungnya yang unik sekaligus atraktif.
Awas aja kalo ada yang bilang Hyde itu melambai. Tabok nih! Wkwkwk.
4. Memberi nyawa pada anime-anime Jepang
Anak-anak remaja zaman milenium tahun 2000-an pasti akrab sama anime-anime Jepang, termasuk komiknya. Laruku salah satu band yang rajin mengisi soundtrack anime-anime Jepang.
Ada belasan lagu Laruku jadi soundtrack anime. Contohnya aja Ready Steady Go dan Good Luck My Way yang jadi OST Full Metal Achemist. Ada juga Daybreak’s Bell yang jadi OST Gundam, Driver’s High yang jadi OST Great Teacher Onizuka.
Lagu tema paling berkesan dari Laruku dan selalu saya kenang sampai sekarang adalah The Fourth Avenue Cafe dan Niji yang jadi OST Rurouni Kenshin alias Samurai X. Siapa sih yang gak suka anime ini? Duh, berasa jadi muda lagi emak. Banyak lagi lagu-lagu lainnya yang gak bisa saya tuliskan satu per satu. Cielah.
Laruku adalah pelangi saya yang tak pernah pudar. Mau dengerin mereka 15 tahun lalu dan 15 tahun kemudian pun bagi saya tetap sama.
BTW, selamat ulang tahun ke-8 Cielers Indonesia, and also happy birthday to me.
Laruku, dulu saya masih melukis mimpi bersama kalian. Hari ini, saya telah meraih mimpi itu satu demi satu bersama keluarga kecil saya, suami tercinta, tiga buah hati kami, dan orang-orang yang menyayangi kami dengan tulus. Arigatou gozaimasu. I hope to have peace and serenity all the days of my life. Happy birthday to lucky me.
Leave a Comment