Finger painting adalah teknik melukis dengan jari. Tak banyak pelukis atau pun maestro yang menguasai teknik ini. Iris Scott disebut-sebut sebagai pelukis jari profesional pertama di dunia yang pernah menggelar pameran di Filo Sofi Arts Gallery, New York City.
Dunia boleh saja mengelu-elukan Iris Scott yang telah menghasilkan lebih dari 500 lukisan sidik jari. Tak banyak yang tahu Indonesia mempunyai seorang maestro finger painting yang karya-karyanya sangat brilian. Beliau adalah I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.
Seniman kelahiran Denpasar, 4 Juli 1935 ini secara tak sengaja menemukan teknik melukis dengan sidik jari. Ceritanya suatu ketika ia marah karena lukisan Tari Baris miliknya gagal, tak sesuai harapan. Gede Pemecutan kemudian merusak lukisannya sendiri dengan cara menempelkan jarinya yang penuh cat ke permukaan kanvas.
Siapa sangka itu kali pertama Gede Pemecutan menyadari ada keindahan di balik amarahnya. Sejak itu pria Bali dari keluarga Puri Pemecutan ini menetapkan diri sebagai pelukis aliran pointilisme, yaitu gaya melukis dengan menyatukan titik-titik sebagai elemen dasar sebuah lukisan.
Jika sebagian besar pelukis pointilisme menggunakan kuas untuk membentuk titik, Gede Pemecutan menggunakan telunjuk. Mula-mula ia mengoleskan ujung jarinya dengan cat beraneka warna. Jemarinya bekerja mengikuti imajinasi lukisan yang muncul di benaknya.
Warna yang digunakan hanya warna-warna dasar. Gradasi warna pada lukisan merupakan hasil perpaduan banyak titik dari warna-warna dasar. Lukisan-lukisan Gede Pemecutan terkesan mewah karena membutuhkan ketelitian tingkat tinggi.
Sidik jari ayah dua putera ini sesekali membekas di kanvas lukisnya. Ini membuat karya-karyanya tak bisa dipalsukan. Lukisan sidik jari Gede Pemecutan terlihat jelas ketika dipandang dari jarak tertentu.
Suatu hari seorang jurnalis asal Amerika Serikat tanpa sengaja melihat karya Gede Pemecutan dan begitu kagum akan kepiawaian pelukisnya. Ia pun menuliskan profil Gede Pemecutan di Majalah Horizon. Pada 1969, Konsultat Amerika Serikat di Surabaya memamerkan lukisan-lukisan finger painting milik Gede Pemecutan.
Museum Lukisan Sidik Jari
I Gusti Ngurah Gede Pemecutan gemar melukis sejak kanak-kanak. Namun, profesi pertamanya bukanlah pelukis, melainkan pedagang.
Suami dari Anak Agung Sayu Alit Puspawati ini pernah bekerja di Perusahaan Tekstil Balitex, kemudian pindah ke PT Usindo Cabang Denpasar yang sekarang berganti nama menjadi PN Cipta Niaga. Kerjanya adalah menyeleksi barang-barang seni dan kerajinan Bali, termasuk lukisan dan patung untuk diekspor.
Pada 1963 Gede Pemecutan mulai mendalami dunia lukis modern. Ia senang bereksperimen dan tak pernah lelah menemukan teknik melukis baru.
Pada 1966 ia mengoordinir Sekaa Gong Puri Pemecutan. Sekaa ini menghimpun lebih dari 50 seniman pahat dan lukis dan rutin menggelar pameran sanggar seni sejak 1978.
Museum Lukisan Sidik Jari berdiri pada 1994 berangkat dari ide Gede Pemecutan untuk mengumpulkan seluruh karyanya di dalam sebuah museum. Orang-orang pertama kali mungkin awam mendengar nama museum ini, termasuk saya.
Saat perdana melintas di depan papan nama Museum Lukisan Sidik Jari di Denpasar, saya menebak museum ini milik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saya pikir museum ini pasti lah berisi contoh-contoh sidik jari yang sering digunakan polisi untuk menginvestigasi kejahatan. Ternyata salah besar.
Museum yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk Nomor 175, Tanjung Bungkah ini menyimpan berbagai lukisan finger painting Gede Pemecutan. Pengunjung museum ini bisa belajar langsung teknik melukis dengan jari, sekaligus berwisata budaya.
Museum Lukisan Sidik Jari memiliki tiga ruang utama yang menampung lebih dari 649 lukisan. Ruang pertama memamerkan kronologis Gede Pemecutan memoles karya lukisnya sejak duduk di bangku SMP hingga menjadi maestro lukis.
Ruang kedua memamerkan transisi Gede Pemecutan saat menemukan teknik melukis dengan sidik jari. Ruang ketiga memamerkan lukisan-lukisan indah Gede Pemecutan yang seluruhnya merupakan hasil finger painting.
Gede Pemecutan mengantongi piagam penghargaan dari Museum Rekor Dunia (Muri) Indonesia selaku pelopor teknik melukis dengan jari. Ia juga ditetapkan sebagai kolektor sidik jari terbanyak pada Juli 2012.
Salah satu finger painting terbaik milik Gede Pemecutan adalah lukisan yang mengisahkan sejarah Perang Puputan. Ia membutuhkan waktu 18 bulan untuk menyelesaikan masterpiece ini.
Lukisan Perang Puputan Badung menggambarkan suasana pertempuran antara pasukan Kerajaan Badung di bawah pimpinan Raja Pemecutan melawan pasukan Belanda. Seluruh pasukan Kerajaan Badung gugur, hanya tersisa dua bayi yang selamat. Satu dari dua bayi itu adalah ayah Gede Pemecutan bernama Anak Agung Gede Lanang Pemecutan yang selanjutnya menjadi penerus trah bangsawan dari Puri Pemecutan.
Selain lukisan, Museum Lukisan Sidik Jari juga memamerkan kerajinan seni pahat, seperti patung kayu, topeng, bahkan ragam puisi yang dituliskan pada batu. Museum ini buka setiap hari kecuali hari libur, mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WITA. Pengunjung tak dipungut biaya khusus untuk masuk alias gratis. Keren kan?
Cara Melukis dengan Jari
Hal pertama yang terbayang begitu kita mendengar finger painting adalah sekumpulan anak TK dengan tangan dan baju luntur penuh cat warna-warni, ditemani kanvas lukis di hadapannya. Berantakan, kacau, kotor.
Iris Scott dalam sebuah wawancara media pernah memaparkan cara melukis dengan jari yang bisa diterapkan siapa saja, khususnya anak-anak di rumah. Bagaimana caranya?
1. Mulai dengan pensil
Finger painting memang sering dipraktikkan anak-anak balita berusia 3-5 tahun. Padahal, teknik melukis ini sebetulnya sangat kompleks. Jika kita benar-benar ingin mendalaminya, kita bisa memulai finger painting sederhana dengan pensil.
Ujung pensil yang runcing dianggap sebagai pengganti ujung telunjuk kita. Celupkan ujung pensil ke dalam cat, dan pindahkan ke atas kanvas. Kegiatan ini mengajarkan kita cara mengontrol jari.
2. Pilih warna biru
Iris bilang warna terbaik untuk melatih anak-anak finger painting pertama kali adalah biru. Ambil cat biru, kemudian oleskan ke atas kanvas satu per satu. Buatlah berbagai gradasi warna biru, gambar beberapa corak berbeda.
Apapun gambar yang kita hasilkan, itu akan menjadi lukisan abstrak yang indah. Selesai dengan warna biru, kita bisa bereksplorasi dengan warna-warna dasar lainnya.
3. Coba meniru karya orang lain
Jika kita bingung ingin menggambar apa, maka kita bisa meniru contoh lukisan finger painting milik orang lain. Anak-anak bisa belajar bentuk dan teknik melukis dengan jari ketika meniru lukisan orang lain. Bukankah meniru adalah awal dari belajar?
4. Temukan yang benar dan salah dalam lukisan
Seni itu subyektif, tidak seobyektif yang orang-orang pikirkan. Kalau kita belajar berhitung, 1+1 ya sudah pasti 2. Jawaban seni bisa saja berbeda.
Lukisan kita bagus atau tidak bergantung pada interprestasi orang yang melihatnya. Sifatnya individual. Meski demikian, bukan berarti saat orang mengatakan lukisan kita bagus, tidak ada kesalahan dalam lukisan tersebut.
Seniman yang baik bisa menemukan kesalahan dan kebenaran dalam lukisannya. Pelajaran pertama yang kita petik dari cara keempat ini adalah menguasai lebih dalam teknik finger painting.
5. Jangan beri pujian palsu
Kita tahu pujian bisa membangkitkan kepercayaan diri, apalagi jika yang dipuji anak sendiri. Sayangnya pendekatan ini tidak selalu bisa diterapkan dalam ilmu melukis.
Iris mengatakan anak-anak itu pintar. Mereka bisa merasakan mana yang pujian asli, dan mana pujian palsu.
Ketika anak menggambar kucing misalnya, kita layak mengapresiasi anak karena sudah mencoba menggambar yang terbaik. Namun, kita tak sekadar menyebut lukisan kucing karyanya hanya dengan ucapan “Wah, keren,” atau “Lukisannya modern.”
Anak-anak akan lebih menghargai ketika kita jujur memberi penilaian pada lukisannya. Ini secara tak langsung membuat mereka termotivasi untuk menjadi pelukis finger painting lebih baik lagi.
Bagaimana? Tertarik hendak mencoba?
Leave a Comment