Perencanaan keuangan menjadi keniscayaan setelah negara kita, bahkan dunia di ambang krisis akibat tiga bulan terakhir menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Harga minyak dunia negatif, pasar saham anjlok, anak-anak di berbagai negara bersekolah daring, orang dewasa bekerja dari rumah, ekonomi seperti ikut diterjang pandemi.
Pandemi ini membawa kita pada kondisi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, bahkan dalam mimpi sekali pun. Covid-19 mendatangkan alasan kuat bagi kita untuk menyusun strategi perencanaan keuangan jangka panjang menghadapi New Normal.
Tidak semua orang siap secara finansial saat krisis terjadi. Sebelumnya ada yang terbuai dengan gaya hidup, sehingga lupa menabung. Ada yang terlalu banyak berutang, sehingga gaji habis untuk membayar cicilan. Ada yang lupa pentingnya mengalokasikan dana darurat, sehingga saat krisis benar-benar tiba, semua baru terjaga.
Strategi Perencanaan Keuangan
Covid-19 di Indonesia sekarang memasuki babak baru yang disebut New Normal. Ini adalah kondisi di mana kita harus membiasakan diri dengan hal-hal yang sebelumnya kita anggap tak biasa, seperti disiplin bermasker, memberlakukan jarak aman saat berinteraksi dengan orang lain, dan lebih menyadari pentingnya hidup sehat.
Bagaimana dengan perencanaan keuangan ketika New Normal? Ini juga mengalami penyesuaian. Setiap orang mulai menyadari pentingnya perencanaan keuangan untuk menghadapi risiko krisis di kemudian hari. Berikut delapan strategi yang bisa kita terapkan mulai hari ini.
1. Alokasikan dana darurat
Sebelum Covid-19, banyak orang mengabaikan alokasi tabungan untuk dana darurat. Dana darurat dulunya diperuntukkan untuk pengeluaran tak terduga, seperti perjalanan darurat, ongkos perbaikan kendaraan yang tiba-tiba rusak, atau membantu saudara dekat yang mendadak tertimpa musibah
Covid-19 ‘memaksa’ orang-orang yang tidak memiliki pos dana darurat untuk menutupi kebutuhan bulanan ketika krisis dengan cara berutang. Jika krisis ini berlangsung lama, jumlah utang yang ditanggung kian besar dan berdampak pada kehidupan pribadi bertahun-tahun kemudian.
Pandemi ini membuat kita melihat pentingnya dana darurat. Perencana keuangan, Agus Helly memproyeksikan ke depannya orang-orang semakin menyadari pengalokasian dana darurat untuk tabungan di masa krisis.
Dana darurat yang disiapkan idealnya bisa membiayai kebutuhan hidup minimal enam bulan, maksimal 12 bulan, diasumsikan kita tidak bekerja sepanjang medio tersebut. Ini terbukti, mereka yang telah mengalokasikan dana darurat jauh hari tidak kaget selama pandemi ini.
2. Imbangi dengan investasi
Covid-19 juga menyoroti pentingnya perencanaan keuangan yang diimbangi dengan investasi, entah itu berupa reksa dana, saham, deposito, atau obligasi. Kita juga bisa berinvestasi dalam bentuk asuransi pendidikan anak, asuransi jiwa unit link, dan sebagainya. Investasi akan menjaga kurva keuangan tetap seimbang, meski krisis sekali pun.
3. Evaluasi kembali anggaran
New Normal membuat kita mengevaluasi kembali anggaran dan dana yang telah kita miliki. Apakah di babak baru New Normal ini kita tetap ingin liburan ke luar negeri atau menginvestasikan ke obligasi? Beli mobil baru kayaknya asik nih, tapi apa itu perlu? Beli rumah aja, atau tetap ngontrak? Semua dipikirkan matang-matang.
4. Sebisa mungkin menghindari utang
New Normal membuat kita sebisa mungkin menghindari utang, terutama menggunakan kartu kredit. Terlalu banyak orang, khususnya anak muda berutang untuk memenuhi tuntutan gaya hidup yang tidak realistis.
Covid-19 mengajarkan kita lebih bijak mengatur pengeluaran. Keinginan manusia tidak ada batasnya, tapi yang namanya uang itu terbatas. Kita harus pandai membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Semoga krisis ini menciptakan kesadaran nasional akan bahaya utang dan membuat kita lebih takut terhadapnya.
5. Menyadari pentingnya asuransi
Banyak orang selama ini menganggap asuransi jiwa dan asuransi kesehatan tidak penting karena merasa musibah sakit dan kematian tidak akan secepat itu terjadi pada dirinya. Covid-19 mengajarkan kita bahwa kematian dan sakit bisa mengancam siapa saja, mau itu tua, muda, kecil, dewasa, tanpa memandang usia.
Asuransi jiwa dan asuransi kesehatan memberikan proteksi berlebih pada diri kita dan keluarga. Tak ada salahnya kita mengalokasikan anggaran bulanan untuk memiliki dua jenis asuransi ini.
6. Mencari sumber passive income
Kondisi sekarang membuat kita menyadari nilai sebenarnya dari passive income. Sumber pendapat alternatif, berapapun besar atau kecil jumlahnya dapat membantu mengurangi risiko pengurangan pendapatan atau kehilangan pekerjaan di saat krisis.
Sekarang saatnya mulai mengeksplorasi lebih jauh sumber-sumber passive income kita. Covid-19 mengajarkan kita untuk tak pernah berhenti berkarya, menggali potensi diri yang ada.
Apakah kita bisa memasak? Apakah kita jago menulis konten? Apakah kita pintar desain grafis atau membuat website? Apakah kita memiliki kemampuan berkomunikasi dan pemahaman ekonomi, khususnya tentang asuransi? Kita bisa menjadi salah satu pemasar asuransi yang handal. Intinya kita mengenali passion diri yang bisa menghasilkan uang.
7. Lebih berhati-hati mengatur pengeluaran
Ke depannya semua orang akan lebih mengencangkan ikat pinggang dan berhati-hati mengatur pengeluaran. Jika kita mau menilik lagi ke masa lalu dan menyusun bujeting selama sebulan, sebagian kita akan mendapati pengeluaran-pengeluaran yang tak perlu atau latte factor.
Ngopi di coffee shop dua kali seminggu, beli makanan cepat saji tiap akhir pekan, naik taksi online kemana-mana, laundry baju sebulan penuh, perawatan ke salon dua kali sebulan, parkir kendaraan di mall, ngasih tips waktu makan di restoran, dan sebagainya. Itu semua cenderung mengarah ke impulsive buying.
Kita boleh-boleh saja mempertahankan gaya hidup, asalkan biaya yang dikeluarkan berbanding lurus dengan penghasilan. Jika penghasilan kita tak cukup untuk memenuhi gaya hidup, ya tak usah banyak gaya dulu.
8. Investasi untuk jangka panjang
New Normal mendorong kesadaran banyak orang pentingnya memiliki strategi investasi jangka panjang yang terdiversifikasi dengan baik. Investasi jangka panjang ini diperlukan karena tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar jangka pendek.
Jika investasi kita belum terdiversifikasi dengan baik, sekarang saatnya menetapkan strategi untuk mengurangi risiko investasi ke depan.
New Normal = Tidak Normal
Covid-19 telah mengubah psikologi banyak orang tentang perencanaan keuangan memasuki New Normal. Bagi saya pribadi, New Normal berarti hidup kita sebetulnya tidak normal, atau tidak se-normal dulu.
Hidup kita belum akan normal dalam waktu dekat, setidaknya dua tahun ke depan. Pertanyaannya, seperti apa bentuk New Normal itu? Seperti apa kondisi ekonomi kita ke depannya?
Secara ekonomi, semua orang harus kembali bekerja. Kita tak mungkin terus berdiam diri melakukan semuanya dari rumah.
Suka atau tidak suka, kita harus berhadapan dengan survival of the fittest yang dulu dicetuskan ekonom sekaligus filsuf Inggris, Herbert Spencer. Teori ini tak selalu berarti siapa yang kuat, dia yang akan bertahan hidup.
Individu yang bertahan hidup ke depannya adalah individu paling kooperatif dalam kelompoknya, paling lincah bergerak, paling cepat menangkap peluang, dan paling bisa beradaptasi. Apakah kita salah satunya?
Begitu New Normal menjadi kenyataan, apa yang terjadi sekarang hendaknya menjadi pelajaran untuk kita semua. Problem keuangan kini tak sebatas masalah negara, tetapi juga masalah individu. Oleh sebabnya jangan lupa menyiapkan strategi perencanaan keuangan yang matang agar kita tetap survive di segala kondisi.
Leave a Comment