Gunung Tangkuban Perahu, siapa sih yang nggak kenal? Tempat ini bukan cuma terkenal karena cerita legenda Sangkuriang, tapi juga karena keindahan alamnya yang nggak pernah gagal bikin orang terpesona. Berlokasi sekitar 20 kilometer dari Bandung, Tangkuban Perahu jadi salah satu destinasi liburan wajib buat kamu yang ingin liburan singkat tapi penuh kesan.
Tapi, catet nih ya, kalau mau ke sini pas weekend, mending datang pagi sebelum jam 09.00 WIB biar nggak kena macet. Sayangnya, kami ke sini pas long weekend sehingga cukup lama bermacet-macetan di jalan.
Rute Menuju Tangkuban Perahu
Dari arah Bandung, kamu tinggal ikutin jalur ke Subang, lalu belok kiri pas liat gerbang bertuliskan “Selamat Datang di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu.” Kalau kelewat, bisa-bisa nyasar ke arah Ciater, loh!
Perjalanan menuju Tangkuban Perahu terasa menyenangkan dengan pemandangan pepohonan rindang di kiri dan kanan jalan.
Udara sejuk khas pegunungan mulai terasa, menambah semangat untuk mengeksplorasi keindahan kawah-kawahnya.
Tiket masuknya cukup terjangkau. Di hari biasa (weekday), tarif tiket adalah Rp 25.000 per orang, sementara di akhir pekan atau hari libur nasional naik menjadi Rp 30.000 per orang.
Selain itu, ada biaya tambahan untuk parkir kendaraan: mobil Rp25.000, motor Rp10.000, dan bus Rp50.000.
Murah, kan? Nah, dari gerbang, perjalanan bakal menanjak terus. Di kiri-kanan, pemandangan pepohonan hijau bikin mata adem dan udara dinginnya bikin betah.

Kawan-Kawah Menawan di Tangkuban Perahu
Gunung Tangkuban Perahu memiliki tiga kawah utama: Kawah Ratu, Kawah Domas, dan Kawah Upas.
Kawah Ratu adalah bintang utama di Tangkuban Perahu. Dengan luasnya yang bikin kamu kagum, kawah ini selalu jadi spot favorit para wisatawan.
Kamu nggak perlu jalan jauh untuk sampai sini karena jalurnya bisa diakses langsung pakai kendaraan.
Tapi, siap-siap ya, aroma belerangnya cukup kuat. Jangan lupa bawa masker biar tetap nyaman menikmati pemandangan.
Dari tepi kawah, kamu bisa melihat pemandangan luar biasa, berupa asap belerang yang naik perlahan dari kawah, dikelilingi dinding batuan yang megah.
Kalau suka foto-foto, ini tempat yang pas banget buat mengabadikan momen. Dijamin, hasilnya bakal keren buat dipamerin di media sosial.
Buat yang punya jiwa petualang, jangan puas dulu cuma di Kawah Ratu. Ada Kawah Domas yang menunggu untuk dieksplorasi.
Di sini, kamu bisa melihat aktivitas geotermal lebih dekat. Bahkan, kamu bisa merebus telur di mata air panas alami! Asyik banget, kan?
Untuk sampai ke Kawah Domas, kamu harus jalan kaki lewat jalur trekking yang cukup menantang tapi menyenangkan. Sepanjang jalan, kamu bakal disuguhi pemandangan hutan yang asri dan udara yang segar.

Spot Foto Instagramable
Tangkuban Perahu juga terkenal dengan spot foto yang keren-keren. Salah satunya adalah area hutan mati. Pohon-pohon kering dengan batang putih menciptakan suasana magis, cocok buat kamu yang suka foto bertema unik.
Ada juga monumen Elang Jawa dan Harimau yang jadi favorit banyak orang.
Buat kamu yang pengen foto dengan suasana santai, banyak tempat duduk di sekitar kawah yang langsung menghadap pemandangan alam.
Cahaya matahari pagi bikin tempat ini makin sempurna untuk hunting foto.

Legenda Gunung Tangkuban Perahu
Zaman dahulu kala, di Negeri Khayangan, ada dewa dan dewi yang melakukan kesalahan besar. Sebagai hukuman, mereka dibuang ke bumi dan berubah bentuk menjadi hewan.
Sang dewa berubah menjadi anjing bernama Tumang, sementara sang dewi berubah menjadi babi hutan bernama Celeng Wayungyang.
Suatu hari, seorang Raja Sunda pergi berburu di hutan. Ketika sedang berburu, ia merasa ingin buang air kecil dan memutuskan untuk melakukannya di semak-semak.
Tanpa sengaja, air seni sang raja jatuh ke dalam tempurung kelapa kering. Celeng Wayungyang, yang kebetulan sedang berada di dekatnya, meminum air seni tersebut untuk menghilangkan dahaga.
Karena ia adalah reinkarnasi dari dewi surga, dalam sekejap dia hamil dan melahirkan seorang bayi.
Raja yang sedang berburu di hutan kemudian mendengar suara tangisan bayi. Ia mencari suara tersebut dan menemukan seorang bayi perempuan yang sangat cantik tergeletak di semak-semak.
Merasa iba, sang raja membawa bayi tersebut ke istana dan membesarkannya seperti anak sendiri. Tanpa disadari oleh sang raja, bayi itu adalah anak kandungnya sendiri.

Bayi tersebut tumbuh menjadi seorang gadis cantik bernama Dayang Sumbi, yang kecantikannya terkenal di seluruh negeri. Banyak raja dan pangeran berusaha meminangnya, bahkan hingga terjadi peperangan antar kerajaan.
Dayang Sumbi adalah seorang putri yang sangat gemar menenun kain, dan hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk membuat kain tenunan yang sangat indah.
Suatu ketika, saat sedang menenun, gulungan benangnya jatuh ke luar istana. Karena statusnya sebagai putri, Dayang Sumbi dilarang untuk meninggalkan istana berjalan kaki.
Dalam keputusasaannya untuk mengambil benang tersebut, ia bersumpah, “Siapa pun yang menemukan gulungan benangku, jika dia perempuan, akan menjadi saudaraku, dan jika dia laki-laki, akan menjadi suamiku.”
Tak lama kemudian, seekor anjing datang membawa gulungan benang Dayang Sumbi. Karena sudah bersumpah, Dayang Sumbi menepati janjinya dan menikah dengan Tumang, meskipun dia adalah seekor anjing.
Mendengar bahwa putrinya akan menikahi seekor anjing, sang raja sangat marah dan mengusir Dayang Sumbi dari istana. Dayang Sumbi pun tinggal di sebuah gubuk sederhana di tengah hutan bersama Tumang, yang setia menemaninya.
Seiring berjalannya waktu, Dayang Sumbi mengetahui bahwa Tumang bukanlah anjing biasa. Setiap bulan purnama, Tumang berubah kembali menjadi dewa yang tampan. Mereka pun menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang.
Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang aktif dan kuat, tapi Dayang Sumbi terus menyembunyikan kenyataan bahwa Tumang adalah ayah kandungnya.

Suatu hari, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk berburu hati rusa. Sangkuriang pergi berburu bersama Tumang.
Saat berburu, Sangkuriang kesulitan mendapatkan mangsa. Tiba-tiba ia melihat seekor babi hutan. Ia pun memutuskan untuk mengejarnya dan membunuhnya. Akan tetapi, Tumang menghentikannya, karena babi hutan itu adalah Celeng Wayungyang, neneknya.
Merasa kesal karena gagal mendapatkan mangsa, Sangkuriang marah dan akhirnya membunuh Tumang.
Untuk menutupi rasa malunya karena pulang dengan tangan kosong, Sangkuriang memotong Tumang dan membawa hati anjing tersebut. Ia memasak hati tersebut dan memberikannya kepada Dayang Sumbi.
Setelah memakan hidangan itu, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk memanggil Tumang agar dapat makan.
Sangkuriang merasa bersalah dan akhirnya mengungkapkan bahwa hati yang mereka makan adalah milik Tumang. Mendengar pengakuan tersebut, Dayang Sumbi sangat marah.
“Pergi! Anak durhaka! Inilah balasanmu kepada Tumang yang telah membesarkanmu!” teriak Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi hingga meninggalkan bekas luka.
Merasa disalahkan dan dihina, Sangkuriang melarikan diri ke dalam hutan. Ia mendaki dan melewati gunung-gunung, seolah-olah menghilang ditelan bumi.
Dayang Sumbi berdoa kepada para dewa agar suatu saat dapat bertemu kembali dengan anaknya, dan berjanji tidak akan pernah memakan daging lagi. Sebagai jawaban atas doanya, dewa memberinya keabadian dan kecantikan yang membuatnya awet muda.
Sementara itu, Sangkuriang yang telah menghilang mengalami hilang ingatan. Ia dirawat oleh seorang pertapa bijak yang mahir dalam bela diri.
Seiring waktu, Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pria tampan dan kuat. Tanpa disadari, Sangkuriang bertemu kembali dengan Dayang Sumbi. Namun, keduanya tidak saling mengenal.
Sangkuriang jatuh cinta pada Dayang Sumbi dan berusaha mendekatinya. Hari demi hari, Sangkuriang berusaha untuk berbicara dengan Dayang Sumbi.
Hingga suatu saat, ketika keduanya sedang beristirahat di bawah pohon, Sangkuriang melepaskan ikat kepalanya.
Dayang Sumbi terkejut ketika melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Ia pun menyadari bahwa Sangkuriang adalah anaknya yang hilang bertahun-tahun lalu.
Dayang Sumbi segera menolak lamaran Sangkuriang, tapi Sangkuriang bersikeras. Sebagai usaha untuk menggagalkan niat Sangkuriang, Dayang Sumbi memberikan tantangan yang harus dipenuhi sebelum menikahinya.
Tantangannya adalah, Sangkuriang harus memutuskan aliran Sungai Citarum untuk membuat sebuah danau dan membuat sebuah perahu besar dalam satu malam.
Sangkuriang menerima tantangan itu tanpa ragu. Dengan bantuan roh-roh, ia mulai bekerja. Pohon demi pohon, ranting demi ranting, hingga akhirnya membentuk Gunung Burangrang dan Bukit Tunggul. Perahu besar hampir selesai, dan air Sungai Citarum siap dibendung untuk membentuk danau.

Melihat kesuksesan Sangkuriang, Dayang Sumbi berusaha agar Sangkuriang gagal. Ia menyebarkan kain putih yang terang, memukul alu di lesung, dan membuat ayam berkokok, sehingga roh-roh yang membantu Sangkuriang takut dan pergi, mengira bahwa fajar telah tiba.
Sangkuriang marah karena gagal. Ia melemparkan batu penutup Sungai Citarum hingga menjadi Gunung Manglayang dan menenggelamkan perahu besar yang ia buat, yang kini menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang, yang merasa ditipu oleh Dayang Sumbi, marah besar dan mencari ibunya. Namun, sang dewa membantu Dayang Sumbi berubah menjadi Bunga Jaksi di Gunung Putri, tempat pengasingannya.
Sangkuriang, yang tidak pernah menemukan Dayang Sumbi, akhirnya menghilang ke dunia tak tampak.
Dan gunung yang dikenal dengan nama Tangkuban Perahu tetap berdiri sebagai saksi bisu dari sebuah kisah cinta yang tragis, penuh sumpah dan takdir yang tak bisa dielakkan.
Tips Liburan ke Gunung Tangkuban Perahu
Liburan ke Gunung Tangkuban Perahu nggak cuma soal menikmati pemandangan indah dan udara sejuk.
Biar pengalamanmu makin seru dan nyaman, ada beberapa tips penting yang perlu kamu perhatikan sebelum berangkat. Yuk, simak penjelasannya!

Datang Lebih Awal
Kalau kamu nggak suka suasana ramai atau ingin menikmati tempat ini dengan lebih leluasa, datanglah pagi-pagi.
Selain bebas dari keramaian, udara pagi di Tangkuban Perahu jauh lebih segar dan sejuk. Sinar matahari pagi yang lembut juga bikin pemandangan kawah semakin cantik untuk diabadikan.
Keuntungan lain datang lebih awal adalah menghindari kemacetan. Jalan menuju Tangkuban Perahu, terutama di akhir pekan atau musim liburan, sering kali macet karena banyaknya wisatawan.
Dengan datang pagi, kamu bisa lebih santai tanpa tergesa-gesa menikmati seluruh kawasan.
Pakai Pakaian Hangat
Jangan lupa, Gunung Tangkuban Perahu berada di ketinggian sekitar 2.084 meter di atas permukaan laut.
Udara di sini dingin, apalagi saat pagi atau sore hari. Jaket tebal, syal, dan mungkin topi rajut bisa jadi perlengkapan wajib untuk melawan hawa dingin.
Kalau kamu termasuk orang yang gampang kedinginan, bawa juga sarung tangan dan kaos kaki agar tubuh tetap hangat. Meski dingin, perjalanan akan terasa lebih nyaman jika kamu berpakaian dengan tepat.
Siapkan Alas Kaki yang Nyaman
Area di sekitar kawah dan jalur trekking menuju Kawah Domas bisa cukup menantang. Beberapa bagian jalan mungkin berbatu atau licin karena lembap.
Makanya, pakailah sepatu atau sandal gunung yang nyaman dan punya grip kuat untuk mencegah tergelincir.
Kalau kamu suka mengeksplorasi lebih jauh, alas kaki yang tepat nggak hanya bikin perjalanan aman, tapi juga nyaman.
Nggak ada salahnya membawa kaos kaki cadangan, terutama kalau tiba-tiba hujan dan jalan jadi lebih becek.
Bawa Kamera atau HP dengan Baterai Penuh
Keindahan Tangkuban Perahu terlalu sayang kalau nggak diabadikan. Kawah Ratu, Kawah Domas, bahkan hutan mati di sekitarnya adalah spot-spot sempurna untuk menghasilkan foto keren.
Pastikan kamera atau HP-mu dalam kondisi baterai penuh. Bawa juga power bank sebagai cadangan, karena sering kali sinyal di pegunungan nggak stabil, yang bisa bikin baterai cepat habis.
Dengan begitu, kamu bisa puas foto-foto tanpa khawatir kehabisan daya.
Persiapan yang matang bikin liburan ke Gunung Tangkuban Perahu nggak hanya seru, tapi juga penuh kenangan indah. Jadi, yuk rencanakan perjalananmu sekarang dan nikmati pesona alamnya.
Leave a Comment