Begitu si kembar lahir, saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk merapikan mainan si kakak, menyortir mana yang masih layak pakai, mana yang harus dibuang atau disumbangkan.
Kami merapikan mainan si kakak demi keamanan adik-adiknya. Saya tak ingin jika si kembar tiba-tiba menelan bagian-bagian kecil mainan kakaknya, terlebih saya tak ada asisten rumah tangga yang membantu menjaga anak-anak. Saya masih ingat saat suami harus membeli banyak kardus untuk mengemas semua itu.
Kami bukan tipikal orang tua yang sering membelikan anak mainan. Namun, setelah si kakak berusia 3 tahun, kok rasanya mainannya tetap saja banyak?
Tiba-tiba melintas kenangan masa kecil saya di kampung halaman dulu. Mainan saya yang paling berharga hanya sebuah piano anak, gamebot, dan boneka beruang cokelat.
Saya lebih suka bermain kejar-kejaran bersama anak tetangga atau teman mengaji di masjid. Saya lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-teman dengan memanjat pohon cerry atau pohon jambu di depan rumah, bermain gacok, Ling Keliling, atau mendengar teteh saya mendongeng.
Baca Juga: Rumah Aman, Si Kecil Selamat
Hari ini saya menyadari betapa masa kecil anak-anak zaman sekarang jauh berbeda dengan anak-anak dahulu. Anak-anak sekarang dimanjakan dengan aneka mainan, pergi ke playground setiap weekend dengan bayaran Rp 100 ribu sekali masuk, atau sengaja makan siang di restoran mahal hanya karena di sana ada tempat bermainnya.
Saya takut jika rumah akhirnya menjadi gudang mainan. Oleh karenanya sejak si kakak berumur setahun saya memutuskan lebih baik menyewa mainan ketimbang membeli dan menyimpannya di rumah.
Sebagai ibu, dua hal yang rela saya beli mahal untuk putra-putri saya adalah buku dan pengalaman.
Buku adalah gudang ilmu. Pengalaman adalah implementasi atau praktik langsung dari apa yang dilihat atau dibaca anak di buku, misalnya membeli tiket masuk ke kebun binatang, taman kupu-kupu, atau waterpark untuk belajar berenang.
IDE PERMAINAN ANAK YANG EDUKATIF
Saya yakin anak-anak tidak membutuhkan mainan mewah. Anak-anak membutuhkan kita, orang tua yang mendampinginya saat bermain.
Putri pertama saya, Maetami (3 tahun) meninggalkan boneka kesayangannya begitu diajak bermain kuda-kudaan oleh papanya. Dia berhenti menonton YouTube TV hanya untuk bermain bola tangkap dengan ibunnya.
Orang tua dituntut kreatif menyajikan permainan-permainan edukatif untuk anak. Mereka bisa bermain sambil belajar. Berikut beberapa ide permainan anak yang bisa diterapkan siapa saja di rumah. Berhubung putri saya berusia 3 tahun, maka permainan anak berikut cocok untuk anak dengan rentang usia 3-4 tahun atau batita.
1. Dot painting
Dot painting adalah permainan sederhana dan menyenangkan untuk anak. Aktivitas ini memperkenalkan anak dengan huruf-huruf yang membentuk nama mereka.
Secara tidak langsung dot painting mengembangkan keterampilan motorik halus anak. Bahan yang disiapkan, antara lain cat minyak, cotton buds, wadah cat, kertas HVS, pensil atau pulpen.
Aturan mainnya, anak membuat titik-titik dengan warna-warna berbeda menghiasi huruf demi huruf namanya. Si kecil juga bisa membentuk pola garis mengikuti tulisan dasar di kertas.
Permainan ini semakin menarik saat orang tua aktif mengajak anak berkomunikasi terkait aktivitas yang dilakukan. Perkenalkan rangkaian huruf di dalam nama anak kita. Ajak anak memperluas imajinasi dan kreasinya.
Anak terlatih mengoordinasikan tangan dan mata. Mereka menjadi terbiasa dengan huruf alfabet nama sendiri.
Dot painting meningkatkan keterampilan pramenulis. Anak belajar berkonsentrasi, mengembangkan kreativitas dan imajinasi. Kelak mereka bisa membaca dan mengenali nama sendiri.
2. Menyambung titik dan garis
Saya suka membelikan kakak buku menyambung titik menjadi huruf, angka, dan gambar. Saya merasakan sendiri manfaatnya di mana pada usia 3 tahun si kakak sudah bisa meniru dan menulis banyak alfabet.
Jika tak ingin membeli, kita bisa googling dan mengopi beberapa bahannya di Google Image, cetak di kertas A4, kemudian fotokopi beberapa lembar. Beli spidol warna atau krayon dengan ujung tebal, supaya si kecil semakin bersemangat mengerjakan aktivitas ini.
3. Mencocokkan huruf
Permainan mencocokkan huruf membantu anak mengenal dan memelajari bentuk huruf A-Z. Ini juga kesempatan bagus untuk mengajarkan anak belajar sambil bernyanyi alfabet.
Kita hanya perlu menyiapkan tutup botol, spidol warna, dan 26 huruf alfabet yang bisa dibeli jadi atau dicetak di atas kertas karton manila. Saya membeli alfabet terbuat dari bahan plastik Rp 15 ribu. Ada bagian magnet di belakang huruf, sehingga si kakak juga bisa memainkannya di pintu kulkas.
Aturan mainnya, minta anak mencocokkan alfabet dengan huruf yang ada di atas kertas.
Permainan ini semakin menyenangkan mana kala kita mengajak anak bernyanyi. Saya rasa anak-anak kecil zaman sekarang sudah hapal lagu ABCD, ya kan?
Selain mencocokkan huruf, kita juga bisa mengajak anak mencocokkan angka, misalnya dengan membuat tulisan 1-20. Anak secara tak langsung belajar berhitung dan mengenal bentuk angka.
4. Belajar mengukur
Belajar mengukur sederhana ini bisa diterapkan pada anak yang sudah bisa membedakan besar dan kecil, tinggi dan pendek, panjang dan lebar. Nah, karena putri saya baru bisa berhitung 1-12, jadi saya mencarikan obyek yang jika diukur maksimal hanya 12 blok legonya. Hehehe.
Jadilah saya terpikir memberikan ide permainan edukatif ini. Pilih beberapa boneka si kakak yang ukurannya kecil, kemudian ajarkan aturan mainnya.
Kakak akan mengukur berapa panjang tubuh bonekanya dengan standar ukuran lego blok, kemudian saya menuliskan hasilnya di kertas.
Setelah mengukur semua obyek, kita bisa menanyakan anak, siapakah yang paling panjang? Siapakah yang paling besar? Siapakah yang paling pendek? Dan berbagai pertanyaan kreatif lainnya.
Kita bisa mengembangkan bahan diskusi tak sebatas panjang pendek, besar kecil boneka. Kita bisa mengajak anak untuk menirukan suara hewan yang sedang diukurnya.
Gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti anak. Aktivitas ini mengajarkan anak cara memprediksi dan mengamati sesuatu. Mereka juga belajar cara berhitung.
5. Bermain lego blok
Lego blok sepertinya mainan favorit anak-anak Indonesia ya. Mainan satu ini sepertinya wajib ada di rumah, sebab merangsang imajinasi anak dan cukup menyibukkan.
Pertama kali diperkenalkan lego, si kakak masih berumur 1 tahun 1 bulan. Awalnya si kakak cuma bisa menumpuk blok seperti bangunan menara segi empat menjulang ke atas. Lama-lama dia bisa membentuk obyek, mulai dari burung, mobil, rumah, pesawat, hingga stasiun luar angkasa.
Si kakak kadang bermain sendiri, kadang duet dengan papa atau ibunnya. Kadang bentuk yang dibuatnya tak masuk akal. Namun, saya tidak buru-buru menyalahkan, karena si kakak pintar dalam menarasikan obyek yang dibentuknya.
Kepandaian anak menarasikan atau mendeskripsikan sesuatu patut diapresiasi. Tak masalah jika gambarnya jelek di mata kita orang dewasa, asalkan si anak bisa mendeskripsikan karyanya lewat beberapa kata.
Lego blok juga bisa digunakan untuk media berhitung. Kita tinggal menumpuk beberapa blok dan minta anak menghitungnya. Jika anak sudah 4 tahun ke atas dan sudah pintar menulis, si kecil bisa mencatat hasilnya di secarik kertas seperti pada gambar. Jika anak belum bisa menulis angka, kita bisa menggunakan angka magnetik.
6. Menggambar dan mewarna
Saya sangat bangga karena pada usianya yang masih 3 tahun, si kakak sudah bisa menggambar obyek cukup jelas.
Awalnya saya hanya membelikannya spidol dan krayon yang kebanyakan lebih sering digunakan untuk mengecat kuku, mencoret tembok, atau mencoret baju.
Pola gambarnya pun monoton. Si kakak mewarnai satu obyek dengan satu warna, misalnya memberi warna merah pada gambar boneka dari ujung rambut sampai ujung kaki. Alhasil, spidolnya yang cepat habis itu-itu saja, merah, pink, dan oranye. Warna lain jarang disentuh.
Semakin lama si kakak semakin pintar memvariasikan warna. Dia bahkan mulai bermain gradasi.
7. Bermain dengan jepitan jemuran
Anak kecil suka bermain peran sebagai orang dewasa. Mereka kadang bisa menjadi dokter, menjadi ibu guru, bahkan menjadi ibu rumah tangga.
Anak-anak belajar dari pengalaman, apa yang dilihat, didengar, disentuh, dirasakan. Bermain dengan cucian dan jepitan jemuran bagi mereka sangat menyenangkan.
Kita hanya membutuhkan tali atau gantungan jemuran, beberapa lembar pakaian anak atau pakaian boneka, dan jepitan jemuran.
Minta anak untuk berpura-pura menjemur pakaiannya sendiri. Saya sangat terkejut ketika si kakak begitu ahli melakukannya. Bisa jadi karena dia sering melihat saya menjemur sehabis mencuci pakaian.
Saya semakin terkejut saat usia 3 tahun si kakak mulai rapi melipat baju, celana, dan selimut bayi. Ini benar-benar di luar perkiraan saya.
Aktivitas ini memberi kesempatan anak untuk mengembangkan keterampilan sosial, yaitu membantu pekerjaan ibu. Permainan imajinasi di mana anak berpura-pura menjadi orang dewasa bisa melatih mereka bereksperimen dan berempati.
8. Animal rice art
Anak kecil suka menyentuh. Mereka suka bermain dengan tangan-tangan mungilnya.
Animal rice art hanya bermodalkan beras, pewarna makanan, kertas HVS, dan lem pulpen.
Langkah pertama adalah rendam segenggam kecil beras dengan beberapa pewarna makanan. Kita bisa memilih warna-warna yang disukai anak, seperti merah muda, merah, kuning, hijau, dan biru. Setelah beras berwarna, tiriskan, jemur sebentar sampai kering.
Ambil kertas HVS dan gambarkan pola binatang, buah, sayuran, angka, huruf, atau bentuk apa saja di atas kertas HVS. Minta anak segera menempeli jejak lem tersebut dengan beras warna-warni.
Kita bisa meminta anak mengungkap gambar rahasia di sana. Katakan pada si kecil bahwa lem ajaib telah menyembunyikan bentuk tertentu di dalam kertas yang dipegangnya.
Animal rice art permainan menyenangkan, interaktif, dan memotivasi anak. Aktivitas ini bagus untuk perkembangan motorik halus, juga koordinasi tangan dan mata anak. Tekstur beras juga merangsang aktivitas sensorik anak ketika meraba.
9. Kreasi kotak kardus
Kotak kardus menjadi mainan favorit anak yang murah meriah. Setiap karyawan Clandys Delivery Order (COD) mengantarkan belanja bulanan saya ke rumah, momen itu selalu ditunggu si kakak.
Tidak, si kakak bukan menunggu barang yang dikirimkan, melainkan menunggu kardus tempat barang-barang itu dimuat. Setelah saya memindahkan semua barang belanjaan ke lemari, si kakak akan langsung bertanya, “Bun, kardusnya buat Mae ya?” Si kakak pun langsung bermain sepuas hati.
Jika kita tak ada waktu untuk menyulap kardus menjadi mainan kapal-kapalan, rumah-rumahan, atau dapur-dapuran, ya biarkan saja anak menggunakan imajinasinya. Terserah lo deh mau ngapain, nak! Begitu lah kira-kira.
Paling oke adalah membiarkan anak mencoret dan menggambar kardus sepuasnya. Modalnya cuma spidol warna warni, tutup botol atau wadah plastic untuk menggambar bentuk. Kita juga bisa memberikan anak lem dan bermain tempel-tempelan di atas kardusnya.
10. Bubble wrapped painting
Punya banyak bubble wrapped bekas tak terpakai? Mengapa tidak gunakan untuk alat main si kecil?
Bahannya sederhana, yaitu plastik bubble wrapped, pewarna makanan atau cat minyak, kertas putih yang digunting dengan pola tertentu, mulai dari segi empat, persegi panjang, bintang, hati, jajar genjang, segi lima, dan sebagainya. Siapkan juga kertas manila untuk mencetak.
Letakkan bubble wrapped ke dalam wadah campuran cat minyak atau pewarna makanan. Bagian halus plastik taruh di atas, sedangkan bagian yang bergelembung taruh di bawah. Tekan lembut dengan jari untuk memastikan cat menempel merata pada bagian yang bergelembung.
Angkat pelan-pelan dan cetak. Ajak anak mengenal bentuk yang dihasilkan. Ini akan meningkatkan keterampilan motorik halusnya. Anak-anak juga senang setelah melihat hasil karyanya. Rasa bangga dan kepercayaan diri bisa meningkat.
11. Eye dropper
Anak-anak sangat senang bermain air, apapun bentuknya. Punya banyak tutup botol warna-warni di rumah? Punya spuit bekas obat bayi atau mainan suntik-suntikan? Oke, anak kita siap bermain.
Susun berbagai ukuran tutup botol di atas nampan. Siapkan air dalam satu wadah, dan minta anak mengambil air dengan spuit atau alat suntiknya, kemudian dipindahkan ke masing-masing tutup botol.
Aktivitas ini kesannya enteng banget. Esensinya bisa didapat dengan peran ayah ibu yang mendampingi.
Minta anak untuk menghitung berapa tetes air yang dibutuhkan untuk mengisi penuh tutup botol X? berapa tetes air yang dibutuhkan untuk mengisi penuh tutup botol Y yang ukurannya lebih besar dari tutup botol X? Dari sini anak belajar menyortir ukuran.
Anak secara motorik juga belajar cara memegang dan mengisi spuit sampai penuh. Kontrol tangan dan mata, serta konsentrasi amat dibutuhkan. Anak akhirnya belajar berhitung, belajar volume, dan belajar isian atau kapasitas.
Banyak lagi permainan edukatif lainnya yang murah dan mudah. Tinggal pandai-pandai orang tua saja mengeksplorasinya dari berbagai sumber.
SEDIKIT MAINAN LEBIH BERMANFAAT
Sebelumnya saya mau menegaskan, saya ini tidak antimainan. Saya hanya berpendapat, orang tua bijak akan belajar membatasi jumlah mainan untuk anak-anaknya. Wajar, sebab di zaman sekarang kamar tidur anak justru penuh dengan mainan, bukan buku.
Anak pintar tak perlu mainan mahal. Sedikit mainan lebih bermanfaat untuk anak. Less is more.
Berikut saya akan menjelaskan manfaat membatasi jumlah mainan untuk anak.
1. Anak belajar lebih kreatif
Terlalu banyak mainan membuat imajinasi anak tak berkembang sepenuhnya. Saat anak kita melihat tak ada mainan di sekitarnya, atau anak sudah bosan dengan mainan itu itu saja, otaknya akan berpikir keras menemukan permainan baru yang asik.
Anak tiba-tiba menjadikan bantal sebagai tameng ala prajurit perang. Guling menjadi kuda-kudaan, sarung shalat papanya menjadi jubah ksatria, bahkan bermain musik dengan sendok makan dan tutup panci emaknya di dapur.
2. Anak membangun keterampilan sosial
Anak-anak yang memiliki sedikit mainan di rumah biasanya berhubungan interpersonal lebih baik dengan anak-anak lain dan keluarganya di luar rumah. Mereka belajar aktif berkomunikasi, berani mengajak ngobrol orang lain lebih dulu, dan nyaman bermain bersama.
Hubungan pertemanan yang baik di masa kanak-kanak menjadi modal anak sukses berhubungan sosial saat dewasa.
3. Anak melakukan hal lain yang lebih penting
Terlalu banyak mainan membuat anak melupakan hal-hal lain yang jauh lebih penting dilakukan. Anak menjadi malas makan karena keasikan bermain, tidak suka membaca, lupa tidur siang, atau lupa melakukan hal-hal lain selain bermain.
Kita tak boleh berhenti mengajarkan anak bersyukur dengan apa yang dimilikinya. Hal ini tentu sulit dilakukan jika sedari awal mainan dijadikan obyek untuk memanjakan anak.
4. Anak-anak terdorong lebih banyak membaca, menulis, dan berkesenian
Sedikit mainan membuat anak mengembangkan minat dan hobi lain yang lebih bermanfaat, misalnya membaca buku, menggambar, menulis, dan berkesenian, apakah itu menyanyi atau menari.
Aktivitas ini kelak menjauhkan anak-anak dari kegiatan yang tidak sehat, seperti kecanduan bermain gadget.
5. Anak-anak jarang bertengkar
Masih banyak pro dan kontra dengan poin kelima ini. Namun, bagi saya, semakin banyak mainan, anak-anak justru semakin sering bertengkar, berdebat, berkelahi tentang mainan dengan saudaranya.
Apalagi saat orang tua membelikan mainan baru, anak-anak akan berebut terus. Si kakak tak sudi mengalah, dan si adik pun tak mau kalah. Saat mainan sedikit, yang namanya saudara belajar untuk sharing dan bermain bersama.
6. Anak lebih sering bermain di alam
Ibu-ibu khususnya di perkotaan memang memiliki kekhawatiran saat anak-anaknya bermain di luar rumah. Takut diculik, takut ketabrak motor atau mobil, takut dilukai, dan sebagainya. Alasan ini yang membuat orang tua sengaja membelikan banyak mainan supaya anaknya betah di rumah.
Saya tak menyalahkan hal ini. Saya mencoba membahas sisi lain dari membatasi jumlah mainan anak, yaitu anak belajar mengenal alam dan bermain di luar rumah.
Contoh sederhana, anak-anak lebih rajin berolah raga, apakah itu senam, jalan sehat, atau lari. Bermain di luar secara langsung membiasakan anak melakukan latihan fisik, sehingga raganya lebih sehat, batinnya lebih bahagia.
7. Rumah lebih bersih dan rapi
Nah, ini manfaat terakhir yang sangat saya rasakan. Sedikit mainan membuat rumah menjadi lebih bersih dan lebih rapi. ๐ ๐
LUANGKAN WAKTU UNTUK ANAK
Banyak kenangan masa kecil masih membekas di ingatan. Saya ingat saat pertama kali ayah membelikan raket dan mengajak saya bermain badminton.
Hanya beberapa hari saja saya betah bermain dengan ayah di halaman rumah, sisanya saya ngelayap ke rumah teman dan bermain bulu tangkis bersama.
Saya masih ingat ketika menemani ibu membuat kue sapit untuk dijual ke warung-warung dulu. Saya begitu senang bermain dengan tepung, menggunakan cetakan kue, menyusun rapi kue-kue itu ke dalam botol. Sungguh hari-hari penuh senyum.
Saya masih ingat saat ayah membelikan saya jaring penangkap belalang. Setiap Sabtu dan Minggu pagi saya langsung bermain ke ladang di samping rumah untuk menangkapi belalang-belalang hijau yang akhirnya saya ikhlaskan untuk makanan burung-burung peliharaan ayah.
Tak ada mainan masa kecil saya yang mahal, hingga tahun demi tahun orang semakin aktif menggunakan mainan dengan baterai, kemudian CD, VCD, Play Station, X-Box, dan sekarang games online.
Dalam dunia yang benar-benar sibuk ini, seberapa sering kita sebagai orang tua mengatakan CUKUP pada diri sendiri, berhenti sejenak, dan menemani anak kita bermain?
“NANTI ya, nak. Kerjaan papa masih banyak. Papa kerja sebentar ya, nanti baru main sama kakak.”
(Padahal itu haru Minggu, dan anak mungkin hanya minta waktu 10-15 menit bermain satu permainan dengan papanya)
“NANTI ya nak, ibun mau masak dulu, nyapu dulu, mandiin adek dulu, makan dulu, nyeterika dulu.”
(Setiap hari mengatakan hal sama. Anak setia menunggu, mungkin ingin bermain barang beberapa menit saja dengan ibunya, tapi si ibu kerja melulu. Padahal, kerjaan rumah bisa ditunda, sedangkan hati anak yang terlanjur sedih akan membekas di ingatan)
Bukan orang lain, bukan anak tetangga, bukan siapa-siapa yang mengecewakan anak, tapi kita sendiri, orang tua yang telah mengecewakannya.
Duh, mbrebes mili saat menuliskan ini. Tahu-tahu begitu kita mengedipkan mata, anak kita sudah meniup lilin ulang tahun ke-7 dan siap bersekolah. Hari-harinya mulai sibuk dengan guru, teman, dan PR.
Jangan sampai kita membiarkan waktu-waktu berharga itu berlalu. Usia emas atau golden age anak hanya berlangsung lima tahun pertama kehidupannya. Manfaatkan waktu sesempit itu untuk memberikan kenangan terindah untuk mereka.
Leave a Comment