hoax

Bapak Proklamator, Ir. Soekarno pernah berkata, “Kemerdekaan barulah kemerdekaan sejati jikalau dengan kemerdekaan itu kita menemukan kepribadian kita sendiri.” Kepribadian bangsa Indonesia di antaranya semangat gotong royong dan semangat persatuan.

Republik Indonesia baru saja berulang tahun ke-74. Gotong royong zaman sekarang tak lagi sebatas bersama membersihkan sampah untuk menciptakan lingkungan sehat secara fisik. Semangat gotong royong diperlukan untuk membersihkan lingkungan sehat di dunia maya, tempat berita palsu atau hoax bertebaran.

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada 2017 pernah merilis survei dampak penyebaran hoax yang melibatkan 1.116 responden dari berbagai usia. Hasilnya sekitar 84,5 persen responden terganggu berita hoax.

Seberapa parah berita hoax mengganggu? Sebanyak 43,50 persen responden menjawab sangat mengganggu. Selebihnya mengganggu (41 persen), dan tidak mengganggu (15,4 persen).

Benarkah hoax mengganggu kerukunan masyarakat? Sebanyak 75,9 persen responden menjawab sangat setuju, sementara sisanya setuju (22,8 persen), dan tidak setuju (1,3) persen.

Setujukah hoax dapat menghambat pembangunan? Responden menjawab sangat setuju (70,9 persen), setuju (26,6 persen), dan tidak setuju (3,2 persen).

Hoax dapat mengganggu kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan mengusik kehidupan berbangsa yang berlandaskan sila ketiga, Persatuan Indonesia. Mayoritas hoax dipicu faktor sosial politik dan SARA mencapai 91,8 persen. Saluran penyebar hoax yang utama melalui media sosial (92,4 persen). Penyebaran hoax melalui layanan aplikasi pesan instan, seperti Line, WhatsApp, dan Telegram mencapai 62,8 persen.

Penyebaran hoax sudah teramat masif dan sistematis. Tidak susah menemukan berita palsu di tengah masyarakat hari ini, bahkan saat Anda membaca tulisan ini.

Hoax bisa dibuat menyerupai berita asli, bahkan lengkap dengan data bayangan yang terkesan sangat faktual. Sekadar bertumpu pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bukan solusi cerdas. Hal termudah untuk menangkal hoax bisa dilakukan dua arah oleh pemerintah dan masyarakat umum.

Pemerintah telah banyak mengambil langkah, mulai dari melakukan klarifikasi, menandai situs-situs penyebar konten hoax, hingga menginventarisasi dan mengumumkan daftar media cetak dan online terdaftar dan diakui. Pemerintah juga melakukan gebrakan dengan menggandeng perusahaan penyedia layanan over the top, seperti Facebook dan Google Indonesia sebagai situs pencarian terbesar untuk menangkal konten-konten hoax yang bertebaran di jagat maya.

Memerangi hoax bukan perkara mudah. Merdeka dari hoax? Ini tentunya membutuhkan perjuangan ekstra sebab hoax tak ubahnya seperti virus yang tak bisa mati, hanya bisa dicegah. Laiknya vaksin untuk mencegah infeksi virus, hoax bisa ditangkal dengan meningkatkan kewaspadaan dan berani menyuarakan kebenaran.

Generasi milenial bisa membantu melawannya dengan membentuk komunitas di lapangan dan forum-forum antihoax di dunia maya. Pemerintah bisa menggandeng komunitas dan forum ini untuk melaporkan berita-berita hoax yang marak beredar, kemudian cepat tanggap mengklarifikasi kebenarannya.

Jika menemukan konten hoax, sebagai kaum cerdik dan terpelajar, generasi muda hendaknya membaca dari berbagai sumber, bukan dari satu sumber saja. Waspada dengan judul tulisan provokatif dan cermati alamat situs yang mengunggah informasi yang belum tentu kebenerannya tersebut. Ini namanya bergotong royong meningkatkan literasi digital.

Lebih dari 90 juta jiwa masuk dalam kategori generasi milenial sepanjang 2018. Jumlah ini terbesar dalam sejarah, mencapai 35 persen atau lebih dari seperempat penduduk Indonesia.

Usia milenial berkisar 20-34 tahun. Mereka sangat produktif, ditandai peningkatan penggunaan berbagai alat komunikasi, media, digital, dan selalu terkoneksi yang memungkinkan mereka dapat mengakses ragam informasi dengan cepat, namun belum tentu akurat.

Sebagai bonus demografi, milenial perlu ikut serta menanamkan jiwa gotong royong kepada seluruh warganet. Sebarkan lebih banyak konten positif yang bersifat membangun. Ini cara sederhana anak muda berkontribusi pada pembangunan bangsa, khususnya pembangunan karakter. Lakukan ini terus menerus dan lihat hasilnya di kemudian hari.

Generasi milenial adalah generasi penerus yang melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Jangan sampai kita mewariskan generasi hoax untuk Indonesia di masa depan. Mari menjaga kebinekaan di dunia nyata dan dunia maya.

Share:

Leave a Comment