Cerita mudik si kembar
Cerita mudik si kembar

“Anaknya kembar ya?”

Tiga kata ini kerap kami dengarkan sepanjang perjalanan mulai dari Bandara Ngurah Rai, Bali hingga mendarat di Soekarno-Hatta, Jakarta. Sebagai pasangan yang baru saja memiliki anak kembar dan harus mudik di saat usia mereka belum setahun, kami tahu perjalanan ini bakal sangat menantang. Kami perlu  rencana matang. Maybe a lot of planning.

Tahun 2019 kami semula tak berencana mudik. Mikirnya sih malas rempongnya karena baru lahiran si kembar dan usia mereka masih 4 bulan. Kakak Mae dulu mudiknya ke Padang dan Jakarta pas umur setahun-an. Namun, kami akhirnya memutuskan tetap pulang ke Bekasi dengan pertimbangan lain. Sejak lahir, kakeknya kembar (antan) dari pihak suami belum melihat cucunya sama sekali. Demikian juga iyang (nenek uyut) yang sangat ingin berjumpa.

Di tengah viral mahalnya tiket pesawat, kami turut merasakan betapa tongpes-nya kantong untuk membeli tiket PP hampir 10 juta. Itupun udah dibantu tiket gratis PP untuk satu orang hasil redeem Garuda Miles punya suami. Alhamdulillah, kami tinggal membayar 2 tiket dewasa dan 10 persen tiket masing-masingnya untuk kembar.

Hal paling kami takutkan adalah kembar rewel dan menangis di pesawat. Perencanaan matang amat dibutuhkan demi kelancaran perjalanan. Pastikan kepala tetap dingin dan hati tetap sabar, sehingga semua tetap masuk akal.

Kami sengaja memilih jam penerbangan pagi, pukul 07.00 WITA, biar semua masih pada segar bugar dan tepat waktu sampai di rumah Bekasi. Berhubung kami pulang hari lebaran kedua, 6 Juni 2019, pada waktu sama biasanya keluarga besar mama berkunjung ke rumah. Jelas mereka pasti ingin berkenalan dengan Rashif Rangin.

Pukul 05.00 WITA kami sudah sampai di bandara, shalat subuh di sana. Kami tak bisa melakukan check in online, harus check in counter karena membawa dua infant dan satu batita. Syukur alhamdulillah kami bisa duduk di dua kursi lorong berdampingan.

Sebelum boarding, kembar dipasangkan earmuff. Mereka sudah pasti gelisah dengan tekanan udara di kabin pesawat yang tiba-tiba berubah, apalagi ini perdana bagi keduanya. Benar saja, Rashif rewel sekitar 30 menit penerbangan. Kadang kami bergantian menggendongnya di dalam pesawat.

Kakak Mae sibuk dengan hadiah cokelat kinderjoy yang memang sengaja kubeli jauh hari untuk menyibukkannya selama perjalanan. Sisa waktu dihabiskannya untuk tidur sampai 10 menit akan landing. Kakak Mae rewel di akhir-akhir karena tak nyaman dengan kupingnya yang tiba-tiba bindeng. Lagi-lagi ini karena tekanan udara di kabin pesawat.

Papa dan Rara menjemput kami di terminal kedatangan. Alhamdulillah wasyukurillah selamat sampai di Bekasi, meski memilih rute jauh untuk menghindari macet.

Bahagia banget lihat papa mama gembira bertemu cucunya, demikian juga nenek. Silaturahmi hari itu berjalan lancar. Kakak Mae disawer angpau dari semua om, Mak Uwo, dan Pak Uwo-nya.

Agenda lebaran keluarga papa cukup padat. Setelah Keluarga Besar Syamsiah di Bekasi, keesokan harinya (7 Juni) kami bertolak ke Bogor, rumah Alm. Pak Angah, keluarga besar papa. Ramai sekali, semua sanak famili seputaran Jabodetabek berkumpul.

Rashif Rangin tentu saja bak artis pendatang baru yang dikerubungi fans kanan kiri depan belakang. Emak, layaknya manajer si artis, meladeni sendiri banyak pertanyaan karena si bapak sibuk menemani kakak main di teras taman belakang.

“Kok bisa kembar, emang ada turunan kembar ya?”

“Lucu ya, kembar, tapi bisa ndak mirip begitu. Ini hamilnya diprogram atau alami?”

“Kemarin lahirannya normal atau sesar?”

“Pas lahir beratnya 3,2 sama 2,6 kg? Perutnya segede apa tuh?”

“Full ASI atau pakai sufor?”

“Pasti repot ya di rumah. Siapa yang bantu?”

“Duh pengen bawa satu pulang. Boleh ya?”

Daaaaan, konferensi pers pun berlangsung nonstop sepanjang hari. Hehehe.

Safari lebaran berlanjut, 8 Juni, papa, mama, Rara, dan Mae bertolak ke Sukabumi, rumah keluarga Mak Gemuk. Maetami sama sekali gak berencana ikut awalnya karena memang aku, mas, dan kembar tidak pergi. Kami mempertimbangkan jarak Bekasi-Sukabumi kejauhan untuk si kembar, belum lagi macet di momen lebaran masha Allah.

Melihat tantenya udah dandan cantik dan siap berangkat, si kakak mendadak jumpalitan minta ikut. Mau dinegosiasi kayak gimana pun, keputusannya tetap mau ikut. Secepat kilat emak pakai jurus Dewa Topan Menggusur Gunung ala Wiro Sableng, si kakak selesai mandi dan dandan cantik. Tak lupa sebuah tas kecil berisi popok dan baju ganti, topi, tisu basah, HP, dan susu UHT pergi bersamanya.

Perjalanan ke Sukabumi sungguh panjang. Berangkat jam 9 pagi, mama baru sampai lokasi jam 4 sore. Mae mulai rewel dan akhirnya tantenya video call ke rumah. Ini perdana Maetami jauh dariku lebih dari 4 jam. Layak masuk MURI. Hihihi.

Bada maghrib, papa mama baru melanjutkan perjalanan ke Bekasi. Kali ini semakin konyol. Macet total dan gak bisa gerak. Jam 01.00 dini hari mereka masih mentok di Cicuruk. Alhasil sampai di rumah jam 03.00. Satu hal yang kukhawatirkan adalah kesehatan Mae karena tiga hari nonstop acara keluarga. Alhamdulillah si kakak gak demam sama sekali.

Pada 12 Juni, aku ditemani mas, Mae, kembar, dan mama berkunjung ke rumah Uwak Siti, kakak ayah di Cileungsi. Setahun tak jumpa, rupanya uwak lagi sakit.

Banyak bayi anggota keluarga kami yang baru. Istri A Udin melahirkan bayi perempuan cantik bernama Arumi yang usianya cuma beda 2 minggu dari kembar. Adek kembali dianugerahi bayi laki-laki ganteng yang baru 3 bulan. Berita duka dari Teteh Iyut yang harus keguguran bayi laki-laki yang meninggal 7 bulan dalam kandungan.

Kami bercerita banyak hal, mulai dari yang levelnya remah rempeyek sampai diskusi tingkat tinggi. Kekeke. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Wak Siti selalu mempersilakan kami makan siang dengan hidangan khas Sunda, seperti sayur asam, dendeng sapi, ikan asin, plus sambal cobeknya, mmmmm, raos pisan.

Emak sakit

Lebaran tahun ini seru, tapi liburannya kurang seru. Separuhnya kami habiskan waktu di rumah karena tiba-tiba aku dan mas sama-sama jatuh sakit. Sakitnya sama, radang tenggorokan, sakit kepala, batuk, dan demam. Paket lengkappppp.

Udara Jadetabek dan sekitarnya ternyata tak lagi bersahabat denganku. Di luar super panas, masuk rumah langsung pakai AC yang nyala nyaris 24 jam. Kalo jendela dibuka, nyamuk-nyamuk masuk menyerang. Kalo jendela ditutup, mau gak mau AC harus dihidupkan yang akhirnya bikin badan meriang.

Alergi debu juga. Tiba-tiba jerawat kembar muncul di hidung sebelah kiri. Akhirnya korengan karena jerawatnya besar dan kena debu jadi infeksi. Jelek dan buluk banget pokoknya si emak.

Semua agenda jalan-jalan dan wisata kuliner buyar seketika. Padahal momen pulang ke sini sangat kutunggu-tunggu. Istilahnya malapeh salero. Pengen makan roti unyil, soto bogor, sate marangi, es loder, bakso, mi ayam. Mau jalan-jalan napak tilas keliling Bogor, reuni sama teman-teman eks-jurnalis, dan main-main ke Buncit 37 ketemu teman-teman kantor dulu. Semua gagal blassss.

Kami hanya main seputaran Bekasi saja. Nyobain Trans Snow World yang lagi heboh banget tu iklannya di TV, makan di Food Hall Summarecon sambil nemenin Rara kerja, rayain ulang tahun ke-3 Kakak Mae. Sehari sebelum pulang mampir ke Taman Mini.

Pulang ke Jakarta

Kami terbang dari Jakarta ke Bali siang hari, 14.30 WIB. Banyak drama di episode kepulangan ini. Masha Allah. Kami sudah pamit dari Bekasi sekitar pukul 10.00, sampai di bandara 12.30. Kami sempatkan makan siang karena di pesawat jelas tak akan bisa makan lantaran aku dan mas masing-masing memegang satu anak.

Makan siang berjalan lancar. Sekitar pukul 13.30 WIB kami sempatkan shalat dzuhur bergantian di mushala bandara. Drama pun dimulai. Si kembar serentak menangis. Aku yang dapat giliran pertama jaga langsung panik. Untungnya ada seorang mba cleaning service yang baik hati menghampiri dan menawarkan bantuan momong salah satu bayi. Aku pun minta tolong si mba untuk memberikan susu pada Rashif, sementara aku handle Rangin.

Begitu papanya Mae selesai shalat, kembar anteng, Rashif bobok, Rangin udah gak nangis lagi. Tibalah giliranku ibadah. Kupikir masalah berhenti sampai di sana. Selesai shalat dan kembali menyusul mereka, tiba-tiba wajah mas udah asemmmm aja. Rupanya Kakak Mae BAB di celana. Waktu itu udah injury time banget karena sudah pukul 14.10, yang berarti 20 menit lagi pesawat bakal take off.

Tak jauh dari lokasi kami berdiri ada nursery room. Aku tak mungkin membawa Kakak Mae ke toilet karena pasti ribet banget ceboknya. Akhirnya kubawa si kakak masuk nursery room, buka celananya, bersihkan pakai tisu basah, dan langsung pakaikan popok ganti. Dua menit saja semua selesai plus ngomel-ngomelnya.

Masalah tak berhenti sampai di sana. Boarding gate Garuda itu di gate-14 dan letaknya cukup jauh. Kami masih harus turun pakai lift dan berjalan kaki. Mendekati titik terakhir, rupanya dua orang petugas maskapai berlarian ke arah kami sembari setengah berteriak “Denpasar, Denpasar.” Dia pun berhenti di depan kami dan mas langsung mengiyakan. Jam menunjukkan pukul 14.25 dan waktu mendengarkan pembicaraan si petugas di handy talkie-nya, kami ternyata penumpang terakhir yang boarding. Astaghfirullah.

Jika saat keberangkatan yang rewel adalah Rashif, maka pas kepulangan gantian Rangin. Saat Rashif bobok nyenyak, si bungsu menangis tanpa henti satu jam perjalanan. Alhasil selama itu pula aku berdiri di pesawat menggendongnya sembari menerima berbagai tatapan yang didominasi tatapan kasihan dari penumpang lain. No matter what we tried, the response was the same, ditambah lagi sedikit bumbu penyedap, yaitu teriakan Kakak Mae yang menyebut adiknya berisik dan tidak suka jika aku beranjak dari kursi pesawat.

Tips mudik dengan anak kembar

Ketika dr. Semadi mengabari aku mengandung anak kembar, aku merasa hari-hari traveling-ku segera berakhir sementara waktu. Setelah kupikir lagi, jangan kehilangan gairah bepergian hanya karena memiliki anak.

Sebelum ada Kakak Mae, aku dan mas adalah traveler dan backpacker sejati, bahkan jauh sebelum kami mengenal satu sama lain. Sekarang, dengan kehadiran anak-anak, kami percaya semua hanya butuh perencanaan matang sebelum bepergian bersama. Kekurangan sana sini selama perjalanan, dinikmati saja. Toh tujuannya untuk bahagia kan? Hehehe.

Menjadi orang tua terutama ibu tiga anak, terlebih kembar, aku harus menjadi ahli strategi, ahli matematika, psikolog, CEO, dokter, bahkan menjadi aktor. Kekeke. Ahli strategi karena kita lah para ibu yang merencanakan sebagian besar agenda perjalanan. Ahli matematika, karena ibu yang menyusun semua anggaran pengeluaran selama traveling.

Psikolog, sebab ibu harus bisa membaca perilaku dan suasana hati anak. CEO, terkadang ibu pula yang menentukan di mana harus menginap, mobil bawa sendiri atau sewa, pesawat yang akan ditumpangi, dan sebagainya. Dokter, ibu orang pertama yang akan mengobati anak dan suami saat sakit.

Aktor, ibu harus bisa membaur dengan anak tanpa menunjukkan kekuasaan mutlaknya. Ini demi menjaga emosi si kecil supaya tetap hepi selama liburan. Kadang ibu perlu  berpura-pura tertawa, meski sesuatu yang lucu di mata anak belum tentu lucu bagi kita. Kadang ibu perlu berpura-pura menangis, memelas, mengharu biru supaya anak mau makan dan menghabiskan makanannya. Atau, ibu berpura-pura marah supaya anak-anak gak lelet dan lebih gesit bergerak.

Berikut beberapa tips yang menurutku perlu dipertimbangkan jika bepergian dengan banyak anak.

1. Jam terbang

Pesanlah tiket penerbangan yang selaras dengan rutinitas harian anak. Anak-anak terbiasa dengan hal-hal rutin. Jika si bayi terbiasa tidur setelah mandi pagi jam 8 misalnya, pesanlah tiket sekitar jam itu. Semua akan lebih mudah jika si kecil tidak lapar dan sudah kenyang. So, pastikan mereka sudah diberi ASI atau sarapan cukup.

2. Smart packing

Semua keperluan accidental harus ada di satu tas dan harus dibawa ke mana pergi. Isi tas wajibku adalah 3 lembar popok kembar, 1 lembar popok Kakak Mae, susu bayi yang udah ditakar dan dimasukkan ke dalam beberapa kantong plastik sealed terpisah (jadi, kalo mau diseduh, tinggal tuang dan tambah air), termos mini untuk susu (volume 400 ml), 2 pasang baju ganti untuk kembar, 1 pasang baju ganti untuk kakak, alas ganti popok, tisu basah, tisu kering, gendongan kain bayi, 2 kotak susu UHT kakak, jajan kakak, dan dompet.

Kalo sudah MPASI, bawa cukup makanan dan camilan untuk si kembar sesuai usia. Pastikan semua dokumen penting, seperti KTP, tiket pesawat, paspor, atau ID lainnya disimpan di kantong tas yang mudah dijangkau. Jadi, ketika petugas di bandara membutuhkan, kita tidak panik bongkar sana sini. Aksesoris, seperti jam tangan, kalung, ikat pinggang, gelang, dan ponsel sebaiknya simpan di tas sampai tiba di ruang tunggu. Tujuannya supaya ibu gak rempong buka ini buka itu saat harus diperiksa x-ray.

Traveling 2 minggu ke Jakarta, aku berusaha meminimalkan barang bawaan. Masing-masing kami cuma bawa 5 pasang baju, yaitu 2 pasang baju bagus buat jalan-jalan dan 3 pasang baju rumahan, kayak kaos oblong, celana pendek, dan daster menyusui. Kembar dan Kakak Mae masing-masingnya bawa 6 pasang baju, yaitu 3 pasang baju tidur rumahan dan 3 pasang baju bagus buat jalan-jalan. So, di rumah neneknya setiap 3 hari sekali harus nyuci.

Total kami cuma membawa 3 koper, yaitu koper baju aku dan mas, koper baju kembar dan kakaknya, dan koper berisi mainan-mainan kesukaan si kakak. Biasanya kalo udah traveling, kakak sering banget minta gadget. Kalo sebagian mainannya dibawa kan enak, dia gak sibuk melototin HP melulu.

Rashif Rangin suka bobok di bouncer, sementara kami gak mungkin bawa bouncer sendiri. Semua baby gearnya kembar disewa di JC Babyneeds yang based-nya di Jakarta Selatan. Demikian juga car seat infant untuk si kembar kalo bawa mobil sendiri. Informasinya semua kami dapat di akun IG @sewaboxbayi

3. Berbagi tugas

Karena kali ini bepergian bareng pasangan, ya bagi-bagi tugas dong. Di bandara, aku ngurusin anak-anak, Mae dan kembar, mulai dorong stroller, pemeriksaan di pintu masuk, sampai di ruang tunggu. Papanya fokus urus bagasi dan check in. Berbagi tugas jelas membuat langkah lebih ringan.

Gimana kalo traveling sendiri? Gak apa-apa juga. Jika barang bawaan terlampau banyak, dipaketkan saja ke kota tujuan terlebih dahulu, sehingga hari-H tinggal bawa badan aja. Kalo tetap mau bawa barang dan anak-anak sekaligus, pastikan semua bawaan simpel dan gunakan jasa porter bandara jika perlu, tinggal ongkosin 50 ribu atau sesuai kemampuan.

4. Biarkan anak bermain

Sebelum boarding ke pesawat, biarkan anak-anak bermain sepuasnya. Syukur-syukur jika di lounge bandara ada playground mini atau arena bermain sederhana buat anak. Jika ada mainan yang kebetulan dibawa di tas anak, biarkan mereka menggambar, mewarna, bermain robot-robotan, mobil-mobilan, apa kek.

Gak perlu larang anak lari-larian di ruang tunggu selama tidak mengganggu penumpang lain. Ketika energi mereka tersalurkan untuk berpikir atau bergerak, semakin santai penerbangan karena bisa jadi si kecil bakal tertidur lama di pesawat.

5. Simple stroller

Beberapa maskapai penerbangan memiliki batas berat stroller bayi yang bisa diangkut ke atas pesawat langsung, atau didorong sampai sebelum masuk ke pintu pesawat (gate check). Garuda Indonesia misalnya maksimal 7 kg. Stroller ini sangat-sangat membantuku. Bayangin, harus gendong si kembar sampai ke gate-14 atau gate-15 Garuda Indonesia di Terminal 3, bisa gempor duluan kan?

6. Fleksibel dengan aturan

Kakak Mae sebenarnya cuma boleh main gadget Sabtu dan Minggu. Namun, dalam kondisi traveling dengan pesawat, tak ada salahnya sedikit melonggarkan aturan di saat tak ada jalan lain. Jika makanan ringan atau jajan kesukaannya tak lagi bisa membuat si kakak tenang, biarkan si kecil menonton chanel YouTube kesukaannya, main game edukatif, atau menonton kartun favoritnya selama mereka puas dan bisa tenang di perjalanan.

7. Jangan panik

Biasanya, jika satu bayi kembar menangis, bayi lain menyusul. Karena aku bepergian dengan mas, lebih mudah untuk menenangkan si kecil. Fokus saja dengan satu bayi yang rewel sampai tenang, baru lanjutkan ke bayi kedua. Jika ibu sendirian yang menenangkan kembar sebentar-sebentar bergantian, tidak memberi kepercayaan kepada si bapak, dijamin deh gak bakal ada yang berhasil ‘diamankan.’

Jangan pedulikan asumsi orang lain. Penumpang pesawat sekitar kita bisa saja memutar mata, mendesis kesal, menghela napas panjang, bahkan lebih buruk berteriak meminta bayi kita diam saat terdengar tangisan. Masa bodoh aja lah. Semua orang tua pernah mengalaminya. Alhamdulillah rewelnya si kembar di pesawat kali ini gak sampai masuk IG Lambe Turah atau Tante Rempong. Kekeke. Terima kasihku untuk pak suami. We’ve had incredible adventures together as a family that I will forever treasure. Double trouble, double fun 🙂

Share:

5 responses to “Kembar Mudik! Double Trouble Double Fun!”

  1. Yusuf Muhammad Avatar
    Yusuf Muhammad

    “Melihat tantenya udah dandan cantik dan siap berangkat, si kakak mendadak jumpalitan minta ikut.”

    Kisah macam begini sering banget nih terjadi, hihi..

    Memang ungkapan menjelajahlah ketika muda itu bener ya.. Kalau udah nikah dan punya anak kecil, udah tidak seleluasa dulu.. :mrgreen:

    1. bogarawife Avatar
      bogarawife

      Betuuuul. Berjalan jauh lah selagi muda. Apalagi perempuan. Hehehe.

  2. safinah Avatar
    safinah

    halo muthe…

  3. Lebaran 2019: Main Salju dan Ketemu Dino – Bogara Family

    […] selama momen cuti lebaran membuatku dan mas melewatkan hari raya tahun ini kebanyakan istirahat di rumah Bekasi. Sehari […]

Leave a Comment