Apa yang membedakan kehidupan di alam dengan rumah beton atau gedung perkantoran? Jawabannya alam bisa menenangkan, menghilangkan stres, seolah menempatkan kita pada mesin waktu di mana kita bisa meninggalkan sejenak hiruk pikuk perkotaan dan rutinitas pekerjaan.
Indonesia akan selalu terbagi menjadi perkotaan dan pedesaan. Kehidupan perkotaan tak perlu dibahas lagi, sudah akrab dengan keseharian kita, sementara kehidupan pedesaan lebih jarang dieksplorasi. Sebagai traveler, ada kalanya kita mencoba keluar sejenak dari zona nyaman, jauh dari jaringan ponsel, mall, kemacetan lalu lintas, dan tentunya jauh dari KANTOR.
Ada waktunya kita ingin menjadi diri sendiri. Pakai daster, celana pendek, baju kaos dan bermain lumpur di persawahan. Ada masanya kita ingin mandi di bawah langit terbuka, dipijat sambil menghirup udara segar di hutan, makan di warung bambu, bukan restoran berdinding bata, dan sebagainya. Ada keinginan kita tak harus menyandang tas berisi agenda dan map kerja, atau ransel berisi laptop.
Destinasi Populer di Ubud
Sisi pedesaan di Bali masih menyimpan banyak misteri. Desa Visesa menawarkan pengalaman berwisata baru di Pulau Dewata. Alamnya tenang, pohon-pohon besar bergoyang ditiup angin, hamparan sawah menenangkan, membuat desa yang terintegrasi ke dalam resort hotel dan vila ini semakin populer sebagai destinasi wisata baru di Ubud.
Desa Visesa mengintegrasikan alam dan budaya lokal ke dalam pengalaman berwisata. Desa yang berlokasi di Jalan Suweta ini hanya berjarak sekitar 10 menit dari pusat Ubud. Ada 66 villa dengan kolam renang pribadi, serta 40 kamar suite disiapkan untuk menampung tamu. Semua kamar didesain kontemporer dan menonjolkan arsitektur tradisional Bali.
Warung Tani
Pengelola Desa Visesa tak mewajibkan pengunjung menginap di resort hotel atau vila mereka. Pengunjung yang ingin datang sekadar beraktivitas wisata, seperti bersantap siang juga dilayani dengan ramah. Mobil-mobil buggy siap mengantar para tamu berkeliling desa yang namanya berarti ‘bahagia’ ini.
Mula-mula kami menuju lobi hotel yang berjarak sekitar satu kilometer (km) dari gerbang utama. Ada area kolam renang luas tepat di samping lobi yang didesain terbuka itu. Kami pun disambut staf-staf ramah yang menanyakan tujuan kedatangan kami, apakah menginap, spa, berjalan-jalan, atau beraktivitas wisata lainnya.
Kami mengatakan ingin makan siang ke Warung Tani, kemudian diminta antre dan menunggu sejenak di kursi-kursi dan sofa yang sudah disiapkan. Mobil buggy pun tiba, dan kami pun diantar ke tempat yang dimaksud.
Warung Tani adalah restoran khusus yang menyediakan aneka menu masakan organik. Semua bahan diambil langsung dari kebun-kebun dan peternakan sekitar desa.
Kacang tanah menyayah, kacang mentik mekukus sune cekuh, dan edamame kukus menjadi hidangan pembuka (welcome snack) di warung bambu ini. Hidangan utamanya, antara lain ikan nila panggang, udang mekuah, languan panggang, bebek menyanyah, siap garangasem, dan jukut kuah santen. Kudapan penutupnya mulai dari laklak, batun bedil, jaje lukis, klepon, dan es ancruk.
Kami pun memesan dua porsi bebek menyanyah dan satu porsi siap garangasem. Tak ketinggalan teh rosela, kelapa muda, es cendol daluman, dan es ancruk yang menyegarkan.
Bebek menyayah mirip dengan bebek betutu. Mula-mula bebek dibungkus daun pisang, lalu dibungkus lagi dengan pelepah pinang. Bebek ditanam dalam lubang di tanah dan ditutup dengan bara api sekam selama enam hingga tujuh jam sampai matang. Prosesnya slow cooking, sehingga daging bebeknya sangat lembut, bahkan bisa disantap oleh bayi berusia 1,5 tahun sekali pun.
Es ancruk adalah minuman khas Singaraja. Isinya berupa campuran bubur sumsum, printil, ketan, bubur sagu mutiara, agar-agar, sirup, dan es batu yang disajikan di dalam satu mangkok. Es daluman adalah es cincau hijau yang diberi kuah santan dan gula aren sehingga rasanya manis dan sangat segar. Perbedaan daluman dengan es cincau pada umumnya terletak pada santannya. Santan es daluman terbuat dari kelapa bakar, sementara es cincau dibuat dari santan biasa.
Saking asiknya menikmati makan siang bersama keluarga, emak sampe lupa deh ambil foto-foto makanannya yang banyak. Jadi, sebagian emak pinjam beberapa postingan foto di Instagram. Hehehe.
Makan siang hari itu terasa kian lezat sambil menikmati pemandangan sawah, kebun luas dan arena berkuda di depan mata. Anak-anak bisa bermain jungkat-jungkit atau ayunan bambu yang lokasinya persis di samping restoran ini.
Di sisi lainnya wisatawan bisa menyaksikan wedding chapel untuk upacara pernikahan. Meja altar kaca berbentuk kapal itu dikelilingi kebun mawar dan lorong yang akan dihiasi sesuai permintaan pasangan yang akan menikah.
Visesa Resort Hotel & Villa sebelumnya bagian dari Royal Tulip Resort Ubud yang kemudian berganti kepemilikan dan mematangkan konsep terbaru saat ini sejak Juli 2016. Kawasannya terbentang seluas 6,5 hektare (ha) dengan lebih dua ha merupakan area persawahan, berkuda, dan bercocok tanam.
Pemandangannya sangat indah, udaranya sejuk, sehingga asik dieksplorasi meski dengan berjalan kaki. Wisatawan yang ingin relaksasi bisa bermeditasi atau merasakan sensasi spa di Visesa Balinese and Healing Spa yang menggunakan pengobatan tradisional khas Bali.
Ada lima elemen alam disebut Panca Maha Butha yang digunakan sebagai media pengobatan. Kelimanya adalah tanah (pertiwi), air (apah), udara (bayu), panas (teja), dan ruang (akasa). Teknik pengobatannya dilakukan di dalam ruangan menyerupai gua.
Wisata di Pulau Dewata tak harus mewah. Pemandu wisata sekaligus penanggung jawab area Pony Riding Visesa, Gede Arimbawa (38 tahun) mengatakan pengelola ingin menghidupkan kembali budaya lokal, sehingga wisatawan yang datang bisa menikmati keberadaan di Bali yang sebenarnya.
Penduduk lokal di desa-desa yang mengelilingi Visesa Resort Hotel dan Vila sebagian besar dipekerjakan di tempat ini. Petani-petani lokal bebas menggarap langsung lahan persawahan mereka dan ini menjadi atraksi wisata menarik bagi wisatawan.
“Sistem yang digunakan adalah permakultur atau konsep ekosistem berkelanjutan. Semuanya organik, tanpa sentuhan kimia sama sekali,” kata Arimbawa.
Contoh implementasi dari permakultur adalah pemanfaatan sampah-sampah restoran, sampah-sampah hotel yang diolah menjadi kompos. Visesa Resort Hotel dan Vila memiliki pengolahan kompos sendiri. Penerapannya diklaim mampu menghasilkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan berkualitas tinggi. Arimbawa mengatakan kotoran ternak, termasuk kuda, sapi, dan bebek kembali diolah menjadi pupuk untuk kebun-kebun permakultur.
Anak-anak dapat merasakan pengalaman bermain tanpa gawai (gadget). Area khusus aneka permainan tradisional disiapkan di salah satu sudut di resort desa ini.
Desa Visesa juga menyediakan aktivitas berkuda untuk anak-anak bernama Pony Riding Visesa. Salah satu pemandu wisata berkuda, Nyoman Ariawan (27) mengatakan ada tiga ekor kuda yang siap ditunggangi. Mereka adalah Ayu (13 tahun), Tiara (8), dan Desy (6) yang merupakan jenis poni lokal. Ayu merupakan ibu dari Desy.
“Wisata berkuda ini dikhususnya untuk anak-anak. Mereka kami ajak berkeliling ke area resort hotel dan vila selama 30 menit,” kata Ariawan.
Berat maksimal penunggang kuda poni di Desa Visesa adalah 50 kilogram (kg). Kuda dahulunya salah satu alat transportasi lokal di Bali.
Bagi wisatawan yang ingin belajar bertani, pengelola memfasilitasi pelatihan bercocok tanam bersama petani-petani desa sekitar. Ingin merasakan sensasi menjadi peternak? Anda bisa ikut serta mengangon bebek, mengumpulkan telur-telur bebek, membajak sawah bersama sapi, hingga memandikan ternak sapi. Yuk, melali ke Desa Visesa!
Leave a Comment