[START CHAT @09.10 WIB / 10.10 WITA on April 27, 2013]
Rifki M Bogara:
“Puagiiiiiiiieeee.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Pagi Rifki. Udah pulang dari Kefa?”
Rifki M Bogara:
“Ini baru sampai Kefa dan baru mulai kerja. Kemarin aku singgah dulu di Kota Soe. Soe itu seperti Bukit Tinggi. Hawanya sejuk. Tapi, jam 6 sore di sini sudah sepi.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Wah, enak dong. Kamu kerja sambil jalan-jalan.”
Rifki M Bogara:
“Hmmm, kebalik. Aku itu jalan-jalan sambil kerja. Heee.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Soe itu dingin ya? Soalnya setahu aku, NTT itu panas sekali.”
Rifki M Bogara:
“Yup, rata-rata panas euy. Hanya di Soe saja yang dingin, karena ini daerah pegunungan.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Wah, Muthe pasti suka banget kalo pergi ke sana.”
Rifki M Bogara:
“Yup, di gunung. Kalo kita jalan sedikit lagi, kita bisa sampai di Fatumnasi. Di sana banyak sekali tambang mangan. Ada juga Gunung Mutis. Kamu pernah nonton acara ‘Ring on Fire’ di TV kan? Keren lho.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Acara ‘Ring on Fire’ yang di Metro TV itu?”
Rifki M Bogara:
“Yap, di Metro TV. Ada hamparan rumput luas di kaki gunung. Bahkan, ada batu karang di gunung. Aneh ya?”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Wah, Muthe suka banget tempat yang punya historis kaya gitu. Itu pasti dulunya gunung laut Ki. Trus, lama-lama lautnya hilang dan menjadi daratan. Rifki ke sana sama siapa saja?”
Rifki M Bogara:
“Iya. Aku jumpai masih ada batu karang sekitar 1 KM dari atas permukaan laut. Berarti, air laut dulu sampai setinggi itu ya? Aku sama Pak Sopir doang Tia.
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Sendiri? Tapi di Kefa ada temannya kan?”
Rifki M Bogara:
“Gak ada. Aku sendiri saja kerjanya karena temanku lagi stand by di Kupang. Kerjanya team work, harus ada didua tempat berbeda. Nanti, dari Kefa, aku mau lanjut ke Atambua.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Atambua? Jauh sekali. Rifki, kamu keren.”
Rifki M Bogara:
“Iya, Atambua. Tia, di sini ada Pantai Wini yang keren lho. Tia, tahu lagu ‘Bukan Lautan, tapi Kolam Susu’ kan? Nah, itu ada di Wini. Aku sudah tiga tahun di sini, tapi belum pernah ke sana. Daerah ini sering masuk acara TV, khususnya program ‘Run Away’ yang banyak menampilkan artis-artis masuk ke daerah pedalaman.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Itu yang semacam film dokumenter ya?”
Rifki M Bogara:
“Iya, artis kotanya sedikit. Banyaknya artis dari Atambua. Gelap-gelap. Hehehe.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Iya lah, masa mau nyari bule di Atambua Ki? Hehehe.”
Rifki M Bogara:
“Hahaha. Bule kampung ada, yang rambutnya dicat warna oranye.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Wini itu dimananya NTT?”
Rifki M Bogara:
“Di bagian timur tengah utara. Ada juga daerah namanya Niki-Niki, Air Nona.”
Mutia ‘Muthe’ Ramadhani:
“Nama-nama daerah di NTT cantik-cantik ya? Kayak nama cewek. Kalo ada cewek yang punya cowok kerja di Kupang, dia harus mengenal Kupang dong ya? Nanti pas ditelepon dan ceweknya bertanya pacarnya lagi dimana? Pas cowoknya bilang dia lagi di Niki, nanti dikira selingkuh sama Niki. Ahahahaha.”
Rifki M Bogara:
“Iya. Betul. Wini itu dekat pantai, Tia. Yuhu, pantai.”
Mutia ‘Muthe’ Bogara:
“Kamu kayak ikan duyung Ki, senang banget balik ke habitatnya. Hehehe. Udah bawa peralatan perang buat nyelamnya?”
Rifki M Bogara:
“Bawa dong.”
[END CHAT]
April berlalu, Mei pun tiba. Bagaimana hasilnya? Baik aku maupun Rifki batal mengikuti pendakian ke Rinjani. Rifki bilang, dia lebih memilih untuk merayakan ulang tahun Telkomsel di Kupang saja. Sedangkan aku? Karena padatnya jadwal liputan di pos ekonomi, juga sibuknya Sang Redpel (Redaksi Pelaksana, a.k.a Kang Elba Damhuri) di kantor, akhirnya pendakian kami ke Rinjani ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pendakian ke Rinjani memang tidak bisa dilakukan sembarangan. Bagi pendaki pemula, yang sama sekali belum pernah melakukan pendakian gunung sebelumnya, sebaiknya jangan langsung mendaki Rinjani. Gunung Rinjani (3.726 m dpl) di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat merupakan gunung tertinggi ketiga di Indonesia, setelah Pegunungan Jayawijaya (4.884 m dpl) di Papua dan Kerinci (3.805) di Sumatra Barat.
Belum genap dua minggu persahabatan kami, aku sudah merasakan betapa beratnya tanggung jawab Rifki di Kupang. Suatu hari, Rifki pernah bercerita padaku, ada seorang camat dari Desa Pantai Baru Selatan yang sudah dua kali mendatangi kantor Telkomsel Kupang. Tujuannya hanya satu, meminta sinyal.
Sangat disayangkan, diera Milenium yang sudah akan memasuki 2014, tapi masyarakat di timur Indonesia masih belum menikmati sinyal telepon, apalagi ponsel. Rifki bilang, di sana, listrik saja hanya bisa bertahan 12 jam setiap harinya. Itu artinya, masyarakat Desa Pantai Baru Selatan hidup tanpa penerangan selama 12 jam sisanya.
Sama halnya dengan pengalaman yang kudapatkan selama tiga hari liputan ke Kupang, tepatnya pada 2-4 Oktober 2012. Sewaktu berkunjung ke sana bersama rekan-rekan media dan PLN, aku sempat menulis empat tulisan pendek tentang cerita perjalananku ke Negeri Mutiara Selatan Indonesia.
Leave a Comment