Jebakan Tersembunyi Saat Mendietkan Anak Autis


Namanya juga diet, pastilah ada godaannya. Sama seperti kita pengen diet turunin berat badan, tetapi baru diet lima hari, tiba-tiba pas weekend diajak teman janjian di restoran, dietnya gagal.

Demikian juga diet anak autis. Kadang, orang tua sudah konsisten mendietkan anak beberapa bulan, kemudian bocor lantaran anak enggak sengaja makan kepingan biskuit kakaknya atau bocor pas ada acara kumpul keluarga.

Tantangan mendietkan anak autis

Postingan berikut, saya pengen sharing tentang berbagai jebakan tersembunyi yang kita hadapi sebagai orang tua saat mendietkan anak kita yang istimewa.

1. Percaya pada mereka yang bilang “anak autis tak perlu diet”

Jangankan di Indonesia, di luar negeri aja masih banyak orang, bahkan dokter mencemooh gagasan diet untuk anak autis. Jangankan kita berbicara diet fenol, wong diet gluten, casein, dan gula saja masih banyak yang tak percaya.

Dokter-dokter dan orang-orang yang tidak percaya tersebut berlindung di balik ketiadaan bukti ilmiah. Padahal, kalau mereka mau membaca, setelah 2008 banyak banget publikasi ilmiah yang membuktikan pengaruh makanan bagi diet anak autis dan ADHD di luar negeri.

Untungnya sejak 2011 dan seterusnya makin banyak dokter yang menyadari pentingnya diet untuk anak autis. American Pediatric Association (APA), sama kayak Ikatan Dokter Anak di Indonesia (IDAI) bahkan secara gamblang mengakui pentingnya diet pada anak autis.

Sudah tak terhitung jumlah orang tua di dunia menerapkan diet pada anak autis. Mereka membuktikan sendiri perbaikan perilaku cukup dramatis sebelum dan sesudah sang anak menjalani diet.

Sebagai orang tua, terlebih ibu, kendati kita bukan dokter, cobalah melihat bukti-bukti nyata ini. Kita mulai mengedukasi diri sendiri bahwa kita bisa memilih mencoba mendietkan anak untuk membuktikan sendiri keefektifannya. Cobalah minimal tiga bulan, lihat dampak pada anak, baru berkomentar.

2. Membiarkan diet anak autis “sesekali” bocor

Liburan, kumpul keluarga, acara jalan-jalan sering kali menjadi ajang orang tua membocorkan diet anak. Orang tua yang enggak mau ribet tergoda “membiarkan” diet anak bocor secara sengaja.

Mereka anggap “sesekali” bocor tersebut tak berpengaruh signifikan pada anak. Katanya, “besok kan bisa diet lagi?”

Kalau terus menerus begini, berarti orang tua tersebut harus siap juga untuk mendietkan anak selamanya. Ya kan? Soalnya dietnya enggak pernah 100 persen sehingga anak enggak bisa maksimal juga penyembuhannya.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai orang tua supaya diet makanan anak tidak bocor, tetapi anak masih bisa bersosialisasi dengan dunia luar?

Pertama, siapkan camilan sehat untuk anak. Saat yang lain makan, anak kita makan makanannya sendiri.

Kedua, hubungi keluarga atau tuan rumah yang kita kunjungi. Sampaikan kondisi kesehatan anak kita pada mereka. Minta supaya mereka tak perlu repot-repot menyajikan hidangan untuk anak karena anak kita bawa makanan sendiri.

Tak perlu segan, saya selalu melakukannya setiap kali saya bertamu ke rumah teman atau menghadiri acara tertentu yang pasti ada kegiatan “makan-makannya.”

Ketiga, mulailah membiasakan anak disiplin dengan diet. Inilah pentingnya konsistensi. Rashif dan Rangin alhamdulillah sudah struggle dengan itu. Mereka tidak akan pernah memakan yang bukan makanannya. Mereka tidak tertarik sama sekali dengan makanan yang bukan makanannya.

Suatu ketika, momen lebaran, semua kue terhidang di depan mata, tetapi tak sedetik pun Rashif dan Rangin menyentuh kue-kue dalam toples itu. Mereka memang “lihatin,” mungkin penasaran sama bentuk-bentuk cookies yang lucu. Namun, mereka enggak tertarik tuh mau makan.

Palingan nenek kakek atau paman bibinya saja yang merasa kasihan sama cucunya. Ah, ini hanya perasaan sementara. Anaknya santai aja kok.

Hal yang sering terjadi adalah si kembar ditawari makanan oleh orang yang tidak tahu kalau anak saya spesial. Orang tua di sini berperan mengawasi dan ikut mengedukasi orang-orang sekeliling anak. Percayalah, mereka pasti menghormati aturan kita.

Keempat, kalau sekiranya anak susah dikondisikan, ya udah, enggak perlu datang ke acara tersebut. Mentok-mentok, datang terlambat demi menyelamatkan anak dari kebocoran diet dan tantrum yang mungkin akan terjadi jika anak mengikuti acara sejak awal.

3. Tertipu sama label “gluten-free” dan “casein-free”

Ini namanya ada udang di balik batu. Pada banyak kasus, terlebih di tengah maraknya industri makanan sehat untuk anak saat ini, banyak produsen mengklaim sebuah produk aman untuk anak berkebutuhan khusus.

Kita tertipu karena tidak mengetahui seluruh komposisi makanan yang diberikan pada anak. Ada yang mengklaim gluten-free atau casein-free, tetapi ternyata mengandung pengawet atau pewarna makanan.

Ada yang mengklaim pakai tepung sagu, tetapi ternyata sagunya bukan sagu asli, melainkan sagu yang terbuat dari ubi. Jelas-jelas ubi dilarang untuk autisi.

Tepung sagu asli terbuat dari tanaman metroxylon spp. Hati-hati dengan tepung sagu, tetapi ternyata terbuat dari sagu ubi, sagu aren, dan tanaman lain yang bukan metroxylon spp.

Anak autis bukan cuma diet gluten dan casein doang. Mereka juga diet gula, jagung, kedelai, fenol, zat-zat kimia seperti pengawet, pewarna makanan, dan pemutih. Contoh, ada makanan gluten-free dan casein-free, tetapi menunya adalah keripik singkong, ya sama juga bohong.

4. Paparan tersembunyi di rumah

Orang tua sering lupa dengan paparan tersembunyi yang potensial membocorkan diet anak autis justru di rumah sendiri. Okelah, anak sudah bagus diet makanannya. Eh, ternyata orang tuanya masih aktif pakai kosmetik. Ini juga sama dengan bohong.

Saya kasih beberapa contoh paparan tersembunyi di rumah yang bisa membocorkan diet anak kita.

  • Kontak kulit anak dengan orang tua, pembantu, pengasuh, atau terapis yang masih pakai kosmetik, seperti lotion, lipstik, alas bedak, serum, dan parfum.
  • Pasta gigi. Anak autis dilarang pakai pasta gigi. Sikat gigi ya pakai sikat biasa saja tanpa odol, kayak orang bule.
  • Penggunaan hairspray, semprotan nyamuk, fungisida, herbisida, dan sebagainya. Gunakan raket nyamuk.
  • Anak bermain play dough, slime, clay, kapur tulis, spidol broadmarker yang wanginya mencolok. Kasih anak autis pensil warna saja, bukan spidol.
  • Remah-remah atau potongan makanan yang terlarang untuk anak, misalnya donat sisa, serpihan biskuit, sedotan susu kotak, dan sebagainya.
  • Makanan hewan peliharaan yang tak sengaja dimakan anak.
  • Obat-obatan yang dibeli bebas. Anak autis punya aturan ketat soal obat. Dua di antaranya tidak boleh konsumsi obat yang mengandung parasetamol dan tidak boleh konsumsi obat berupa sirup.
  • Kontaminasi silang di dapur, misalnya makanan yang dimasak dengan wadah besi atau aluminium. Minimalisir penggunaan wajan berbahan aluminium untuk anak. Utamakan peralatan memasak terbuat dari kaca.

Saya sendiri masih pakai kosmetik kok, sesekali untuk kepentingan tertentu. Contoh, saya harus bikin Reels untuk video konten, atau saya harus menghadiri acara tertentu. Solusinya, begitu kerjaan selesai, langsung bersihkan wajah, baru boleh pegang anak, baru boleh cium anak.

5. Orang tua tidak peka dengan alergi makanan anak

Ada dua jenis alergi makanan yang ditunjukkan anak autis, yaitu alergi yang reaksinya langsung bisa dilihat dan reaksinya tertunda. Hanya orang tua yang peka bisa mendeteksi kondisi ini pada anak spesialnya.

Pada banyak kasus, ada orang tua yang bilang sudah melakukan tes alergi pada anak autisnya. Biasanya ini tes IgE (imunoglobulin E) yang reaksinya bersifat langsung begitu tubuh anak terpapar jenis makanan tertentu.

Hal yang tidak semua dipahami orang tua anak autis adalah tes IgG (imunoglobulin G), yaitu reaksi tertunda yang baru muncul setelah 72 jam anak mengonsumsi makanan tertentu. Tes IgE dan IgG di sini bukan hanya prosedurnya saja yang beda, tetapi harganya juga beda.

Tes IgE lebih murah dari IgG. Saya pernah cari info, tes IgE biayanya Rp 1 jutaan, tes IgG mencapai Rp 3 juta.

Rashif tidak pernah tes alergi. Saya lebih pilih melakukan rotasi dan eliminasi diet. Selama dua tahun melakukan rotasi makanan pada Rashif, saya bisa tahu jenis-jenis makanan yang aman dan tidak aman untuknya.

Telur contohnya. Ada anak autis yang tidak cocok makan telur dan ada anak autis yang aman makan telur.

Ketika kita berhasil mengidentifikasi jenis-jenis makanan yang aman untuk anak, itu akan meminimalisir perburukan perilaku anak, hiperaktifnya, dan penyakit yang ditimbulkan makanan tersebut.

6. Mencari alternatif pengganti susu sapi

Ini sering juga saya temukan pada orang tua anak autis. Mereka kerap bertanya, “Adakah alternatif pengganti susu sapi?”

Mohon maaf, jawabannya adalah TIDAK ADA.

Tidak ada alternatif pengganti susu sapi untuk anak autis, mau itu susu kambing, susu unta, susu domba, susu kedelai, susu almond, semua dilarang. Anak autis tidak butuh susu.

Anak autis tak butuh susu sapi

Anak autis butuh kalsium dan sumber kalsium tidak hanya susu. Jumlahnya pun tidak sebanyak kalsium pada susu.

Kita bisa kok memberikan kalsium dalam bentuk kalsium bubuk. Kita bisa juga mengasupi kalsium dari makanan harian, seperti alpukat, pakcoy, okra, gambas, kubis kol, kembang kol, tauge, daun seledri, dan ikan. Bukankah jauh lebih baik ketika anak mendapat asupan dari makanan beragam ketimbang minum susu doang?

Lagian, kenapa sih orang tua khawatir banget anaknya enggak minum susu sapi? Memangnya zaman dulu sudah ada susu sapi gitu? Orang-orang zaman dulu, nenek moyang kita, mereka tetap tumbuh sehat kendati tidak minum susu. Kenapa kita harus takut?

Khawatir berat badan anak turun? Ini wajar, mungkin di awal-awal membiasakan diet. Akan tetapi, kalau kita tak mencoba, bagaimana mau anak kita sehat dan sembuh?

7. Mengganti diet dengan suplemen atau enzim

Lucu deh. Beberapa orang tua tidak mendietkan anak dan memilih memberikan anak beraneka suplemen dan enzim. Mereka lupa aturan pertama penyembuhan anak autis, yaitu diet dulu, baru terapi dan obat.

Contoh, anak autis mengonsumsi enzim phenol assist setiap hari, sementara anak dibiarkan mengonsumsi seluruh buah tanpa diseleksi dan dibatasi. Anak tetap makan apel, pir, anggur, nanas, pepaya, jeruk di mana itu semua buah-buahan yang tinggi fenol.

Orang tua berpikir, anak bebas makan buah apa saja, begitu diberikan enzim phenol assist, fenolnya bakal luruh dengan sendirinya. Sungguh, ini pemikiran yang menggelitik. Soalnya, fenol pada dasarnya terkandung dalam semua jenis buah dan sayur.

Bayangkan, buah dan sayur yang aman dikonsumsi anak autis saja pasti mengandung fenol, tetapi dalam kadar rendah, sedikiiiit sekali. Pada kondisi ini, dokter anak saya menyarankan saya memberikan phenol assist untuk mengikat fenol yang tidak diperlukan anak.

Lalu, kita bisa bayangin, anak dengan sengaja dibiarkan makan buah dan sayur dengan kandungan fenol tinggi? Enzim phenol assist itu enggak akan bekerja optimal.

Sama aja seperti kita menabur garam di laut. Mustahil. Kalau pun dampaknya terasa baik, itu hanya bersifat sesaat. Ujung-ujungnya, anak kita seumur hidup harus mengonsumsi enzim yang sama. Buat apa?

Suplemen, seperti enzim untuk anak autis itu enggak ada yang murah. Suplemen Rashif itu dahulu harganya paling murah Rp 450 ribu per tabung untuk dikonsumsi 1 bulan. Bukankah jauh lebih efisien jika kita mau disiplin merotasi dan mengeliminasi makanan anak?

8. Takut anak kurang gizi

Saya sedih banget lihat orang tua yang tidak mau mengedukasi diri sendiri. Cobalah baca dahulu, daftar makanan yang aman dikonsumsi anak autis. Jenisnya banyak banget loh. Kenapa sih kita takut diet karena takut anak kurang gizi?

Pilihan ikan dan daging untuk anak autis itu banyak, pilihan sayur dan buahnya juga banyak. Kesalahan kita sebagai orang tua adalah kurang berjuang dan kurang gigih membiasakan anak spesial kita memakan makanan yang aman buat mereka.

Coba tanyakan diri kita, sudah segigih mana kita? Sudah sekreatif apa kita melakukan berbagai cara agar anak tertarik dengan makanan yang aman untuk tubuhnya?

Contoh, susu. Susu sapi ya untuk anak sapi. Kasarnya saya bilang begitu. Kenapa sih takut anak kurang gizi lantaran tidak lagi minum susu? Why oh why?

9. Merasa anak masih terlalu kecil untuk mulai diet

Bagi orang tua yang anaknya didiagnosis autis pada usia dini, di bawah dua tahun, saya mau bilang, “bersyukurlah.” Selalu ada hal yang bisa kita syukuri di setiap ujian kehidupan.

Beberapa jurnal yang saya baca, keinginan anak mengeksplorasi berbagai jenis makanan makin berkurang ketika berumur 18 bulan. Inilah kenapa orang tua lebih gampang nyuapin makan bayi di bawah 18 bulan ketimbang bayi yang sudah menginjak usia 2 tahun ke atas.

Pastinya terasa kan? Pas awal-awal anak MPASI, apa saja makanan yang kita kasih ke dia langsung disikat habis.

Inilah alasannya jauh lebih mudah mendietkan autisi bayi dibanding autisi balita, remaja, apalagi dewasa. Butuh effort lebih membiasakan anak yang sudah bertahun-tahun makan apa saja, kemudian dirotasi menunya.

Namun, sulit dalam hal ini bukan berarti mustahil. Semua butuh pengorbanan and it takes time. Sabar dan terus lakukan. Batu karang saja lama kelamaan bisa pupus karena ombak. Kenapa manusia “kebiasaan manusia” enggak?

Rashif saya dietkan sejak berumur 17 bulan. Inilah kenapa saya merasa beruntung karena sekarang Rashif sudah bisa memilah makanannya sendiri.

Kitalah yang paling mengenal anak kita. Rencanakan berbagai strategi dan lakukan tapering off, yaitu mengurangi perlahan makanan-makanan yang dilarang untuk anak sampai makanan-makanan tersebut tereliminasi sempurna.

Semangat ya moms!

Perubahan kecil, sedikit demi sedikit, dilakukan secara konsisten dan kumulatif, jauh lebih baik dibanding tiba-tiba kita melarang anak makan ini itu. Grafiknya landai, asal terus menurun ke bawah sampai di titik nol.

Semangat ya, buat kamu yang masih berjuang sampai hari ini. Semoga Allah SWT berikan kita kesabaran dan kekuatan membersamai anak-anak surga ini.


11 responses to “Jebakan Tersembunyi Saat Mendietkan Anak Autis”

  1. Ini repotnya. Kalau ada orang yang nggak perduli sama kondisi anak yang istimewa. Dianggapnya semua sama. Tanpa diet atau apa. Sehingga, suka “maksa” menyiapkan sesuatu untuk anak. Pan kasihan kalau kudu ngulang diet dari awal lagi.

    Like

  2. Ternyata banyak juga rambu-rambu agar jangan sampai terjadi kebocoran diet ABK. Seperti gluten free ternyata nggak beneran free, atau tepung sagu isinya ada campuran bahan ubi. Bener sih kalo lolos makan kue-kue bisa jadi tantrum ya karena kadar gula nya yang tinggi

    Like

  3. Baru tahu kalau anak spesial dan ADHD perlu diet mbak,
    Ternyata banyak pula hal2 yg perlu diperhatikan supaya diet mereka tetap berhasil salahsatunya dg beberapa jebakan di atas ya mbak
    Setuju juga sih mbak
    Kalau niatnya, ehh gapapa dikit
    Tapi jadinya malah ga konsisten
    And malah keterusan trus bisa2 ga berhasil

    Noted nih mbak

    Like

  4. Dari tulisan ini aku banyak belajar soal pantangan diet anak autis. Karena selama ini kukira hanya menghindari gluten dan casein juga. Ternyata kosmetik juga ya. Karena keseharian orang di sekitar anak autis masih pakai kosmetik, seperti lotion, lipstik, alas bedak, serum, dan parfum. Btw kalau autisme nya masih spektrum yang ringan apa tetap harus diet gini ya?

    Like

  5. Saya baru baca tentang resiko dari kontak langsung pemakaian toiletries yang seringkali dipakai rutin harian.
    Semoga semakin banyak support system di sekitar anak autis atau keluarga dengan anggota keluarganya yang autis, memahami sebagian besar kondisi di atas.

    Like

  6. Jujurly, aku baru tau kalo anak autis itu makannya harus dijaga, huhu.. Dan memang orang² terdekat harus lebih peka. Semoga juga lebih banyak alat yg mendukung kehiduoan mereka yah. Semangat Mbak Mut..

    Like

  7. Wah yang tantangan nomor 3 itu parah banget sih, kalau ada sampe produk-produk yang seperti itu. Hal tersebut kan bisa membahayakan pemakainya. Wah wajib ditandai tuh merk yang menjual produk yang mengklaim sesuatu ternyata hanya hoax

    Like

  8. Ya Allah, anak berkebutuhan khusus rupanya perlu diet. Saya baru tahu nih, Mbak.

    Dan ya, bener, kalau ada acara kumpul-kumpul, mending bawa bekal untuk anak, atau datang telat, biar diet anak enggak bocor.

    Nah, itu dia pas lebaran, pasti ada aja keluarga lainnya yang katanya ‘kasihan’ anaknya gak boleh makan ini dan itu. Mereka gak tahu aja ya, gimana perjuangan Mbak untuk menjaga anak biar sehat.

    Semangat, Mbak..

    Like

  9. nomor 3 yang saya takutkan, terkadang berpikir juga terlalu sering ngasi makanan siap saji. apalagi istri saya kerjaannya banyak. saya pikirkan dampaknya. ini mesti saya info ke istri

    Like

  10. Adikku psikolog konsultan autisi. Dia cerita, ada klien dateng, anaknya usia 8 thn belum bisa apa-apa. Yang pertama dia tanya ke ortu, dietnya gimana sehari-hari? Eeeeh…bokap anak ini ngamuk dong, mosok adikku dimarahin. Katanya, belum apa-apa udah ngejudge, gara-gara diet. Huf…aku yg diceritain aja ikut kezel. Gimana yg jadi konsultan, ngadepin ortu yg ngeyel kayak gitu…

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: