Internet mentransformasi dan menginovasi seluruh profesi, tak terkecuali penulis buku. Dahulu penulis membawa imajinasinya dengan pena dan kertas. Kini mereka menuangkannya dengan mengandalkan keyboard komputer, laptop, atau ponsel.
Sesaat penulis membiarkan dirinya larut dalam naskah dan ide cerita yang muncul di kepala. Halaman demi halaman pun selesai, dan proses berikutnya dimulai. Penulis seakan menyerahkan naskahnya yang berharga untuk tunduk pada aturan dan kritik penerbit. Bagi penulis baru yang lemah hati, kritik bisa menjadi pengalaman menakutkan, bahkan tak jarang membuat kepercayaan diri mereka terjun bebas ke dasar jurang terdalam.
Tidak semua penulis beruntung menerbitkan buku di penerbit besar. Inilah yang saya alami 2012 ketika novel saya hanya bisa lulus seleksi 20 naskah terbaik, lalu gagal di penyaringan final oleh salah satu penerbit mayor di Jakarta Selatan.
Delapan tahun berikutnya, saya seperti mengalami imposter syndrome. Ini adalah kondisi di mana seseorang merasa dirinya tidak layak menjadi sesuatu. Saya merasa tak pantas menjadi penulis buku. Rasanya saya tidak dilahirkan untuk itu, meski telah menyusun lebih dari 200 halaman cerita. Saya pun tak berminat menghasilkan karya baru.
Ketika potensi penulis produktif tadi terhambat hanya karena satu penerbit mayor menolak karyanya, atau mereka tak menemukan mentor yang tepat karena tak ada relasi dengan penulis profesional, kemana kira-kira mereka menggantungkan mimpinya?
Jawabannya mereka beralih ke internet.
Akhir 2015, saya fokus menjadi bloger. Tiga tahun kemudian, tepatnya 2018, saya bergabung dengan sejumlah komunitas bloger di dunia maya. Rasanya senang menemukan sekelompok orang yang terikat bersama dalam dunia kepenulisan. Ada yang part-time bloger, full-time bloger, bloger merangkap kreator konten, atau bloger merangkap penulis. Kami disatukan oleh webblog/ website, media sosial, grup chat, monitor, ponsel, yang semuanya tentu tak ada guna tanpa sambungan internet.
Internet mengantar saya menemukan surga penulis. Bloger, SEO specialist, influencer, editor, kreator konten, penyair, jurnalis, dan tentunya penulis buku. Manfaat internet adalah menciptakan ruang yang menyatukan semua terlepas status masing-masing profesional atau amatir.
Saya pun makin sering menerima umpan balik atas tulisan-tulisan saya di dunia maya. Tak jarang secara personal saya berdiskusi dengan kawan-kawan yang sudah pernah menerbitkan buku. Mereka adalah tempat saya mengajukan pertanyaan, berbagi informasi, menjalin jejaring, pertemanan, hingga mengenalkan saya ke penerbit yang bersedia mendampingi penulis-penulis baru.
Covid-19 sejak 2020 memberi saya lebih banyak waktu luang di rumah. Saya tak ingin pandemi global ini menghambat produktivitas. Saya ingin membuktikan diri saya layak menjadi penulis. Saya pun memutuskan bergabung dengan sejumlah komunitas menulis untuk menghasilkan beberapa antologi.
Kami intensif berkomunikasi lewat Zoom, Google Met, WhatsApp Video, dan grup chat. Saya bersyukur profesi penulis baru seperti saya didukung jaringan internet cepat IndiHome, mengingat hampir 100 persen kegiatan saya selama pandemi terpusat di rumah.
Waktu menulis saya pun lebih fleksibel. Saya bisa menyicil naskah kapan saja, entah setelah putri sulung saya sekolah, usai pekerjaan rumah selesai, atau malam hari begitu suami dan anak sudah tidur.
Saya bersama 20 bloger Indonesia pertama kali menerbitkan buku antologi Blog at First Sight. Siapa sangka sampai hari ini saya bisa melahirkan tujuh antologi bersama teman-teman saya yang tergabung dalam komunitas menulis. Lima judul di antaranya telah diterbitkan, yaitu:
- Blog at First Sight bersama Komunitas Bloger.
- Patah untuk Tumbuh bersama Komunitas Penulis Tembikar.
- Educate Your Son, Protect Your Daughter bersama Komunitas Penulis All Zone
- Rindu Kampung Halaman bersama Komunitas Penulis Dandelion
- Emak Rimbawan (Kumpulan Cerita Konservasionis IPB) bersama Komunitas Rimbawan Menulis.
- Sang Giri (Kumpulan Kisah Pendakian Rimbawan Petualang) bersama Komunitas Rimbawan Menulis.
- Rimbawan dalam Dasarupa (Kisah Inspirasi Sarjana Kehutanan Multiprofesi) bersama Komunitas Rimbawan Menulis (dalam proses)
Pandemi juga memberi saya lebih banyak waktu untuk mengemas ulang novel saya yang sudah lama ‘dimuseumkan’ di dokumen laptop. Insya Allah dalam waktu dekat saya juga akan meluncurkan buku solo perdana saya, Sialang & Tualang.
Saya ingin menularkan semangat sama untuk teman-teman yang lain. Semangat itu mendorong saya mendirikan grup penulis bernama Komunitas Rimbawan Menulis (Rimbalis) Maret 2022 dan melahirkan buku perdana kami, Emak Rimbawan.
Rimbalis adalah komunitas penulis yang seluruh anggotanya lulusan Fakultas Kehutanan IPB. Sampai hari ini Rimbalis beranggotakan hampir 100 anggota. Ke depannya kami tidak membatasi diri dengan anggota bergelar sarjana kehutanan. Kami terbuka untuk teman-teman baru yang ingin bergabung, selama mereka memiliki semangat sama, yaitu literasi dan cinta lingkungan.
Internet juga memungkinkan saya sharing pengalaman dan ilmu pengetahuan lebih luas, misalnya dengan menjadi pembicara di sejumlah pelatihan, bahkan juri lomba.
Laporan Profil Internet Indonesia 2022 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 77,02 persen pada 2021-2022. Dilansir dari Katadata, trennya meningkat terus dari tahun ke tahun.
Penggunaan internet masih terpusat di Pulau Jawa dengan persentase 43,92 persen. Selanjutnya adalah Sumatra (16,63 persen), Sulawesi (5,53 persen), Kalimantan (4,88 persen), Nusa Tenggara (2,71 persen), Papua (1,38 persen), Bali (1,17 persen), dan Maluku (0,81 persen).
Manfaat internet yang saya rasakan sebagai penulis buku adalah membantu promosi lebih luas. Hari ini ada banyak sekali penerbit mandiri (self-publishing) yang mewadahi penulis-penulis baru menerbitkan karya. Beberapa perusahaan penerbitan indie ini membantu penulis melakukan promosi dan pemasaran secara offline dan online.
Sayangnya, lautan penerbit mandiri ini bisa menjadi ‘tempat berbahaya’ bagi penulis yang tidak menyadarinya. Tak heran jika banyak buku-buku terbaik kesannya tenggelam saking banyaknya buku-buku baru bermunculan.
Saya tak ingin buku-buku saya juga buku-buku Komunitas Rimbalis menjadi karya yang sehari dua hari langsung dilupakan pembaca. Untuk memastikan karya kami tidak menjadi korban berikutnya, kami memanfaatkan internet untuk melakukan promosi buku dengan cara lebih mendekatkan diri ke pembaca.
Bagaimana penulis memanfaatkan internet untuk aktivitas tanpa batas tersebut?
1. Aktif di berbagai platform penjualan online
Banyak platform bisa digunakan untuk mempromosikan buku secara online. Penulis juga bisa menjual karyanya lewat berbagai platform e-commerce, seperti Tokopedia dan Shopee. Mereka juga bisa menjual karyanya dalam bentuk e-book berbayar di Google Play dan Google Book.
Media sosial juga tak ketinggalan. Kami memiliki akun Instagram, seperti @blogatfirstsight dan @rimbawanmenulis untuk mendekatkan diri dengan pembaca. Kami menjual buku di sana dengan menyusun format pre-order dan pemesanan buku setelah lewat masa pre-order.
Berkat internet yang andal, sebagian besar buku antologi kami dilabeli BEST SELLER. Dua di antaranya adalah Blog at First Sight yang terjual di atas 278 eksemplar, Emak Rimbawan dengan penjualan lebih dari 340 eksemplar, dan Sang Giri dengan penjualan di atas 350 eksemplar.
2. Kampanye media sosial
Penulis yang baik tak hanya menjual buku ke pembaca, kemudian menganggap tugasnya selesai. Penulis yang baik tak henti meliterasi pembaca lewat berbagai cara.
Saya dan teman-teman yang tergabung dalam Komunitas Rimbawan Menulis tidak hanya menulis buku, tetapi juga aktif melakukan kampanye di media sosial. Ini sesuai dengan semangat kami untuk menarik lebih banyak orang, khususnya anak muda agar cinta lingkungan.
Saat merilis buku Emak Rimbawan misalnya, saya dan teman-teman menggelar serangkaian Instagram LIVE dengan berbagai topik selama masa promosi. Topik-topik ini tentunya kami kuasai karena kami seluruhnya berlatar belakang sarjana kehutanan.
Beberapa topik yang kami bahas dalam bentuk Instagram Live, antara lain:
- Decluttering dan pilah sampah dari rumah
- Mengasihi satwa dan tumbuhan
- Wisata alam bersama anak di tengah kota
- Hiking bersama ibu hamil dan anak-anak
- Edukasi lingkungan di tengah kesibukan ibu rumah tangga
- Serunya pengamatan satwa (animal watching) bersama anak
- Anak perempuan dan lingkungan
Kampanye di media sosial sangat membantu penulis menemukan followers dan pembaca baru. Kami bahkan terhubung dengan sejumlah organisasi lingkungan dan penggiat lingkungan yang tertarik dengan buku ini.
Sebagian besar situs media sosial, seperti Facebook dan Instagram menyediakan opsi yang menarget audiens tertentu lewat iklan berbayar. Internet adalah kemewahan yang membuat semua tampak lebih berharga dibanding penulis sekadar memasang iklan promosi di surat kabar, membagikan flyer, atau menempel poster-poster bukunya di tempat umum.
3. Terhubung dengan influencer online
Salah satu cara terbaik membangun jaringan pembaca adalah memanfaatkan pengikut atau followers orang lain. Hari ini banyak sekali influencer online yang bisa membantu penulis untuk memperkenalkan karyanya lebih luas.
Bloger seperti saya misalnya, tentu saja memanfaatkan blog sebagai sarana untuk menarik lebih banyak pembaca. Beberapa kawan bloger dengan senang hati mengulas buku-buku antologi saya di website mereka.
Blog salah satu pusat konten dan informasi yang berpotensi mendongkrak penjualan buku. Kemunculan blog awal 2000-an meningkatkan berbagai ulasan dari pembaca.
Bisa dikatakan bloger adalah pembaca buku yang baik. Banyak dari mereka ahli di bidang sastra tertentu. Mereka bisa dianggap influencer yang baik karena memiliki pembaca setia.
Selain bloger, saya bersama Komunitas Rimbawan Menulis menggandeng akademisi, tokoh pendidikan, hingga public figure untuk meninggalkan kesan baik mereka tentang buku kami. Semangat literasi kami juga diapresiasi langsung Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Ibu Siti Nurbaya Bakar.
4. Mengadakan book review contest dan give away
Internet mendukung penulis menggelar book review contest atau lomba resensi buku secara online. Kegiatan ini bermanfaat meningkatkan minat baca, mengembangkan keterampilan menulis, memperluas wawasan pemustaka, dan tentu saja meningkatkan penjualan buku.
Banyak penulis mengadakan give away untuk meningkatkan engagement media sosial. Ini sangat penting, terutama penulis yang hendak menerbitkan karya berikutnya. Biasanya penulis mengadakan give away berhadiah buku, bisa juga ditambah hadiah lainnya, seperti voucher. Mereka umumnya melakukannya di akun media sosial, khususnya Instagram.
5. Branding lewat website sendiri
Seorang penulis perlu memiliki rumah untuk produknya. Rumah di sini bisa berupa website pribadi untuk branding dan membangun reputasi.
Penulis bisa mendapat hosting sendiri atau meminta bantuan profesional menyiapkannya. Hari ini internet mempermudah penulis mendapatkan hosting dan domain dengan biaya jauh lebih murah.
Manfaat internet tentu saja memberi pengaruh besar pada industri penerbitan buku tradisional. Munculnya e-book dengan harga lebih murah dibanding buku cetak, belum lagi menjamurnya e-book ilegal menjadi ancaman nyata bagi penerbit dan penjual buku.
Akan tetapi terlepas dari itu semua, bukankah buku cetak masih bertahan sampai hari ini? Internet dan teknologi digital di sisi lain membantu penerbit dan penjual buku menjangkau pelanggan baru.
Setelah sebuah buku dijual, di toko buku atau di platform online, buku jadi memiliki banyak nyawa. Dia bisa dibeli untuk pribadi, disewakan, dipinjamkan, diberikan sebagai hadiah untuk orang lain, dijual dalam bentuk buku bekas, atau disumbangkan ke perpustakaan. Inilah sirkulasi buku yang berkelanjutan.
Profesi penulis buku tidak pernah mati, entah itu penulis novel, manga, komik, buku edukasi, dan sebagainya, berupa cetak atau e-book. Internet justru membantunya berkembang melampaui batas-batas fisiknya.
Kita bisa lihat saat ini internet menghidupkan diskusi-diskusi tentang buku di berbagai forum online. Banyak pembaca merekomendasikan buku tertentu, memberi peringkat atau rating, mengadakan seminar online dengan penulisnya, bahkan bermunculan fanfiction. Komunikasi ini tentu saja berbentuk digital dan berjalan dinamis berkat internet sampai hari ini.
Internet dan pekerja WFH
Kerja jarak jauh (remote working) atau kerja dari rumah (working from home) bukanlah fenomena baru. Istilah ini pertama kali muncul dalam buku the Human Use of Human Beings Cybernetics and Society yang ditulis Norbert Wiener pada 1950. Wiener menggunakan istilah telework dan secara bertahap populer di Eropa.
Orang Amerika baru menerapkan istilah ini setelah tragedi 911 pada 2011, yaitu saat teroris menyerang Pentagon dan Gedung World Trade Center (WTC). Pemerintah Federal Amerika Serikat saat itu membuka pilihan bekerja jarak jauh untuk sebagian besar karyawannya.
Hasil penelitian International Telework Association and Council (ITAC) menunjukkan pekerja jarak jauh di Amerika berjumlah satu berbanding lima. Setidaknya mereka bekerja dari rumah sekali seminggu. Saya yakin jumlahnya saat ini setelah gelombang pandemi sangat drastis.
Karyawan, pekerja kantoran, pegawai pemerintah, dan sebagainya menghadapi sejumlah tantangan bekerja jarak jauh dilihat dari faktor koneksi internet.
Pertama, kekuatan sinyal WiFi yang rendah dan tidak dapat diandalkan menyebabkan produktivitas karyawan menurun. Dengan demikian performa perusahaan bisa ikut terpengaruh.
Kedua, sistem kolaborasi jaringan internet abal-abal sangat lambat. Salah satunya bisa menyebabkan tarik menarik antara perangkat gawai keluarga di rumah, seperti televisi dan ponsel. Ini bisa membuat panggilan video misalnya terputus tiba-tiba.
Ketiga, keamanan jaringan internet rumahan diperlukan. Jaringan internet tepercaya akan melindungi dari serangan terhadap sistem dan data.
Kita membutuhkan sistem WiFi yang mendukung pekerjaan kita dengan baik. Hasil studi Pew Research Center di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 71 persen pekerja kantoran bekerja dari rumah sepanjang pandemi Covid-19 pada 2020.
Selain itu hampir 93 persen pelajar dan mahasiswa melakukan pembelajaran jarak jauh pada tahun sama. Ini adalah jumlah besar yang perlu kita garis bawahi, di mana kita harus beradaptasi dengan teknologi ketika kondisi dunia di sekitar kita berubah.
Pekerja jarak jauh sangat bergantung pada layanan video conference untuk tetap terhubung dengan rekan kerja. Sekitar 81 persen pekerja yang bekerja dari rumah mengatakan mereka menggunakan panggilan video dan layanan konferensi online, seperti Zoom. Secara umum video conference dan platform chat dianggap sebagai pengganti kontak langsung.
Akses internet selama pandemi berperan besar menjaga produktivitas pekerja dan pelajar. Meski gelombang pandemi menuju titik normal, faktanya makin ke sini orang-orang makin menginginkan fleksibilitas untuk bekerja dari rumah. Mereka akan datang ke kantor sesuai kebutuhan, hanya untuk pertemuan dan interaksi tatap muka yang penting.
Tidak diragukan lagi bahwa sistem kerja jarak jauh ini meningkatkan penggunaan internet sehari-hari. Memang benar bahwa jumlah keluarga di Indonesia yang terhubung dengan jaringan internet rumah terus meningkat. Namun, kita tak bisa memungkiri bahwa jumlah keluaga yang belum terhubung dengan jaringan internet rumah jauh lebih banyak. Mereka hanya mengandalkan akses internet dari pulsa data di ponsel atau tablet.
Di Indonesia, imbauan bekerja dari rumah sebagian telah dicabut. Namun, faktanya masih banyak pekerja bekerja dari rumah di hari kerja. Banyak dari mereka menerima tren ini sepenuh hati. Internet aman, berkualitas tinggi, dan andal sangat penting, terutama jika ingin model kerja hybrid seperti ini berhasil.
IndiHome sebagai salah satu produk layanan Telkom Indonesia menggunakan jaringan fiber optik yang tersebar di seluruh Indonesia. Kecepatan internetnya hingga 300 Mbps.
Internet IndiHome tak hanya cepat, tetapi juga stabil dan tahan terhadap segala cuaca. Aktivitas tanpa batas kita dari rumah jauh lebih praktis dan nyaman dari sebelumnya.
Internetnya Indonesia ini tak hanya menghadirkan sambungan internet, tetapi juga film dan tayangan unggulan lewat IndiHome TV. Kita bisa menontonnya secara premium melalui aplikasi UseeTV GO.
Selain itu ada juga Telepon Rumah dari IndiHome. Kualitas suaranya jernih dengan harga lebih hemat.
Dunia bisnis dan dunia kerja sedang berubah. Kita memerlukan jaringan internet cepat untuk aktivitas tanpa batas. Apalagi tahun ajaran baru sudah masuk. Selama kita tetap terkoneksi dengan baik, kita dapat terus menavigasi perubahan bersama.
Leave a Comment