Siapa sih yang nggak baper sama cerita tentang “love at first sight” seperti di “What Comes After Love”? Meski udah klise banget dan sering banget kita lihat di drama korea, tetap aja, tiap kali ada adegan kayak gitu, rasanya ada sesuatu yang meleleh di dalam hati.
Cerita yang sudah sering kita tonton ini bisa bikin kita tersenyum sendiri, bahkan merasa sedikit cemas saat karakter utamanya ketemu dengan jodohnya yang tak terduga. Mungkin itu sebabnya cerita ini nggak pernah gagal mengaduk perasaan kita.
Di dunia yang serba nggak pasti dan penuh dengan kejutan ini, kita kadang butuh sesuatu yang tiba-tiba datang dan membuat hati kita berkata, “Wah, ini dia!” Tanpa banyak alasan, tanpa banyak tanya, hanya perasaan yang datang begitu saja.
Dan begitulah cinta, bisa datang begitu cepat, menghentak tanpa peringatan, dan membuat kita terjebak dalam suasana yang penuh emosi. Meski sering kali melihat plot yang sama, rasanya tetap segar, nggak pernah basi, seperti menemukan cinta sejati yang selalu baru di setiap momen.
Itulah yang aku rasakan setelah menonton drama korea terbaru berjudul “What Comes After Love.” Drakor ini sukses membuat hati deg-degan meskipun ceritanya bisa dibilang sudah sering kita temui di layar kaca.
Plotnya mengisahkan tentang cinta yang dimulai dari pandangan pertama, lalu berakhir dengan perpisahan yang cukup menyakitkan, dan akhirnya… reuni yang penuh dengan emosional, seperti kisah cinta yang tak pernah selesai.
Drama korea ini mengajak kita untuk percaya bahwa cinta bisa datang dengan cara yang tak terduga. Keajaiban itu tetap ada, dan “What Comes After Love” berhasil mengemasnya dengan begitu emosional dan menyentuh hati.
Bagi kamu yang suka drama dengan tema romance yang penuh drama dan kejutan, drama ini wajib banget kamu tonton. Bisa kamu saksikan di platform VIU yang bakal bikin kamu ketagihan!
Detail “What Comes After Love”
- Judul: What Comes After Love
- Episode: 6
- Tayang: 27 September – 25 Oktober 2024
- Platform: VIU dan Prime Video
- Durasi: 1 jam 5 menit per episode
- Genre: Romance
Sinopsis “What Comes After Love”
Choi Hong (Lee Se Young), seorang mahasiswa Korea yang sedang menuntut ilmu di Jepang, memulai cerita cinta yang begitu sederhana namun penuh makna dengan Aoki Jungo (Kentaro Sekaguchi), seorang pria Jepang yang seolah menjadi definisi dari cinta pertama yang manis.
Pertemuan mereka penuh kebetulan dan tanpa diduga, mereka saling jatuh cinta dengan cara yang begitu alami, seolah dunia berhenti berputar hanya untuk mereka berdua. Tak ada perasaan rumit, hanya kebahagiaan murni dan rasa nyaman yang sulit dijelaskan.
Akan tetapi, seperti kisah cinta pada umumnya, tidak selamanya indah. Perbedaan cara pandang soal cinta, budaya, dan masalah praktis dalam hubungan mereka mulai mencuat.
Cinta yang semula begitu indah perlahan diuji oleh tantangan yang mereka hadapi, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah.
Keputusan yang diambil meski berat, tapi tak dapat dihindari. Meskipun terpisah, kenangan indah itu tetap membekas dalam hati masing-masing.
Lima tahun berlalu, dan takdir kembali mempertemukan Hong dan Jungo. Kali ini, pertemuan mereka bukanlah sekadar pertemuan biasa, tetapi lebih dari itu, sebuah pertanyaan besar yang menggantung: apakah cinta yang mereka miliki dahulu masih bisa bertahan setelah segala waktu dan perubahan yang telah terjadi?
Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama yang tak pernah benar-benar hilang, dan menyisakan rasa kerinduan yang mendalam.
Seiring berjalannya waktu, kita menyaksikan bagaimana Hong di “What Comes After Love” dan Jungo berusaha menghadapi perasaan yang masih ada, meskipun ada perbedaan yang sulit untuk diabaikan.
Ketegangan dan kerinduan kembali memadu dalam sebuah perasaan yang membingungkan, menciptakan campuran emosi yang membuat hati berdebar.
Apakah mereka bisa menemukan cara untuk menyatukan kembali cinta yang tertunda, ataukah perbedaan mereka kali ini terlalu besar untuk diatasi?
Kisah mereka menjadi perjalanan untuk memahami, apakah cinta pertama itu memang bisa bertahan melewati segala ujian waktu dan perbedaan.
Review “What Comes After Love”
Hal pertama yang bikin aku langsung tertarik nonton serial ini adalah gara-gara FYP di Instagram. Biasanya sih, aku cuma scroll-scroll aja tanpa banyak mikir, tapi kali ini ada satu scene yang bikin aku berhenti sejenak dan benar-benar fokus.
Scene itu pas Hong dan Jungo lagi bertengkar hebat, dan sepertinya ini adalah pertengkaran yang jadi titik akhir hubungan mereka. Keduanya saling menyalahkan, ada ketegangan yang terbangun, dan aku langsung merasakan emosi yang sangat kuat di situ.
Dari situ aku langsung mikir, “Wah, ini serius banget nih ceritanya.” Aku langsung merasa ada chemistry yang intens antara kedua karakter ini, dan itu bikin aku penasaran untuk tahu lebih lanjut.
Apalagi setelah Hong memutuskan untuk balik ke Korea setelah malam itu, sepertinya dia udah benar-benar capek dan nggak sanggup lagi menjalani hubungan itu. Aku jadi ingin tahu bagaimana mereka bisa sampai di titik itu dan apa yang bakal terjadi setelahnya.
Tapi, yang bikin aku makin kagum adalah akting Lee Se Young di adegan itu. Bahasa Jepangnya lancar banget, sampai aku sempat tertegun, “Ini beneran dia, kan?!”
Aku nggak bisa membayangkan seberapa kerasnya dia berlatih untuk memerankan karakter tersebut dengan begitu sempurna.
Tidak hanya aktingnya, tapi ekspresinya juga sangat mendalam, seolah-olah dia benar-benar merasakan apa yang dirasakan oleh Hong dalam cerita tersebut.
Rasa penasaran pun mulai muncul, dan pas lihat pasangan mainnya adalah Kentaro yang ganteng parah, aku langsung gaspol nonton tanpa pikir panjang. Gimana bisa nggak penasaran, coba?
Apalagi chemistry mereka berdua kelihatan banget di layar, jadi aku langsung ketagihan untuk terus nonton. Segala yang terjadi di antara mereka bener-bener bikin aku nggak sabar buat tahu kelanjutannya.
Kelebihan
“What Comes After Love” sukses menghadirkan chemistry yang luar biasa antara Kentaro dan Lee Se Young. Peran mereka sebagai Jungo dan Hong bukan hanya sekadar pasangan kekasih biasa. Mereka benar-benar bikin penonton merasa setiap emosi yang mengalir di sepanjang cerita.
Dari awal, kita dibawa ke masa-masa cinta monyet mereka yang polos tapi manis. Ada adegan pandang-pandangan diam-diam pas Hong kerja di restoran ramen, sementara Jungo sibuk di food truck yang mangkal persis di depan restoran itu.
“What Comes After Love” berhasil menghadirkan chemistry yang luar biasa antara Kentaro dan Lee Se Young, yang memerankan Jungo dan Hong.
Keduanya menunjukkan kualitas akting yang luar biasa, memperlihatkan kedalaman karakter yang tidak hanya sekadar pasangan kekasih biasa, tetapi juga menggambarkan bagaimana sebuah hubungan bisa berkembang dan tumbuh melalui berbagai perasaan yang mendalam.
Kisah mereka benar-benar membuat penonton merasa terhubung dengan emosi yang mereka rasakan sepanjang cerita.
Di awal cerita, kita diperkenalkan pada masa-masa cinta monyet yang polos tapi sangat manis antara Jungo dan Hong.
Adegan pertama mereka yang penuh kejenakaan, ketika Hong bekerja di restoran ramen dan Jungo sibuk dengan food truck-nya, sangat menggambarkan ketertarikan yang sederhana namun tulus.
Melalui pandang-pandangan diam-diam dan interaksi kecil, kita sudah bisa merasakan ada sesuatu yang lebih besar berkembang di antara keduanya, meskipun keduanya belum menyadari perasaan yang tumbuh di dalam hati mereka.
Salah satu adegan yang benar-benar mencuri perhatian adalah momen ketika mereka tertawa bersama di depan mesin capit boneka. Hong yang ngotot ingin mendapatkan gantungan kunci Bono-Bono dari mesin capit, namun yang keluar malah gantungan kunci Dai Neechan.
Momen tersebut, yang terlihat lucu dan ceria, ternyata menyimpan makna lebih dalam. Hong tidak langsung menyerah, dan malah semakin semangat mencoba lagi untuk mendapatkan gantungan kunci Pitpo-San, karakter yang selalu bersama dengan Bono-Bono dalam anime yang mereka sukai.
Hal ini menggambarkan betapa hubungan mereka lebih dari sekadar kegembiraan sesaat, ada ikatan yang kuat yang membuat mereka selalu berusaha, bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun.
Momen-momen kecil ini, meskipun terlihat sederhana, memberikan kekuatan emosional yang besar dalam cerita.
Interaksi mereka tidak hanya sekadar membuat penonton tersenyum, tetapi juga meyakinkan kita bahwa hubungan ini berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar ketertarikan fisik.
Seiring waktu, hubungan Jungo dan pasangannya tumbuh menjadi lebih dalam, menggambarkan kedekatan yang perlahan berkembang hingga mereka benar-benar menjadi soulmate, dua orang yang saling melengkapi dengan sempurna.
Mereka berbagi mimpi, tawa, dan kebahagiaan, serta mengatasi tantangan bersama-sama. Setiap momen bersama terasa begitu berarti, seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua.
Keterikatan emosional yang tercipta antara mereka sangat kuat, sampai-sampai rasanya tak ada yang bisa memisahkan keduanya.
Hanya saja, hidup tidak selalu berjalan mulus seperti yang mereka bayangkan. Ketika akhirnya hubungan tersebut berakhir dengan cara yang menyakitkan, kisah ini justru semakin kuat dan mendalam.
Perpisahan yang mengiris hati itu menjadi titik balik dalam perjalanan hidup mereka. Meskipun rasa sakitnya begitu dalam, justru di saat itulah mereka tumbuh lebih kuat dan lebih dewasa.
Jungo, meski didera rasa frustrasi yang mendalam, tetap menunjukkan ketegaran luar biasa. Dia memilih untuk menekan emosinya dan tidak larut dalam kesedihan.
Alih-alih menghabiskan waktu untuk meratapi kehilangan, Jungo fokus pada apa yang masih bisa dia lakukan: mengejar impiannya untuk menjadi penulis profesional.
Dia tidak membiarkan luka hatinya menghentikan langkahnya untuk meraih apa yang diinginkannya dalam hidup.
Sungguh salut melihat bagaimana Jungo menghadapi luka hatinya dengan cara yang penuh kedewasaan. Dia tidak memilih jalan drama atau mengabaikan tanggung jawabnya.
Justru, dia menunjukkan sisi logis dan dewasa dari seorang pria yang menerima kenyataan dengan lapang dada.
Dalam kesedihan, dia tetap bisa berdiri tegak di atas kakinya sendiri dan tidak pernah kehilangan semangat untuk terus maju.
Karakter Jungo menggambarkan betapa pentingnya untuk tidak terjebak dalam masa lalu, tetapi terus berjalan menuju masa depan dengan keyakinan dan harapan yang baru.
Di sisi lain, karakter Hong juga memiliki daya tarik yang tak kalah besar. Hong adalah seorang gadis berani yang memilih untuk melawan arus kehidupan yang telah digariskan untuknya.
Berbeda dengan banyak orang yang lebih memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman, Hong justru berani keluar dari bayang-bayang ibunya dan melangkah ke dunia yang sama sekali baru. Keputusannya untuk pindah ke negara asing, meninggalkan Pulau Jeju, dan memulai hidup baru di Jepang, adalah langkah besar yang menunjukkan tekad dan keberaniannya untuk berdiri di atas keinginannya sendiri.
Hong bukan hanya sekadar mengejar pendidikan, tetapi juga mencoba meraih kebebasan dan menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa tekanan dari orang lain.
Salah satu momen yang paling mencolok dalam cerita ini adalah percakapan telepon antara Hong dan ibunya. Ketika ibunya mengetahui bahwa Hong tidak berada di Pulau Jeju seperti yang telah dia katakan, melainkan sudah terbang jauh ke Jepang, reaksi sang ibu sangat jelas menunjukkan rasa ketidaksetujuannya.
Aku mandiri karena aku bukan anak kecil lagi.
Kalimat Hong di atas menunjukkan bagaimana dia ingin dipandang sebagai seorang individu yang sudah cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri. Jawaban tersebut cukup menunjukkan perbedaan pandangan antara dirinya dan ibunya.
Di sisi lain, ibunya sepertinya tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Dengan nada yang sedikit menekan, dia berkata, “Kamu itu nggak mandiri, jadi berhentilah membuang waktu dan pulanglah!”
Reaksi ini menggambarkan hubungan yang cenderung lebih dominan antara mereka. Ibunya terlihat sangat mengendalikan kehidupan Hong, seolah-olah dia merasa memiliki hak penuh untuk menentukan apa yang terbaik bagi anaknya.
Tentu saja, ini menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi Hong yang ingin menunjukkan kemampuannya untuk mandiri dan mengejar impian yang dia pilih sendiri.
Akan tetapi, jika dilihat lebih dalam, mungkin ada sisi lain yang perlu dipertimbangkan. Mungkin saja, cara ibunya yang terlihat mengendalikan dan mengekang ini adalah bentuk kasih sayang yang datang dari kekhawatiran seorang ibu.
Seorang ibu yang ingin memastikan bahwa anaknya tidak terjerumus ke dalam kesulitan atau bahaya di luar sana, dan mungkin merasa khawatir jika Hong terlalu jauh melenceng dari rencana hidup yang menurutnya lebih “ideal.”
Dalam banyak hal, orang tua sering kali merasa memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak mereka, bahkan ketika mereka sudah dewasa dan ingin mengejar kebebasan.
Dalam konteks ini, bisa jadi Hong merasakan tekanan yang besar, yang berpotensi menghambat dirinya untuk berkembang dan mengejar apa yang ia yakini sebagai masa depan terbaiknya.
Bagaimana menurutmu? Apakah tindakan ibunya terlalu keras atau justru wajar dengan rasa khawatir yang dimilikinya?
Ini adalah dilema yang sering kita temui dalam hubungan antara orang tua dan anak, di mana perbedaan pandangan tentang kemerdekaan dan perlindungan seringkali menimbulkan ketegangan yang sulit dihindari.
Hong juga manusiawi, penuh kerentanan. Keputusannya untuk meninggalkan Jungo bukan karena dia nggak cinta, tapi karena dia sadar bahwa dirinya saat itu terlalu rapuh.
Dia tahu dia butuh waktu untuk menyembuhkan diri, untuk menemukan siapa dirinya tanpa terus menggantungkan kebahagiaan pada Jungo.
Keputusan Hong terasa begitu berani, apalagi mengingat usianya yang masih muda. Di usia 20-an, wajar kalau kita sering merasa jadi “si paling” ya, si paling terluka, si paling harus disayang, atau si paling harus diprioritaskan.
Ditambah lagi, hidup di negara asing tentu bikin Hong makin rentan dengan kesepian, kecewa, dan bingung. Tapi, dia memilih untuk pergi demi kesehatan mentalnya. Itu bukan tanda kelemahan, itu tanda kekuatan.
Dan di sinilah keindahan cerita ini, tentang bagaimana dua orang yang pernah saling jatuh cinta, saling menyakiti, dan saling kehilangan bisa belajar untuk menemukan diri mereka lagi, baik bersama maupun terpisah.
Kekurangan
Jujur, setelah menonton “What Comes After Love,” aku merasa kisah ini lebih cocok disajikan dalam format film daripada serial.
Kenapa? Karena ceritanya sebenarnya simpel, tentang hubungan lintas budaya antara Hong, seorang mahasiswa Korea, dan Jungo, pria Jepang yang bekerja keras mengejar impiannya.
Dengan plot sesederhana itu, alurnya bisa diceritakan dalam waktu dua jam tanpa harus berbelit-belit seperti yang terjadi di serial ini.
Kalau kita lihat film-film seperti “Friends” (2002), “26 Years Diary” (2007), atau “Virgin Snow” (2007), semuanya punya tema serupa, yaitu cinta beda negara antara Korea dan Jepang.
Tapi yang membuat mereka berhasil adalah bagaimana cerita disampaikan dengan alur yang jelas, maju, dan padat.
Penonton tidak dibuat terlalu lama berputar-putar di satu momen, sehingga emosinya tetap terasa intens tanpa harus kehilangan fokus.
Sebaliknya, “What Comes After Love” terasa terlalu sering muter-muter. Pacing-nya lambat di beberapa bagian, dan menurutku, itu membuat drama korea ini kehilangan momentum.
Ambil contoh episode tentang cinta monyet mereka. Bagian ini sebenarnya manis, tetapi terlalu lama diceritakan.
Kalau saja penyajiannya lebih ringkas, esensi hubungan awal mereka masih bisa tersampaikan tanpa mengorbankan alur utama.
Bandingkan dengan serial Jepang “First Love (Hatsukoi).” Kisah cinta monyet di sana juga diceritakan panjang, tapi penceritaannya berhasil membuat penonton tetap terhubung secara emosional.
Bagian akhir serial “What Comes After Love” ini juga punya masalah yang sama. Dua episode terakhir terlalu fokus pada tema kesepian dan rasa penyesalan.
Misalnya, konflik kesalahpahaman saat Hong melihat Jungo bersama Kanna di bar. Adegan ini terasa terlalu lama dan membosankan, padahal esensinya sederhana.
Apalagi, Hong datang dengan bunga untuk mengucapkan selamat ulang tahun, tetapi malah pulang dengan hati yang hancur.
Kalau ingin menyajikan momen salah paham seperti ini, akan lebih baik jika diakhiri dengan nuansa bittersweet, mereka berpisah dan melanjutkan hidup masing-masing. Itu lebih realistis dan emosional, menurutku.
Kenyataannya, sutradara memilih ending yang mempertemukan mereka kembali. Jungo terlihat ikut lari pagi bersama Hong, memberikan kesan bahwa mereka akhirnya kembali bersama.
Meski terasa manis, aku merasa ending ini sedikit terlalu idealis untuk cerita dengan tema yang begitu emosional. Dalam kehidupan nyata, cinta yang penuh luka seringkali tidak berakhir seperti ini, ya kan?
Apakah Serial Ini Worth It?
Meski ada banyak kekurangan, aku tetap menikmati “What Comes After Love.” Chemistry antara Lee Se Yung dan Kentaro memang luar biasa, dan banyak momen kecil yang terasa hangat serta menyentuh.
Aku juga mengapresiasi upaya drama ini untuk menggambarkan cinta lintas budaya dengan segala tantangannya, meskipun penyajiannya belum sempurna.
Kesimpulannya, jika saja cerita ini diringkas menjadi film, mungkin dampaknya akan lebih kuat. Alur yang lebih padat dan fokus akan membantu menghindari rasa bosan yang muncul di beberapa bagian.
Tapi, sebagai serial, “What Comes After Love” tetap layak ditonton, terutama bagi pecinta drama dengan tema cinta yang penuh emosi dan konflik.
Leave a Comment