“Menurut pemerintah, kita puasa Minggu nih,” ujar adik ipar saya yang perempuan melalui pesan chat di grup WhatsApp keluarga.
“Kita puasa Minggu yaaa,” adik ipar saya yang laki-laki menimpali.
“Mama dan papa puasa Sabtu,” balas mama mertua.
Diskusi keluarga terus berlanjut via chat. Untung di rumah internet stabil, jadi saya bisa mengikuti obrolan di grup. Sesekali saya membaca beberapa referensi online yang mendukung kedua pendapat tersebut.
Saya dan suami akhirnya bagaimana? Kami memutuskan ikut berpuasa pada Sabtu bersama mama dan papa, meski malam ini kami hanya melaksanakan tarawih di rumah saja. Masjid di kompleks rumah kami kebetulan mengikuti jadwal pemerintah yang memulai shaum pada Minggu.
Puasa Sabtu atau Minggu?
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Maklumat Nomor 01/MLM/1.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah. Secara resmi maklumat tersebut menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriyah jatuh pada Sabtu, 2 April 2022, sedangkan 1 Syawal atau Idul Fitri jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal. Ketinggian bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta menunjukkan hilal sudah terwujud. Saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia, bulan berada di atas ufuk. Ini sebabnya Muhammadiyah menetapkan Ramadhan lebih awal.
Kementerian Agama mengadakan sidang isbat penentuan awal puasa di Jakarta, Jumat (1/4) secara daring dan luring. Kementerian Agama menggunakan standar baru mengacu pada Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Singapura, dan Malaysia (MABISM 2021).
Kriterianya adalah ketinggian hilal tiga derajat dan elongasi 6,4 derajat. Sebelumnya Kementerian Agama berpedoman dengan ketinggian hilal dua derajat, elongasi tiga derajat, dan umur bulan delapan jam.
Hasilnya pemerintah menetapkan puasa dimulai Minggu, 3 April 2002. Demikian juga keputusan Nahdlatul Ulama (NU). Artinya tahun ini sebagian besar Muslim di Indonesia memulai puasa pada hari berbeda.
Menyikapi Perbedaan dalam Keluarga
Dalam satu keluarga biasa saja ada perbedaan pendapat. Sebagian besar orang pernah menghadapi situasi seperti ini dalam banyak hal.
Istri punya pemikiran begini, suami begitu. Anak pengennya begini, orang tuanya beda lagi.
Pada titik tertentu, dua kubu yang berbeda pendapat bisa berdebat. Ini normal kok. Bukankah kita secara fisik saja berbeda dengan suami, istri, ayah, atau ibu kita? Wajar jika isi kepalanya juga beda.
Ketidaksepakatan dalam keluarga pasti pernah terjadi. Persatuan itu sulit, tetapi bukannya gak bisa dicapai. Berikut panduan bagi kita supaya perbedaan pendapat dalam keluarga jangan sampai menghancurkan persatuan dan hubungan kekerabatan.
1. Saling menghormati pendapat masing-masing
Saat mama papa mengabari mereka berpuasa pada Sabtu, saya yakin tidak ada niat mereka memaksa anak-anaknya mengikuti jadwal puasa mereka. Buktinya dua adik ipar saya tetap mengikuti puasa berdasarkan ketentuan pemerintah.
Mama papa sebagai gantinya tidak pernah memaksakan pandangan, meski saya yakin hati kecil mereka pengen ketiga anaknya memulai puasa pada hari sama. Biar lebarannya bareng.
Saling menghormati pendapat masing-masing, itu baru keluarga namanya.
2. Cobalah mengikuti pihak yang keyakinannya lebih kuat atas suatu masalah
Anggota keluarga berisi orang-orang yang masih bertalian darah. Mereka bukannya pion partai politik yang membawa kepentingan masing-masing.
Jadi, jika kita dan pasangan misalnya tidak setuju menyikapi suatu masalah, juga tak kunjung menemukan kata kompromi, cobalah mengikuti pihak yang merasa lebih yakin dan lebih kuat untuk hal itu.
Katakanlah, misalnya saya ingin berpuasa pada Minggu, tetapi karena saya serumah dengan papa mama mertua, maka saya memutuskan berpuasa bersama mereka pada Sabtu. Kami sampaikan pandangan kami di grup chat keluarga.
Saya rasa pilihan apapun tidak masalah, sebab kedua hari tersebut dibenarkan oleh Muhammadiyah, NU, dan Kementerian Agama, ya kan? Kecuali saya dan suami berpuasa lebih cepat pada Jumat, atau baru memulai puasa pada Senin pekan depan. Baru deh itu masalah.
Cobalah untuk mengakomodasi posisi anggota keluarga yang terlihat paling bersikeras. Ingat, tujuan kita adalah hubungan kekeluargaan berjalan harmonis dan tetap sehat.
Saya hepi banget diskusi online kami sehat. Kebayang kalo diskusi kayak gini face to face, udah seheboh apa ya? Thanks God, jaringan internet stabil di rumah, sehingga proses berkirim pesan teks, foto, suara, hingga video lancar jaya kayak jalan tol bebas hambatan.
3. Pahami watak pasangan, mertua, dan orang tua.
Mungkin sulit bagi kita memahami perspektif pasangan, mertua, atau orang tua karena secara usia aja kita udah beda dari mereka. Solusinya? Cobalah lebih kritis pada cara berpikir mereka.
Kenali watak pasangan, mertua, dan orang tua kita. Ini dapat membantu kita melihat segala sesuatu lebih objektif dan tidak terlalu pribadi.
Kita bisa memberikan sedikit penilaian. Seiring prosesnya kita dengan sendirinya akan menemukan kepercayaan diri lebih.
Cobalah saling melihat kenyataan bahwa budaya dan tradisi berubah seiring waktu. Apa yang mungkin berhasil diberlakukan orang tua kita pada anak-anaknya dulu misalnya, mungkin tidak relate lagi jika sekarang kita terapkan pada anak-anak kita.
4. Dengarkan pasangan
Kalo kondisinya orang tua atau mertua kita terus berdebat dengan anaknya, maka posisi kita adalah mendengarkan pasangan kita. Prinsipnya adalah “ini keluargaku, bukan keluarga orang tuaku, bukan keluarga mertuaku.”
Dengarkan saja pandangan orang tua dan mertua kita, jangan menyela. Cobalah untuk memahami sudut pandang mereka, tetapi keputusan akhir tetap di tangan kita dan pasangan. Kompak bersama pasangan adalah kunci utama.
5. Cari bantuan pihak ketiga
Saya rasa saya belum pernah sampai di tahap ini, sebab keluarga saya dan suami insya Allah selalu bisa menemukan solusi bersama.
Jika kita merasa telah mencoba segalanya, mengemukakan segalanya, tetapi masih belum bisa dipahami orang tua atau mertua, maka mungkin kita memerlukan pandangan pihak ketiga.
Kalo itu menyangkut masalah anak misalnya, carilah konsultan anak. Kalo itu menyangkut uang misalnya, carilah konsultan keuangan.
Kita semua pada satu ketika pasti pernah memiliki kebiasaan dan pola komunikasi negatif tanpa disadari. Pola komunikasi negatif ini, misalnya menafsirkan komentar orang tua atau mertua secara negatif, memilih menghindar atau kabur dari masalah, meremehkan sudut pandang pasangan atau orang tua dan mertua, dan sebagainya. Posisi pihak ketiga penting di sini karena mereka dianggap netral.
Satukan Keluarga dengan Internet Stabil IndiHome
Saya dan pasangan boleh berbeda pendapat tentang banyak hal, demikian juga saya dengan orang tua atau saya dengan mertua. Namun, tiga keluarga kecil ini (keluarga saya, keluarga ayah ibu saya, dan keluarga papa mama mertua saya) memiliki satu kesamaan.
Urusan internet, kami tetap memilih internet stabil di rumah, yaitu IndiHome yang paling Indonesia. Alhamdulillah WiFi cepat IndiHome membuat silaturahmi dan komunikasi kami yang berjauhan ini tetap terjaga. Patut diakui, IndiHome adalah internet yang menyatukan Indonesia.
Buat kamu yang butuh jaringan internet stabil dengan WiFi cepat, ada diskon 50 persen paket IndiHome.
Kita bisa internetan sampai 100 Mbps, nonton tayangan favorit dari ratusan channel TV unggulan dan telponan hingga 100 menit dengan Paket IndiHome.
Dapatkan diskon biaya pasang baru sebesar 50 persen hingga 31 Mei 2022. Harganya mulai dari Rp 300 ribuan. Yuk, langganan sekarang.
Berkat IndiHome, saya bisa video call sama ayah ibu di Sumatra kapan saja. Apalagi ini adalah tahun keempat saya tidak pulang ke Ranah Minang karena berbagai kondisi, mulai dari melahirkan si kembar pada 2019, dan pandemi Covid-19 tiga tahun terakhir.
Rindu, mohon bersabar dulu. Semoga kondisi kembali stabil dan kita semua bisa bertemu tanpa perlu ada kata ragu. Selamat menjalankan ibadah puasa untuk sahabat IndiHome semuanya.
Leave a Comment