#FinantierForBetterFuture – Bangun pagi-pagi, buka mata, cek HP sebentar, laman home Google saya ramai dengan berita ekonomi. Tumben nih, pertengahan Mei kemarin topik ekonomi jadi headline di ponsel saya sejak pensiun jadi jurnalis keuangan dan pasar modal beberapa waktu lalu.
Ada kabar apa nih?
Rupanya dua raksasa teknologi Indonesia, Gojek dan Tokopedia merger. Mereka membentuk entitas baru bernama GoTo Group.
Hal paling menarik perhatian saya adalah salah satu bisnis besar perusahaan bersama ini bernama GoTo Financial yang mencakup layanan keuangan dan solusi bisnis mitra usaha kedua perusahaan dan anggota grup mereka nantinya. GoTo akan menciptakan platform konsumen digital terbesar di Indonesia yang mayoritas melayani kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Hingga akhir Desember 2020, Tokopedia menaungi 9,9 juta penjual yang seluruhnya berstatus UMKM. Salah satu perusahaan Unicorn Indonesia ini berhasil menarik lebih dari 100 juta pembeli pada periode sama, termasuk saya nih sebagai penggunanya.
Kelak pengguna Tokopedia, Gojek, dan seluruh mitranya akan saling melengkapi, serta menghadirkan pilihan barang dan jasa yang jumlahnya tak tertandingi. Solusi ini didukung layanan pembayaran digital dan keuangan yang bukan cuma mempermudah pengguna, tapi sekaligus secara signifikan meningkatkan inklusi keuangan.
Ini jelas berita besar untuk perekonomian negara kita. GoTo diperkirakan bakal menyumbang dua persen dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) RI. Busettt banget kan?
Make sense juga kalo Jisoo Black Pink dan tujuh member BTS di Korea sana mengucapkan selamat atas pembentukan grup perusahaan ini. ARMY dan BLINK mana suaranya???
Inklusi Keuangan Sebuah Tantangan
Bank Dunia mencatat hampir 73 persen orang-orang di Asia dan 80 persen orang-orang di Afrika tidak memiliki rekening bank (unbanked). Amerika Serikat saja yang kita kenal sebagai pusat inklusi keuangan dunia masih mencatat 68 juta orang belum terlayani secara finansial.
Kondisi di Indonesia bagaimana?
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks inklusi keuangan di Indonesia meningkat dari 67,8 persen pada 2016 menjadi 76,19 persen pada 2019. Ternyata masih banyak ya masyarakat kita yang belum terinklusi dengan baik.
Inklusi keuangan masih jadi PR besar bagi kita. Kondisi ini lebih dari sekadar ketidaknyamanan. Masyarakat di daerah yang unbanked kesulitan meningkatkan penghasilan. Mereka tidak bisa menjual barang dan jasa dengan harga terbaik di pasar. Mereka juga tidak bisa membeli barang-barang yang mereka butuhkan dengan harga terbaik pula.
Fakta lain yang mengejutkan adalah masyarakat kita yang unbanked tadi memiliki ponsel atau telepon seluler yang tersambung dengan jaringan internet. Banyak dari mereka membuka akun digital untuk mentransfer uang tunai, atau melakukan pembayaran kecil-kecilan.
Artinya, penyedia layanan keuangan digital yang menganut Open Banking ternyata mampu menawarkan layanan finansial lebih luas dengan biaya lebih rendah untuk seluruh masyarakat, termasuk yang unbanked.
Sistem ini mendorong inklusi keuangan, meningkatkan siklus perdagangan, dan memperluas jangkauan peluang ekonomi masyarakat. Tentu saja ini layak kita rayakan.
Jangkau Masyarakat Unbanked di Daerah
Seratus tiga puluh sembilan juta jiwa. Ini adalah jumlah orang dewasa di Indonesia yang tidak punya rekening di bank konvensional untuk mengakses layanan keuangan, seperti pinjaman dan kartu kredit. Mereka sebaliknya memanfaatkan layanan fintech, mulai dari dompet digital hingga Peer-to-Peer (P2P) Lending untuk memenuhi kebutuhan finansial.
Memang benar, jumlah rumah tangga dan individu yang tidak memiliki rekening bank di Indonesia kian berkurang. Namun, jumlah yang unbanked di negara kita itu hampir separuh dari total jumlah penduduk loh.
Dari sudut pandang lembaga jasa keuangan, populasi masyarakat kita yang unbanked ini seharusnya bisa menjadi peluang emas, tapi terlewatkan begitu saja. Kalo perbankan tak punya cara lagi untuk menjangkau potensi ini, ya sisanya serahkan saja pada perusahaan fintech. Bank juga bisa berbesar hati membuka diri untuk bekerja sama dengan perusahaan fintech. Win-win solution kan?
Kita perlu merangkul masyarakat unbanked di daerah. Kalo kita tak kunjung melakukannya, siap-siap saja asing yang akan melakukannya. Pasalnya skema pembayaran di dunia kini telah bergeser dari berbasis uang tunai menjadi digital.
Dulu, orang-orang yang bekerja digaji dengan uang tunai. Sekarang, perusahaan-perusahaan dan pihak pemberi kerja banyak yang beralih ke pembayaran digital, misalnya setoran langsung ke rekening atau dompet digital.
Mengapa kita harus fokus menjangkau masyarakat unbanked di daerah?
1. Meningkatkan pendapatan untuk lembaga jasa keuangan
Semakin banyak bank menarik pelanggan, semakin besar pendapatan yang diperoleh. Ketika orang-orang semakin banyak menyetor uang ke rekening tabungan, mengajukan kredit, atau membuka kartu kredit di bank, semakin banyak pula pemasukan untuk bank.
2. Menciptakan peluang munculnya kelas menengah baru
Indonesia saat ini mengalami bonus demografi di mana warga negara kita yang dikategorikan ke dalam usia angkatan kerja jumlahnya sangat besar. Mereka perlu akses lebih jauh ke layanan finansial. Ini potensial memunculkan kelas menengah baru di negara berkembang seperti Indonesia.
Ketika kita menawarkan ‘tempat aman’ bagi masyarakat kelas menengah yang unbanked ini untuk bertransaksi atau menyimpan uang di instrumen keuangan bank atau non-bank, secara langsung kita ikut memutus rantai kemiskinan di negara kita.
3. Menghubungkan masyarakat unbanked ke pasar yang lebih luas
Masyarakat unbanked faktanya memiliki ponsel yang tersambung langsung dengan jaringan internet. Gadget bisa menghubungkan mereka dengan berbagai perusahaan fintech yang menunjang pendanaan.
Teknologi perbankan seluler yang kita kenal lewat berbagai aplikasi ini membuat masyarakat, khususnya pelaku UMKM yang tadinya unbanked bisa terhubung dengan pasar lebih luas, meski pun mereka tidak punya rekening di bank konvensional.
4. Meningkatkan inklusi keuangan
Pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 90 persen pada 2024. Artinya, kita cuma punya sisa waktu tiga tahun lagi.
Kalo kita berkaca pada peningkatan inklusi keuangan tiga tahun terakhir (2016-2019) yang hanya meningkat 8,39 persen, maka target inklusi keuangan 2024 rasanya sulit dicapai.
Kabar baiknya ada cara agar kita tetap bisa on track dengan target inklusi keuangan 2024, yaitu mengimplementasikan Open Banking dan Open Finance.
Open Banking dan Open Finance di Indonesia
Saat ini otoritas jasa keuangan di berbagai negara di ASEAN terus merumuskan dan menyempurnakan aturan sebagai kerangka baru menyambut era Open Banking dan Open Finance.
Open Banking dan Open Finance memungkinkan konektivitas antara institusi dan lembaga jasa keuangan, fintech, dan perusahaan lain di luar industri perbankan. Mereka bekerja sama dalam hal pengelolaan data pelanggan. Interkoneksi ini meningkatkan persaingan dalam industri keuangan dan meningkatkan akses pelanggan ke berbagai layanan jasa keuangan.
Penggerak utama Open Banking di Indonesia saat ini sebagian besar bersifat komersial, yaitu kehadiran berbagai platform e-commerce yang menggenjot transaksi belanja online.
Sebut saja Gojek dengan GoPay dan PayLater-nya, Tokopedia dengan OVO dan Saldo Tokopedia-nya, Shopee dengan ShopeePay-nya, dan banyak lagi. Semua platform e-commerce ini juga bermitra dengan berbagai bank, entah itu lewat m-Banking, dompet digital, atau virtual account.
Kita sudah mempraktikkannya, misalnya saat berbelanja di platform e-commerce tertentu, kemudian kita melakukan pembayaran produk secara langsung di platform tersebut tanpa perlu keluar dari aplikasi.
Open Banking dan Open Finance sudah bukan sekadar wacana. Sekarang ini kita sudah menikmatinya. Masyarakat kini semakin bebas mengakses layanan perbankan dan berbagai instrumen keuangan cukup mengandalkan gadget.
Mereka bertransaksi secara digital. Belanja online pakai ponsel, beli reksa dana pakai ponsel, beli saham pakai ponsel, beli emas pakai ponsel, bayar premi asuransi lewat ponsel, bahkan mengakses kredit pun gak perlu datang ke bank, semua dilakukan lewat ponsel.
Bank Indonesia (BI) mencatat lebih dari 15 bank di Indonesia sudah melakukan reformasi ke arah digital banking. Selama pandemi 2020 saja, transaksi keuangan digital di negara kita meningkat tajam hingga 37,8 persen, sedangkan penggunaan kartu debit menurun drastis hingga 18,9 persen.
Data OJK menunjukkan lebih dari lima ribu kantor cabang bank di berbagai daerah tutup karena digitalisasi sepanjang lima tahun terakhir. Mayoritas yang melakukannya adalah bank umum.
Artinya apa?
Sekarang ini bank yang masih melakukan business as usual lama-lama bakal tutup warung kalo tak segera melakukan reformasi digital.
Reformasi Digital dengan Open API Financial
Digitalisasi perbankan, institusi, atau perusahaan jasa keuangan biasanya menggunakan fitur Application Programming Interface (API). Contohnya, bank dan perusahaan fintech membuka data dan informasi keuangan yang terkait dengan transaksi pembayaran nasabah secara resiprokal. Artinya, ada tiga pihak terlibat, yaitu nasabah sebagai pemilik data, bank, dan fintech.
Sebagian besar rutinitas manajemen keuangan perusahaan sebelumnya melakukan serangkaian tugas yang memakan waktu dan berulang-ulang. Biasanya tugas-tugas tersebut bersifat manual, sehingga rentan terjadi kesalahan yang meningkatkan risiko operasional.
Nah, teknologi API financial menyediakan akses real-time ke layanan sistem manajemen keuangan perusahaan. API mengotomasi tugas dan mengoptimasi proses penting terkait manajemen keuangan, sehingga mengurangi risiko default.
BI sebelumnya menargetkan standarisasi API untuk Open Banking bisa diimplementasikan 2021. Standarisasi Open Banking salah satu inisiatif BI untuk mewujudkan visi sistem pembayaran 2025.
Kalo kita bicara Open Banking 10-15 tahun lalu, mungkin masih banyak yang ragu ya. Soalnya teknologi API yang digunakan dalam Open Banking berlawanan dengan salah satu prinsip utama perbankan, yaitu melindungi informasi nasabah.
Dulu pihak bank seperti membangun Tembok Besar Cina untuk nasabah. Mereka mencegah nasabah dan pihak ketiga mengakses atau berbagi data dengan bisnis lain yang menawarkan layanan lebih menarik.
Kalo sekarang kondisinya jelas beda. Bank, nasabah, dan fintech sudah bisa berbagi data dalam ekosistem terbuka dan kolaboratif. Open Banking menyambut pengusaha atau perusahaan membangun produk yang berpusat pada konsumen yang ingin membuka jalur pendapatan alternatif.
Open Banking sudah dipraktikkan banyak negara loh. Apalagi pas pandemi sekarang ini, masyarakat dunia menuntut aksesibilitas, kecepatan, dan kenyamanan dalam melakukan transaksi pembayaran.
Bank, perusahaan, institusi keuangan, dan fintech bisa memperlebar ruang untuk berinovasi lewat Open Banking. Bank perlu beralih dari sekadar menawarkan produk mereka saat ini. Mereka perlu mengadopsi cara-cara lebih canggih untuk meningkatkan pengalaman dan mendorong loyalitas pelanggan.
Kita sekarang sudah melihat teknologi digital di sektor keuangan yang memberi pengalaman lebih intuitif kepada pelanggan. Ada kecerdasan buatan (AI), machine learning (ML), deep learning (DL), natural language processing (NLP) yang digunakan untuk menganalisis data dan riwayat transaksi pembayaran, termasuk melacak transaksi mencurigakan.
Semua teknologi ini akan menciptakan peluang baru yang menyediakan layanan bernilai tambah bagi pelanggan, misalnya electronic know your customer (e-KYC).
API financial memiliki fungsi lebih besar ketika terhubung dengan Open Banking. Bank, perusahaan fintech, dan pelanggan sama-sama untung besar deh.
Perusahaan mana pun – bukan cuma fintech atau perusahaan yang bergerak di sektor keuangan – pada dasarnya bisa mengupgrade diri menjadi perusahan fintech. Syaratnya temukan dan serahkan urusan ini pada pihak yang kompeten.
Finantier For Better Future
Data dan teknologi secara fundamental mengubah layanan jasa keuangan di Indonesia, bahkan dunia. Perencanaan keuangan jangka panjang membutuhkan gabungan data keuangan yang holistik.
Penerapan Open Banking dalam industri finansial, khususnya perbankan berhubungan dengan riwayat transaksi, saldo, pembayaran tagihan, transfer dana domestik, top-up, pembukaan rekening, dan transaksi finansial lainnya.
Bank hanyalah bagian kecil dari ekosistem finansial. Open Banking ibarat membuka jalan untuk tujuan lebih besar, yaitu Open Finance.
Open Finance adalah pertukaran data keuangan konsumen yang disetujui dan diamankan antara lembaga keuangan, guna menghubungkan kumpulan data tersebut dengan kumpulan data lainnya. Hal ini memungkinkan data pribadi kita diproses dengan cara menguntungkan.
Open Finance memperluas prinsip Open Banking ke ekosistem finansial yang lebih besar, seperti P2P Lending, dana pensiun, pinjaman, tabungan, saham, investasi emas, perlindungan asuransi, dan produk keuangan lainnya. Kita sebagai pengguna bisa melihat semua transaksi keuangan kita di satu tempat yang sifatnya multiplikatif, bukannya aditif.
Pernah dengar Finantier?
Finantier adalah platform Open Finance terkemuka di Asia Tenggara. Keberadaannya bukan cuma bisa memajukan inklusi keuangan di Indonesia, tapi lebih luas lagi, yaitu negara-negara ASEAN.
Riset East Ventures Digital Competitiveness Index 2020 menunjukkan kesenjangan terbesar dalam pengembangan ekonomi digital di Indonesia adalah inklusi keuangan. Finantier membantu memenuhi kebutuhan sekitar 139 juta orang di Indonesia yang masih masuk kategori belum memiliki rekening atau unbanked.
Finantier memberi izin bagi mereka yang tidak memiliki rekening bank untuk bisa mengakses layanan finansial dan membantu memajukan inklusi keuangan. Perusahaan rintisan ini menawarkan API Financial dan infrastruktur penunjang untuk mendukung pengembangan beragam produk fintech.
Perusahaan fintech dan lembaga keuangan bisa mempersingkat waktu penetrasi ke pasar dan memangkas biaya dalam pengembangan solusi dengan desain khusus. Jadi, Finantier bisa menjadi dua pihak sekaligus, yaitu sebagai integrator solusi dan pembangunan bisnis, dan sebagai konsumen yang menggunakan produk fintech.
Sebagai integrator solusi dan pembangun bisnis, Finantier telah bekerja sama dengan banyak bank yang ingin mengintegrasikan layanan baru ke dalam bisnisnya. Sebagai konsumen, Finantier menggunakan inovasi terbaru di berbagai pasar.
Apa keuntungan pengusaha, perbankan, fintech, atau perusahaan di luar layanan jasa keuangan menggunakan Finantier?
1. Akses data finansial berkualitas tinggi
Perusahaan bisa mendapatkan gambaran umum tentang data finansial pengguna. Finantier memetakan karakteristik pengguna lebih baik untuk memberikan mereka pengalaman yang dipersonalisasi dan menarik.
- Datanya komprehensif. Akses data keuangan hingga ke tingkat transaksi dari berbagai platform berjangkauan luas.
- Integrasinya mudah karena ada embed data ke platform dengan API Finantier yang ramah developer.
- Informasi real-time. Refresh otomatis memastikan pengguna terus mengakses data yang diperbarui untuk membangun layanan yang disesuaikan.
2. Verifikasi penghasilan dan identitas secara instan
Finantier menyelesaikan autentikasi secara cepat dan akurat yang memungkinkan pengguna mengaktifkan lebih cepat, sekaligus mengurangi default.
Salah satu produk verifikasi identitas milik Finantier bisa mengumpulkan data lebih dari 95 persen platform keuangan di Indonesia. Ini memungkinkan perusahaan memverifikasi identitas penggunanya dengan cara lebih cepat dan efisien.
Produk ini juga membantu perusahaan untuk memvalidasi identitas konsumen yang tidak memiliki rekening bank dengan mengakses data platform keuangan alternatif, seperti P2P Lending.
- Tidak ada pemeriksaan manual. Autentikasi aman dan lancar dalam hitungan detik saja.
- Analisis berbagai data finansial untuk menghasilkan skor kredit yang akurat.
- Hasilkan wawasan yang secara akurat menentukan kemampuan pelanggan dalam membayar kembali.
3. Pembayaran terintegrasi dan terjamin
Cukup dengan sekali klik di aplikasi, pengguna bisa menikmati transaksi pembayaran sebagai pengalaman bebas stres.
- Ada peningkatan konversi dengan embed pembayaran, sehingga pelanggan dapat membayar tanpa meninggalkan platform.
- Enkripsi end-to-end tingkat bank memastikan pembayaran tidak pernah menjadi hal yang dikompromikan. So, tetap aman.
- Biayanya lebih rendah karena tidak ada biaya kartu, melainkan transfer bank secara langsung.
Ada sekitar 450 perusahaan fintech berizin di Indonesia. Namun, data pelanggan mereka sering kali disimpan di tempat khusus dan tidak bisa dipertukarkan. Seandainya seluruh perusahaan fintech ini terintegrasi dengan Open Finance, maka yang namanya kesenjangan finansial di Indonesia bisa diselesaikan dengan mudah dalam sekejap mata.
Bagaimana perusahaan fintech, khususnya pemberi pinjaman P2P Lending mendapat keuntungan dari Finantier?
1. Perusahaan P2P Lending bisa mengakses lebih banyak sumber data untuk memfasilitasi proses penilaian kredit pemberi pinjaman.
Platform peminjaman lebih siap mengukur kemampuan pengguna mereka untuk membayar kembali hanya dengan mengamati jejak digital perusahaan secara menyeluruh. Perusahaan bisa lebih fokus pada pelanggan yang bisa membayar kembali pinjaman tepat waktu.
2. Platform P2P Lending bisa menyediakan proses pendaftaran yang bebas stres dan nyaman bagi pelanggan.
Pelanggan tentu menginginkan pengalaman bertransaksi luar biasa. Selama ini orang-orang berpikir pengajuan pinjaman itu merepotkan dan makan banyak waktu. Mereka perlu menyiapkan dokumen dan identitas lengkap, riwayat penghasilan, hingga sejarah kredit. Nah, Finantier memangkas semua itu menjadi lebih efisien.
3. Finantier bekerja dengan banyak platform peminjaman.
Finantier merupakan pemimpin teknologi API Financial di Indonesia. Ini menjadikan perusahaan P2P Lending yang menggunakan teknologi Open API Financial dari Finantier selangkah lebih maju dari pesaingnya.
Open API merupakan landasan menuju Open Finance. Perusahaan P2P Lending perlu membangun layanan finansial generasi berikutnya yang memprioritaskan personalisasi dan kenyamanan pengguna.
Saya percaya, semakin banyak yang mengadopsi teknologi Open Finance, sistem keuangan kita ke depannya akan semakin canggih untuk meringankan masalah keamanan yang kita hadapi sebagai pengguna.
Kenyamanan dan personalisasi yang disediakan Finantier bukan cuma menawarkan peluang besar bagi individu dan perusahaan, tapi juga usaha kecil dan menengah yang ingin bangkit dari keterpurukan ekonomi sepanjang pandemi Covid-19 sejak 2020.
Negara kita akan mendapat keuntungan jika pertumbuhan ekonomi terjadi secara inklusif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal ini nantinya juga mencegah munculnya sejumlah masalah sosial, seperti tingginya angka pengangguran.
Sekarang waktu terbaik untuk Open Banking dan Open Finance mencatat pertumbuhan signifikan di Indonesia. Finantier adalah jawaban tantangan inklusi keuangan di Indonesia. #FinantierForBetterFuture
Leave a Comment