Bumiku sayang, bagaimana kabarmu sekarang?
Surat ini kutulis 50 tahun lalu. Mungkin saja hari ini aku dengan keterbataanku membacakannya langsung untukmu. Atau, aku akan membacakannya dari atas sana, sebab mungkin aku tak sekuat kamu, terus berputar di orbitmu tanpa jeda meski usia tak lagi muda.
Bumiku sayang,
Aku ingin bilang betapa berharganya dirimu bagiku. Kamu berkenan menerima kehadiranku, keluargaku, anak-anakku, juga cucu-cucuku.
Aku minta maaf atas pengabaian dan pengrusakan yang pernah kulakukan padamu, entah itu kusengaja atau tidak. Aku minta maaf atas kurangnya rasa hormatku padamu, entah itu kusengaja atau tidak. Aku tahu gangguan, bencana, dan perubahan iklim yang dulu kualami, juga anak cucuku alami sekarang ini salah satunya karena kurangnya rasa hormat kami padamu.
Bumiku sayang, maafkan aku.
Semoga belum terlambat menanyakan ini padamu. Aku ingin tahu, adakah cara supaya kita bisa saling jatuh cinta lagi? Aku ingin mencintaimu, supaya kamu mencintaiku. Aku ingin menjagamu, supaya kamu menjagaku. Aku ingin jantung kita kembali berdetak jadi satu.
Hutanku sayang, bagaimana kabarmu sekarang?
Masih kuingat sebulan penuh di pertengahan 2008 aku berkelana ke salah satu jantungmu, Gate of Schwanner di Heart of Borneo. Di bawah hijaunya Bukit Baka dan Bukit Raya, di antara derasnya aliran jeram Sungai Ella, di tengah keheningan dan lebatnya hutanmu, kakiku tenggelam ke dalam daun-daun mati yang berserak, juga ranting-ranting pohon yang berderak di lantai hutan.
Nun jauh di sana kulihat dipterocarpus raksasa menjulang tinggi, menjadi sarang layaknya istana beberapa ekor Orangutan di atasnya. Tak lama sekelompok kangkareng hitam lewat, mengepakkan sayapnya, kemudian singgah di dahan-dahan sekitar untuk berjemur atau sekadar menelisik bulu.
Aroma liar pohon kamper (Cinnamomum camphora) masuk ke lubang hidungku. Ah, betapa langkanya pemandangan vertikal di sekitarku saat itu. Aku tak pernah lelah meski harus terus menengadah, melihat burung-burung cantik bertengger indah, atau pohon-pohon tinggi yang menjulang gagah sembari membiarkan mereka menatapku di bawah dengan pongah.
Daun-daun tumbuhan di hutan itu memiliki morfologinya sendiri-sendiri. Ada yang tunggal, ada yang majemuk. Ujungnya ada yang membulat, ada yang meruncing. Mereka begitu bervariasi, tanpa pernah saling caci.
Ups, seekor tupai terbang bergerak secepat kilat tanpa sempat tersenyum padaku. Mungkin dia sedang terburu-buru atau terlalu malu menyapaku. Hidupan liar di hutan itu terus berdesir pelan di dadaku. Sungguh, siapapun yang pernah berkunjung ke jantung Kalimantan pasti akan menghormati Bumi ini dan segala isinya.
Doaku semoga anak-anak dan cucu-cucuku masih bisa bernostalgia layaknya aku. Setidaknya mereka masih melihat hutan sehijau seperti aku melihatnya dulu.
Ada Keajaiban di Hutan
Setiap tahunnya kita merayakan Hari Hutan Internasional pada 21 Maret dan Hari Bumi pada 22 April. Kita memperingatinya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai, signifikansi, dan kontribusi hutan dalam menyeimbangkan siklus kehidupan makhluk hidup di muka Bumi ini.
Kompetisi Blog Alam Sehat Lestari (ASRI) tahun ini adalah kesempatan terbaik bagi saya untuk berbagi sedikit tentang pemikiran akan hutan dan mengapa hutan selalu membuat saya jatuh cinta.
HUTAN
Sebagian orang saat mendengar satu kata ini mungkin langsung teringat pada Tarzan, buku The Jungle Book, atau film petualangan The Indiana Jones. Sebagian lainnya mungkin membayangkan harimau, ular, buaya, gajah dan teman-temannya.
Saya pun dulu termasuk yang berpikir demikian. Hingga tiba waktunya saya merantau kuliah ke Bogor dan diterima sebagai mahasiswa baru di Fakultas Kehutanan IPB, tepatnya Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Barulah saya menyadari dan mengasihani diri, ternyata hidup saya begitu datar sebelum mengenal hutan.
Suaka Margasatwa Pulau Rambut adalah hutan pertama tempat saya menjajal petualangan. Di sana saya berkenalan dengan burung-burung air, tumbuhan mangrove, berkeliling pulau sembari mengamati habitat sekitar. Minat saya pada rimba raya perlahan tumbuh.
Saya cukup terkejut karena itu adalah ekspedisi pertama saya. Saya bangga karena ternyata saya bisa nyaman meski berada di lingkungan asing.
Saya bahkan tidak peduli dengan semua ketidaknyamanan di mata orang awam, seperti harus tidur di tenda, makan seadanya, berhari-hari tanpa ponsel, dan mandi hanya sekali sehari atau sekali dua hari. Saya bisa melihat kebahagiaan sama terpancar di wajah teman-teman saya.
Saya pun haus akan petualangan sejak itu. Perjalanan saya berlanjut ke Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Maros, Sulawesi Selatan, juga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pernah juga saya ikut patroli Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan entah berapa kali saya menjejakkan kaki di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
Ada keajaiban di hutan.
Apa itu? Jawabannya adalah ENERGI.
Hutan memberi saya segudang pengalaman yang bisa mengisi ulang energi dalam pikiran dan jiwa saya.
Di hutan saya merasakan kehidupan, menyerap kekuatan, dan menemukan keseimbangan. Warna daun tanaman dan pepohonan, bau hutan di pagi hari, segarnya pohon-pohon sedang mengeluarkan oksigen, serta merdunya suara alam. Itu mungkin alasan saya ingin selalu pergi ke hutan, meski harus berpeluh keringat.
Saya percaya segala sesuatu di dunia ini bekerja dua arah. Bumi tak mungkin memberi kita hal-hal baik jika kita terus merusaknya. Saya tak bisa membayangkan jika seluruh hutan di Bumi ini menghilang karena ulah manusia.
Dampak buruknya nyata kita rasakan sekarang ini, seperti naiknya suhu permukaan Bumi, kebakaran hutan, kelaparan, hilangnya habitat jutaan spesies flora dan fauna, yang pada akhirnya mendorong kita pada perubahan iklim dan pemanasan global.
Ragam Cara Mencintai Hutan
Pada peringatan Hari Hutan Internasional 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggarisbawahi pentingnya masyarakat dunia memahami fungsi hutan dan menjaganya agar tetap lestari untuk masa depan. PBB menyebut hutan akan menjadi lebih penting dari sebelumnya seiring meningkatnya populasi manusia menjadi 8,5 miliar jiwa pada 2030. Itu artinya tak lama lagi, sembilan tahun ke depan.
Hutan adalah sistem penyangga kehidupan di muka Bumi. Ekosistem hutan merupakan rumah bagi 80 persen spesies tumbuhan dan satwa liar. Manusia bergantung pada hutan, mulai dari udara yang kita hirup hingga makanan yang kita makan. Kemampuan hutan menyimpan karbon menjadikan hutan sebagai senjata utama kita memerangi perubahan iklim.
Ada banyak alasan pentingnya kita mencintai hutan. Sebagaimana orang yang saling mencintai, kita juga punya banyak cara untuk mencintai hutan.
1. Mendukung konservasi hutan lewat ekowisata
Hutan kini semakin populer untuk kegiatan ekowisata, khususnya wisata minat khusus. Suka atau tidak suka, faktanya semakin banyak orang berwisata ke hutan.
Kita tak mungkin mengusir wisatawan dan melarang mereka masuk hutan. Hal yang bisa kita lakukan adalah menggandeng lebih banyak pelaku wisata untuk mendukung destinasi pariwisata berkelanjutan melalui ekowisata.
Masyarakat lokal di sekitar hutan harus dilibatkan supaya mereka menerima manfaat ekonomi yang substansial dari kegiatan ekowisata. Ketika kesejahteraan mereka meningkat, dengan sendirinya kesadaran untuk memelihara dan melindungi hutan beserta keanegaragaman hayati di dalamnya akan muncul.
Pelaku wisata, dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus bisa mengelola dampak lingkungan yang muncul dari aktivitas wisata.
Contoh destinasi ekowisata di Kalimantan Tengah yang pernah saya kunjungi adalah Pusat Rehabilitasi Orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Kegiatannya bukan cuma memberi makan Orangutan, tapi juga pengamatan satwa liar, seperti Bekantan, Owa-owa, Ungko, Beruang Madu, dan lebih dari 200 spesies burung.
Buat wisatawan minat khusus tersedia penginapan di tengah hutan. Kita bisa menyaksikan keindahan rimba Tanjung Puting menggunakan kapal klotok sambil menyusuri Sungai Sekonyer.
Saya lihat banyak masyarakat lokal, khususnya perempuan diberdayakan menjadi baby sitter bayi-bayi Orangutan di sana. Sebagian masyarakat nelayan bahkan mendapat penghasilan tambahan dengan menyewakan kapal klotoknya untuk transportasi wisatawan.
2. Menggiatkan pendidikan lingkungan
Kita harus mendidik masyarakat mengenai pentingnya pelestarian hutan. Kita perlu mengajak mereka turut serta melindungi hutan dan lingkungan sekitarnya.
Investasi dalam pendidikan lingkungan bisa mengubah dunia ini menjadi lebih baik. Pendidikan lingkungan memastikan masyarakat, ilmuwan, akademisi, pembuat kebijakan, rimbawan, komunitas, dan masyarakat lokal saling bekerja sama menghentikan deforestasi dan memulihkan lansekap hutan kita yang telah terdegradasi.
Kita harus mengakui, pemerintah tak punya cukup dana memadai untuk memulihkan hutan Indonesia yang sudah sangat rusak. Bagi saya, pendidikan lingkungan adalah pendekatan multifaset supaya generasi kita tetap berkesadaran menjaga hutan.
Oleh sebab itu pendidikan lingkungan perlu menjadi kurikulum standar di berbagai tingkatan sekolah, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan bila perlu hingga jenjang pendidikan tinggi.
3. Menjalankan bisnis ramah lingkungan
Pelaku ekonomi lintas sektor perlu didorong menjalankan bisnis ramah lingkungan. Praktik-praktik usahanya harus berkontribusi melestarikan sumber daya alam dan lingkungan.
Tak peduli apa yang kita cari dan beli, selalu ada pilihan entah itu barang atau jasa yang sebanding dalam hal harga, setara atau lebih baik dalam hal kualitas, dan pastinya tidak mengorbankan hutan atau merusak Bumi.
Sekarang di Indonesia semakin banyak perusahaan melabeli diri mereka dengan green company. Saya akui, mungkin agak sulit mengidentifikasi perusahaan yang benar-benar ramah lingkungan atau eco-friendly, terlepas dari iklan dan slogan mereka di media cetak dan elektronik.
Namun, jangan khawatir. Kita bisa kok mengetahui perusahaan ramah lingkungan dengan melihat komitmen mereka yang melekat pada identitas perusahaan.
Perusahaan-perusahaan yang mengaku eco-friendly bukan cuma menciptakan produk yang berkelanjutan dan dari bahan baku yang jelas, tapi manufaktur dan kegiatan produksinya juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Perusahaan ramah lingkungan tak sekadar ‘ramah’ sampai barang-barangnya diproduksi, tapi juga ‘ramah’ hingga sampah dan limbah hasil produksinya itu diproses di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Tips sederhana dari saya untuk mengetahui perusahaan yang benar-benar ramah lingkungan:
- Cek website-nya. Perusahaan yang mengaku eco-friendly pasti terus memperbaharui informasi tentang praktik-praktik mereka yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
- Cek sertifikasinya. Misalnya, perusahaan A mengantongi Sertifikasi Green Label Indonesia. Biasanya produk-produk yang telah mendapat sertifikat ini akan dimuat di halaman resmi Green Product Council Indonesia dengan tiga level, yaitu Gold, Silver, dan Bronze.
4. Memperbanyak riset pengelolaan hutan lestari
Data dan riset tentang pengelolaan hutan lestari yang dilakukan berkesinambungan sangat penting. Banyak contohnya, seperti riset untuk meningkatkan efektivitas model tata kelola kelembagaan dalam pengelolaan hutan lestari, atau riset tentang strategi pengelolaan hutan produksi lestari yang mengintegrasikan pengelolaan produksi dengan pelestarian flora fauna dilindungi di dalamnya.
Biasanya ketika riset semakin banyak, inovasi-inovasi bidang kehutanan akan bermunculan dengan sendirinya. Saya ambil contoh inovasi kehutanan untuk area rawa gambut.
Ada teknologi bioreklamasi dan biorehabilitasi hutan rawa gambut. Ada juga teknologi bioindikator kebakaran hutan rawa gambut, teknologi agrosilvofishery di hutan rawa gambut, dan sebagainya.
Indonesia ternyata sudah punya teknologi Pita Karbon atau Sidik Cepat Pohon Penyerap Karbon, juga Sistem Penghitung Emisi Karbon. Ini sangat membantu mengatasi perubahan iklim dari sisi teknologi.
5. Menyehatkan masyarakat sekitar hutan
Masyarakat sehat membutuhkan hutan yang sehat. Saya mengutip ucapan Ibu Kinari Webb, salah seorang founder ASRI. Saya beri contoh sederhana dan semoga masuk di akal kita semua.
Percaya tidak kalo penggundulan hutan di sebuah kawasan berpotensi meningkatkan kasus penyakit tropis, seperti malaria, demam berdarah, kolera, bahkan kaki gajah?
Pengalaman saya berkunjung ke beberapa desa sekitar hutan yang terancam deforestasi menunjukkan fakta baru. Banyak masyarakat mengeluh soal minimnya layanan kesehatan lantaran akses mereka puluhan bahkan ratusan kilometer jauh dari kota.
Hutan adalah bagian penting dari teka-teki kesehatan masyarakat. Jika kita ingin menyejahterakan hutan, maka kita harus menyejahterakan masyarakat sekitarnya. Ini artinya kita harus mampu memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan menggabungkan layanan kesehatan dan konservasi hutan.
Saat masih bekerja sebagai jurnalis di salah satu media nasional, saya sempat menyaksikan ajang penghargaan Tokoh Perubahan Republika. Saya tertarik salah satu profil tokoh penerima penghargaan, Ibu Hotlin Ompusunggu.
Ibu Hotlin seorang dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara yang mendalami Community Development and Higher Education di Redcliffe College University of Glocestershire, Inggris. Dokter sekaligus aktivis lingkungan ini bersama rekannya, Ibu Kinari Webb berhasil memberdayakan masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), Kalimantan Barat agar lebih mencintai hutan. Padahal, warga sekitar kawasan lindung tersebut dulunya sering menebang pohon untuk membiayai pengobatan di rumah sakit.
Akses kesehatan menjadi masalah utama masyarakat sekitar TNGP. Warga harus menempuh perjalanan hingga 87 kilometer (km) untuk pergi berobat ke ibu kota Kabupaten Ketapang.
Menurut Ibu Hotlin, perilaku buruk masyarakat sekitar hutan tak serta merta bisa berubah hanya dengan penegakan hukum, melainkan dibarengi dengan pemberdayaan masyarakat. Inilah yang menginspirasi Ibu Hotlin dan enam rekannya mendirikan ASRI yang salah satu program utamanya adalah kesehatan.
Warga bisa berobat lebih dekat ke Klinik ASRI, bahkan mereka bisa membayar biayanya tidak dengan uang, melainkan bibit pohon, kerajinan tangan, sekam, kulit telur, hingga kotoran sapi untuk pupuk organik.
Klinik ASRI telah menerima lebih dari 94 ribu kunjungan dari 33 ribu pasien sepanjang 2019. ASRI juga melayani pasien BPJS dan lebih dari 1.700 pasien BPJS telah memililih Klinik ASRI sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Lima tahun pertama berdiri, Yayasan ASRI berhasil menggandeng masyarakat sekitar hutan, sehingga angka pembalakan liar berkurang drastis, dari 1.360 keluarga pembalak menjadi tersisa 450 keluarga pembalak.
Tahun ini kondisinya bagaimana? Saya yakin ASRI berhasil menaungi seluruh masyarakat sekitar hutan untuk kompak bersama menjaga hutan.
6. Adopsi pohon dan bibit pohon
World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan dalam 12 ribu tahun terakhir Bumi telah kehilangan tiga triliun pohon. Namun, hutan memiliki kapasitas luar biasa untuk memulihkan ekosistemnya sendiri jika kita, manusia memberinya kesempatan untuk meregenerasi diri dan berkembang biak kembali.
Saya contohkan pohon dipterocarpus yang menjadi habitat Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) – pada surat yang saya tuliskan di atas – setidaknya pohon ini membutuhkan waktu 10-20 tahun agar bisa tumbuh besar hingga menjadi sarang mamalia dilindungi tersebut. Tugas kita manusia adalah memberi kesempatan bibit atau anakan pohon itu tumbuh hingga dewasa, bukan menebangnya secara liar, dan terus menerus membalaknya tanpa melakukan penghijauan.
Bagaimana kita bisa membantu hutan memulihkan ekosistemnya lebih cepat? Salah satu caranya adalah adopsi bibit pohon dan adopsi pohon.
Tahu tidak? Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno selalu menyempatkan diri menanam pohon di tempat-tempat yang pernah beliau kunjungi, baik di dalam maupun luar negeri.
Siapapun yang pernah datang ke Tanah Suci Mekah pasti pernah melihat Pohon Soekarno yang berjejer di sepanjang jalan hingga Padang Arafah. Deretan pohon mimba itu menjadi saksi bahwa Bapak Bangsa sejak dahulu kala mengajarkan kita semangat menanam dan menghijaukan Bumi.
Dalam buku otobiografi Soekarno berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Cindy Adams, sang penulis mengutip ucapan Soekarno yang ingin dimakamkan secara sederhana dikelilingi pepohonan hijau di sekitarnya.
Aku mendambakan bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus. Aku ingin beristirahat di antara bukit yang berombak-ombak dan di tengah ketenangan. Benar-benar keindahan dari Tanah Air-ku yang tercinta dan kesederhanaan dari mana aku dilahirkan, dan aku ingin rumahku yang terakhir ini terletak di daerah Priangan yang sejuk.
Presiden Soekarno
Ngomong-ngomong soal adopsi bibit pohon dan adopsi pohon, kita bisa ikut berpartisipasi dalam program reforestasi loh. Caranya dengan membeli bibit pohon asli Kalimantan untuk ditanam dan dipelihara minimal dua tahun. Ini merupakan program unggulan ASRI di bidang konservasi.
Mengapa kita layak ikut serta menanam pohon di Kalimantan bersama ASRI?
- Biaya adopsi bibit pohon di ASRI lebih murah. Dengan Rp 100 ribu, kita bisa adopsi bibit sekaligus membiayai kegiatan penanaman dan pemeliharaan bibit tersebut selama dua tahun. Dengan Rp 200 ribu, kita bisa adopsi bibit di tempat lain.
- Potensi karbon yang terserap lebih besar. Ini karena semakin besar pohon yang kita tanam tadi, semakin besar pula karbon yang diserap. Satu pohon besar diperkirakan menyerap 3-4 ton karbon.
- Menjaga keanekaragaman hayati. Pilihannya kurang lebih 30 spesies pohon per hektare (ha). Jenis pohonnya juga asli Kalimantan (native species). Kegiatan ini juga mendukung ekosistem satwa liar endemik, seperti orangutan dan burung enggang.
- Pembayaran bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari kartu kredit, virtual account, Gopay, hingga OVO.
Menyelamatkan Hutan Bersama ASRI
Tim ASRI pertama kalinya membuka pelayanan kesehatan untuk masyarakat sekitar TNGP bernama Klinik ASRI pada 2007. Ini adalah pionir klinik kesehatan di Indonesia, bahkan mungkin di dunia yang menerima pembayaran dengan bibit pohon.
Visinya adalah masyarakat sehat, sejahtera, dan alam lestari. Misinya membangun masyarakat sehat, sejahtera, dan alam lestari di kawasan Indonesia yang bermanfaat tinggi bagi kesehatan Bumi, serta menginspirasi dunia.
Saya salut dengan pendekatan Radical Listening yang dipakai Tim ASRI untuk menggandeng masyarakat. Mereka percaya bahwa masyarakat mampu mencari solusi yang ada di sekitarnya. ASRI mendengarkan ide-ide masyarakat dan bersama pemerintah setempat mengeksekusi ide-ide tersebut.
Tak jarang Tim ASRI menghabiskan waktu ratusan jam untuk duduk bersama mendengarkan masyarakat. Sampai akhirnya masyarakat menyampaikan keinginan mereka untuk mendapat pelayanan keseatan yang berkualitas dan terjangkau, serta pelatihan pertanian organik.
ASRI memiliki empat program unggulan, yaitu kesehatan, konservasi, edukasi, dan replikasi.
1. Kesehatan
Ibu Kinari Webb meyakini bahwa manusia tidak akan sehat tanpa alam yang sehat. Alam pun tidak akan sehat tanpa manusia yang sehat.
Selain Klinik ASRI, program kesehatan ASRI lainnya adalah pengobatan keliling, penanggulangan penyakit TB paru dan lepra, serta kesehatan mata berupa akses kacamata untuk masyarakat.
2. Konservasi
Sejak 2009 ASRI aktif bekerja sama dengan Balai TNGP dan komunitas masyarakat. Kegiatan konservasi hutan yang dilakukan, antara lain reboisasi, monitoring deforestasi, Sahabat Hutan, pelatihan pertanian organik, Chainsaw Buyback, dan Kambing untuk Janda.
Menarik-menarik sekali ya kegiatannya. Chainsaw Buyback contohnya, diikuti oleh mantan-mantan pembalak hutan (logger). Mereka beralih dari pekerjaan yang dahulunya menebang kayu secara ilegal mencari mata pencaharian baru melalui pendampingan ASRI.
3. Edukasi
ASRI mengedukasi masyarakat dan anak-anak yang tinggal di dusun-dusun yang berbatasan langsung dengan taman nasional. Edukasi ini dilakukan terus menerus karena anak-anak adalah generasi yang akan menjaga hutan di masa depan.
Kegiatannya antara lain ASRI Kids untuk anak 10-11 tahun dan remaja. Ada juga ASRI Teens yang menjangkau sekolah-sekolah sekitar TNGP dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).
Program Penyuluhan Masyarakat dilangsungkan di Klinik ASRI setiap pekan. Sasarannya masyarakat yang datang berobat. Dua kali sebulan Tim ASRI menyuluh ke dusun-dusun berbeda.
Ada juga dialog interaktif melalui Radio Kayong Utara yang membahas informasi kesehatan, lingkungan, sistem berobat dan pembayaran Klinik ASRI, serta program ASRI lainnya.
4. Replikasi
Tim ASRI sejak 2018 mereplikasi program-program yang sudah dijalankan di TNGP untuk masyarakat sekitar TNBBBR di Kalimantan Barat. Program-program kesehatan, konservasi, dan edukasi harapannya memberi insentif bagi peningkatan kesehatan masyarakat. Pada saat yang sama replikasi ini meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melindungi kawasan hutan dari pengrusakan hutan.
Selamat Hari Hutan Internasional dan Hari Bumi 2021 ya teman-teman semua. Lakukan apapun yang kita bisa untuk melestarikan rimba raya kita.
Kita tak pernah terlalu tua atau terlalu muda untuk belajar tentang hutan, juga bagaimana kita bisa berkontribusi melindunginya dengan cara yang kita bisa. Langsung ACTION yuk!
Leave a Comment