Suatu hari sekitar Maret 2016 saya melintas di depan Balai Banjar Kedaton, Jalan Hayam Wuruk, Kota Denpasar. Ramai sekali? Pikir saya. Rupanya puluhan warga berkumpul mengikuti sidang untuk tindak pidana ringan mengenai pelanggaran pengelolaan sampah di Kota Denpasar.
Saya berhenti saking keponya. Dua tahun tinggal di Bali, itu pertama kalinya saya melihat sidang digelar di luar pengadilan. Naluri reportase saya muncul. Saya menghampiri satu dari 30 orang warga yang disidang waktu itu. Namanya Pak Sunaryo.
Awalnya si bapak menolak saya wawancara lantaran malu namanya bakal dicatut media nasional. Namun, saya meyakinkan beliau ini lebih kepada mengedukasi masyarakat luas akan pentingnya tanggung jawab pengelolaan sampah individu dan sampah rumah tangga.
Hakim menjatuhkan sanksi denda kepada para pelanggar dengan kisaran Rp 1-2 juta. Pak Sunaryo didakwa karena membuang sampah tidak pada waktu yang ditetapkan, yaitu pukul 17.00-19.00 WITA.
Pria asal Surabaya itu juga terbukti sengaja mengambil kardus di salah satu kawasan pertokoan di Kota Denpasar, kemudian membuang sampah yang ada dalam kardus itu sembarangan. Seorang pecalang, sebutan untuk petugas penjaga keamanan desa adat di Bali mendapati perbuatan Pak Sunaryo di lokasi.
Alhasil Pak Sunaryo pasrah begitu hakim mengetok palu dengan mewajibkannya membayar denda Rp 1 juta. Mau bagaimana lagi? Pilihannya bayar denda atau masuk penjara tiga bulan.
Kota Denpasar bisa jadi contoh bagi daerah lain dalam hal bijak kelola sampah dan pemberlakukan aturan kebersihan lingkungan tanpa pandang bulu. Hal itu tertuang ke dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/ 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum Kota Denpasar.
Bijak Kelola Sampah
Sampah adalah masalah serius di Indonesia. Kita memang tinggal di salah satu negara berpenduduk padat di dunia. Jadi, wajar saja sebetulnya kita menghasilkan sampah yang jumlahnya tak sedikit.
Data resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan timbulan sampah di Indonesia sepanjang 2020 mencapai 67,8 juta ton. Jumlahnya akan terus bertambah seiring meningkatnya jumlah penduduk.
Hal yang bikin saya prihatin sebetulnya bukan itu, melainkan kenyataan bahwa negara kita sudah punya peraturan lengkap soal kebijakan pengelolaan sampah, tapi tidak semua pihak mengimplementasikannya secara tegas di lapangan.
Betul adanya, yang ideal itu adalah sampahku tanggung jawabku. Masing-masing kita bertanggung jawab atas sampah kita sendiri.
Kita harus bijak kelola sampah individu dan rumah tangga. Kita harus membiasakan diri memisahkan sampah organik dan anorganik.
Secara singkat saya akan menjelaskan tiga cara pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
1. Praktik zero waste kitchen
Praktik zero waste kitchen atau dapur tanpa limbah tentu tidak mudah. Berikut tiga tahapan yang bisa kita lakukan menuju zero waste kitchen.
Tahap-1: Belanja secukupnya.
- Buat daftar belanja untuk menghindari impulsive buying.
- Belanja dalam ukuran dan partai besar khusus bahan pokok yang kita gunakan dalam jumlah banyak, misalnya beras, tepung, gula, dan minyak goreng.
- Belanja di pasar tradisional dan pedagang lokal.
- Bawa tas belanja yang re-usable.
- Bawa wadah untuk bahan basah, misalnya kotak untuk mengemas ikan dan daging.
- Beli buah musiman. Ada kalanya musim mangga, jeruk, rambutan. Secara gak langsung kita menyerap produksi buah-buahan dari petani lokal. Gak ada cerita lagi kita baca berita tentang berton-ton buah membusuk dan tidak layak konsumsi.
Tahap-2: Memasak tanpa menyisakan makanan.
- Lakukan food preparation yang mengarahkan cara kita mengolah makanan dan menangani sisanya.
- Gunakan toples atau wadah kaca untuk menyimpan makanan.
- Simpan sisa makanan di kulkas. Beberapa ibu bahkan mengolah kembali makanan sisa.
Tahap-3: Mengelola dapur tanpa limbah.
- Membuat kompos dari sisa bahan makanan, seperti kulit buah dan sayuran, cangkang telur, sisik dan tulang ikan.
- Gunakan lap kain alih-alih tisu.
- Re-grow sayuran, seperti daun bawang, sawi putih, dan wortel.
- Tanam herba sendiri di halaman.
- Hindari perlengkapan dapur sekali pakai, seperti piring dan gelas plastik. Beli jenis melamin atau kaca.
2. Personal Waste Management
Jika kita dipusingkan pengelolaan sampah anorganik di rumah, pertimbangkan mencoba layanan Personal Waste Management dari Waste4Change. Ini adalah kewirausahaan sosial yang memberikan solusi terhadap permasalahan sampah.
Masalah sampah gak selesai hanya dengan kita membayar retribusi sampah yang jumlahnya tak seberapa, sekitar Rp 25 ribu atau Rp 30 ribu per bulan. Persoalan sampah kita gak beres sampai di sana.
Kita harus tahu, kemana sampah-sampah itu akan dibawa oleh pihak ketiga?
Jangan sampai sampah-sampah tersebut dibuang ke lahan publik. Penyebabnya bisa saja karena kondisi sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sudah kepenuhan, atau wallahualam tiba-tiba operator sampahnya mengambil jalan pintas dengan membuang sampah secara ilegal untuk menghindari biaya pembuangan sampah.
Secara gak langsung kita ikut mencemarkan lingkungan, walau pun bukan kita yang melakukannya, melainkan operator sampah yang kita percaya tadi.
Waste4Change mengajak kita semua untuk mau memilah sampah dan memberi kompensasi layak pada petugas pengelola sampah. Waste4Change saat ini menerima sampah anorganik kertas, seperti HVS, karton, kardus, serta non-kertas, seperti plastik, kaca, logam, sachet, karet, dan tekstil.
Kita bisa pilih, sampah kita mau diangkut seminggu sekali atau dua minggu sekali? Beberapa keuntungan yang kita dapatkan:
- Sampah kita diangkut sesuai jadwal dalam kondisi terpilih, yaitu 100 persen pemilahan sampah anorganik.
- Mengurangi timbulan sampah yang berakhir di TPA.
- Meningkatkan tingkat daur ulang sampah.
- Memperpanjang usia pakai material setelah didaur ulang.
- Meningkatkan kesejahteraan operator sampah.
3. Layanan In-store Recycling untuk perusahaan
Sekarang marak kasus pemalsuan produk. Dulu saya pernah beli air mineral palsu. Pas isinya setengah habis, saya lihat cacing pita di dalam botol plastiknya. Sejak itu saya jadi parno dan say no beli air mineral dalam kemasan. Sebisa mungkin saya bawa botol minum sendiri.
In-store Recycling adalah bagian dari Extended Producer Responsibility Indonesia oleh Waste4Change untuk mendaur ulang sampah berlabel merek milik konsumen dan perusahaan.
Pastinya banyak banget sampah kemasan dari produk sisa proses produksi. Ada juga kemasan produk yang sudah kedaluwarsa, barang retur, termasuk botol kemasan yang isinya sudah habis digunakan.
Keuntungan yang perusahaan dapatkan hampir mirip dengan layanan Personal Waste Management. Nilai plusnya perusahaan bisa mencegah produk berlabel miliknya tidak disalahgunakan.
Habiskan sampahmu dengan memastikan pengelolaannya yang benar. Jika tidak, suatu hari sampah itu akan menghabisimu dan anak cucumu.
Bumi gak butuh segelintir orang yang mempraktikkan pengelolaan sampah dengan cara sempurna. Bumi membutuhkan jutaan orang, bahkan lebih untuk melakukan hal itu, meski tidak sempurna. Tujuan kita adalah membuat kemajuan, bukan kesempurnaan.
Leave a Comment