Speech delay atau keterlambatan bicara sangat umum terjadi pada anak autis, tapi juga sering terjadi pada anak nonautis. Orang tua umumnya mengunjungi dokter anak untuk mengeluhkan anaknya yang belum bisa bicara, padahal usia anak sudah 2-10 tahun.
Celakanya adalah sebagian dokter mendiagnosis pasiennya yang terlambat bicara dengan speech delay. Orang tua pun merasa puas dengan keterangan dokter tersebut. Ini yang saya alami ketika mengunjungi salah seorang dokter anak di Bali waktu Rashif berumur 1 tahun 3 bulan dan masih belum menunjukkan tanda-tanda bicara.
Padahal jika kita mau menelusuri dan mencermati baik-baik, speech delay bukan diagnosa ilmu kedokteran. Dokter Rudy Sutadi, dokter anak sekaligus pemilik KIDABA (Klinik Intervensi Dini Applied Behavior Analysis Untuk Terapi Autisme) mengatakan speech delay hanya terjemahan dari kata ‘terlambat bicara.’
Orang tua yang anaknya dikatakan speech delay hendaknya tidak menerima begitu saja. Tanpa dibawa ke dokter pun, kita sudah tahu anak kita terlambat bicara. Yang harus kita cari tahu adalah, apa sebab anak kita terlambat bicara?
Speech delay itu sama seperti kita bersin-bersin. Bersin itu cuma gejala. Sebelum minum obat, kita perlu cari tahu dulu dong, kenapa kita bersin?
Bisa jadi kita cuma flu biasa, bisa jadi kita demam, kena flu burung, bisa juga positif Covid-19. Obat dan penanganannya tentu beda-beda dong. Kalo kita bersin karena flu burung, tapi obat yang kita minum cuma obat flu biasa, jelas sampai kapanpun kita gak bakal sembuh. Begitu lah jika kita analogikan speech delay.
Mentang-mentang dokter bilang speech delay, anak kita langsung disuruh terapi wicara, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, dan berbagai terapi lain yang belum tentu itu adalah terapi tepat untuknya.
Contohnya nih, anak autisi kok disuruh terapi perilaku seperti anak keterbelakangan mental? Salah besar. Mau berbulan-bulan, mau bertahun-tahun pun anak autisi diterapi perilaku, dia gak bakal sembuh. Makanya, cari tahu diagnosa yang tepat untuk anak kita.
Sejak sembilan bulan, bayi seharusnya sudah memasuki fase awal bicara. Umur satu tahun, kata dr Rudy bayi paling tidak bisa mengatakan lima suku kata, misalnya papa, mik, mimik, mamam, mama, dan sebagainya. Usia dua tahun bayi minimal menguasai 50 kata dan sudah bisa membentuk kalimat pendek, misalnya “Mama pipis” atau “Mama mimik.”
Selang umur 2-3 tahun, anak mengalami ledakan kata-kata. Anak yang tadinya hanya bisa 50 kata langsung menguasai ratusan kata dan mampu menggabungkan tiga kata atau lebih menjadi kalimat pendek, misalnya “Mama, mau mamam.”
Speech Delay Bukan Diagnosa
Speech delay bukan diagnosa ilmu kedokteran karena tidak tercantum dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD) 10 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ICD-10 adalah sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan yang komprehensif dan diakui secara internasional.
Dokter Rudy mengatakan pada ICD-10 tidak ada diagnosa speech delay. Memang ada tulisan speech dan delay, tapi penulisannya tidak digabung, melainkan speech and language developmental delay due to hearing loss atau terlambat bicara karena tuli.
Anak harus didiagnosis secara tepat. Apa penyebab terlambat bicaranya? Beda diagnosis, beda penyebab, beda pula penanganannya.
Semakin cepat anak didiagnosis, semakin cepat ditangani, semakin cepat diterapi, semakin besar pula harapan sembuhnya.
Penyebab Speech Delay dan Speech Disorder
Pada 2016, the National Institute on Deafness and Other Communication Disorders Amerika Serikat (AS) melaporkan 7,7 persen anak-anak di negara tersebut mengalami gangguan bicara atau speech disorder. Itu terjadi pada satu dari 12 anak, bahkan jumlahnya lebih besar jika memperhitungkan orang dewasa.
Secara umum ada 10 bentuk gangguan bicara, berupa speech delay atau speech disorder pada anak.
Faktor penyebabnya bisa karena kondisi psikologis atau psiko-wicara, gangguan otot pada alat ucap, atau gangguan pada sistem saraf.
1. Apraxia
Apraxia adalah speech delay yang terjadi karena sambungan saraf otak dengan otot bicara hilang atau menjadi samar. Anak tahu apa yang ingin diucapkan, bahkan bisa menuliskannya di atas kertas, tapi otaknya tidak bisa mengirimkan pesan dengan benar, sehingga otot-otot bicara serta alat ucapnya tidak bisa mengartikulasikan apa yang ingin dia katakan.
Ada berbagai tingkatan apraxia, mulai dari yang sebagian fungsi bicaranya berfungsi, hingga yang bicaranya tidak koheren. Ketika kita tahu pasti itu disebabkan kerusakan otak, seperti pada orang dewasa yang mengalami stroke, maka itu disebut Acquired Apraxia.
Ilmu medis sampai saat ini belum bisa mendeteksi perbedaan apraxia pada anak-anak dan dewasa. Penyebab apraxia pada anak masih menjadi misteri.
Seringkali dokter mengorelasikan apraxia dengan faktor genetik, di mana ada anggota keluarga anak juga mengalami gangguan komunikasi.
2. Gagap
Gagap adalah gangguan bicara yang umum. Kita semua rata-rata bisa mengenali orang gagap dan bagaimana gaya mereka berbicara. Mereka gagal mengucapkan kata di awal, tapi berhasil di akhir setelah mencoba bicara beberapa kali.
Setiap orang mungkin pernah mengalami saat-saat gagap, setidaknya sekali seumur hidup, misalnya saat menerima panggilan telepon tak diinginkan.
Laporan the National Institute on Deafness and Other Communication Disorders memperkirakan lebih dari 10 persen anak-anak di AS gagap dan tiga perempat dari mereka bisa sembuh. Kebanyakan orang tidak tahu bahwa gagap bisa juga terlihat secara nonverbal, seperti perilaku sering mengedip-ngedipkan mata.
Gangguan bicara karena gagap gejalanya sudah terlihat sejak anak belajar berbicara. Gejala ini bisa juga baru muncul ketika anak-anak sudah TK, tapi sangat jarang terjadi pertama kali saat dewasa. Umumnya orang dewasa sudah gagap sejak masa kanak-kanak.
Penyebab gagap sebagian besar masih misteri. Memang betul, ada hubungan dengan riwayat keluarga atau faktor genetik. Namun, teori lain menyebutkan gagap bisa juga bentuk gangguan yang tak disengaja. Jadi, ada banyak faktor yang terlibat.
3. Disartria
Disartria adalah gangguan proses berbicara pada sejumlah otot yang terlibat dalam proses berbicara, seperti otot lidah, otot bibir, pita suara, dan diafragma. Biasanya disartria terjadi karena gangguan saraf.
Penderita disartria ucapannya tidak jelas dan lambat. Gerakan lidah, rahang, atau bibirnya terbatas. Irama dan nada suaranya tidak normal. Kualitas suaranya berubah-ubah, dan sulit mengartikulasikan kata-kata.
Oleh karena disartria disebabkan kerusakan saraf dan otot, maka orang dari berbagai usia bisa saja mengalaminya. Pada bayi, prosesnya dimulai sejak dalam kandungan, atau bayi yang lahir dalam kondisi distrofi otot atau cerebral palsy. Pada orang dewasa, disartria umumnya disebabkan stroke dan tumor.
Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasi kerusakan otot dan saraf karena disartria. Biasanya seseorang diberikan terapi perilaku, misalnya latihan pernapasan, memperlambat tempo berbicara, dan melatih otot-otot yang terlibat dalam proses berbicara.
4. Cadel
Cadel atau lisping sangat umum dan mudah dikenali. Cadel itu gangguan bicara fungsional, tidak sama seperti apraxia, afasia, gangguan perkembangan bahasa ekspresif, atau speech delay karena tuli.
Ada orang yang cadel dengan huruf R, ada pula yang cadel dengan huruf S, L, atau K.
5. Spasmodic dysphonia
Spasmodic dysphonia adalah gangguan suara yang disebabkan gerakan tak disengaja dari satu atau lebih otot pada pita suara. Bisa dibilang seseorang mengalami kejang pada pita suara, sehingga saat berbicara tiba-tiba suaranya bisa mendadak serak, sangat gemetar, mengerang, mengencang, bahkan terdengar gelisah.
Akibatnya, kalo orang tersebut berbicara atau berpidato, sering kali penekanan pada kata-katanya tidak tepat. Seseorang yang menderita gangguan ini kerap kesulitan mengucapkan satu atau dua kata tertentu.
Penyebabnya masih belum diketahui. Alasannya, seseorang dengan gangguan ini kadang-kadang suaranya masih terdengar normal atau mendekati normal. Biasanya gangguan ini terjadi pada orang dengan rentang usia 30-50 tahun. Singkatnya bisa dibilang faktor umur juga, alias penuaan.
6. Tachyphemia
Tachypemia atau dalam bahasa inggris disebut cluttering adalah gangguan bicara dan gangguan komunikasi yang membuat seseorang berbicara dengan tempo terlampau cepat, ritme tidak teratur, tata bahasa kurang, sehingga ucapannya sulit dimengerti.
Kadang orang tersebut terlalu sering menggunakan kata sela, seperti ee, um, hmm, err, ok, oo, so. Kesannya berlebihan dan tidak normal.
Dulu orang-orang asperger sering mengalami tachypemia. Sensasi yang dirasakan seperti, waktu mulai berbicara tiba-tiba dalam hitungan detik ‘BOOM’ puluhan ide muncul di otaknya sekaligus. Orang tersebut bingung mau mulai bicara dari mana?
Saat orang tersebut ingin memulai bicara, hal yang keluar dari mulutnya adalah hal yang terlintas di benaknya seketika itu juga. Kadang kondisi ini membuat orang lain sulit mengerti maksud orang tersebut.
7. Selective mutism
Selective mutism bisa dikatakan gangguan bicara karena kondisi psikologis. Biasanya muncul pada anak yang sangat pemalu, memiliki gangguan kecemasan, atau anak yang menarik diri dari lingkungan sosial.
Anak dengan selective mutism bisa seperti anak normal lainnya ketika dia merasa berada di lingkungan yang menurut dia nyaman. Pernah gak merasa anak kita aktif banget dan cerewet di rumah, tapi begitu di sekolah atau di luar rumah dia seperti orang bisu, jarang bicara bahkan menarik diri?
Kebanyakan anak dengan selective mutism sulit berinteraksi di luar. Mereka merasa bicara di depan orang itu seperti berdiri di atas panggung. Gak heran jika sebelum anak dipanggil atau diajak main sama teman-temannya, dia sudah gemetaran dan cemas luar biasa.
Kondisi ini memang tidak berbahaya, tapi bisa berdampak pada proses belajar dan pendewasaan diri anak. Ajak anak lebih sering bermain bersama dan tingkatkan kepercayaan dirinya.
8. Afasia
The National Institute on Neurological Disorders and Stroke AS memperkirakan satu juta orang Amerika mengidap afasia. Afasia adalah gangguan komunikasi disebabkan rusaknya kemampuan bahasa di otak.
Afasia berbeda dengan apraxia dan disartria, sebab hanya berkaitan dengan pusat bicara dan bahasa di otak.
Setiap orang berpotensi menderita afasia. Orang paling berisiko adalah dewasa, terutama yang pernah mengalami stroke. Penyebab umum afasia lain adalah tumor otak, cedera otak traumatis, dan penyakit otak degeneratif.
9. Alalia
Alalia adalah speech delay paling umum yang terjadi pada anak. Gangguan bicara karena alalia sama sekali BUKAN karena masalah di otak atau saraf pusat. Biasanya speech delay tipe ini terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan anak.
Ada tiga jenis alalia, yaitu alalia karena gangguan motorik, sensorik, dan psikopatologis. Dua pertama paling sering terjadi.
Anak dengan alalia motorik mengalami gangguan bahasa ekspresif. Anak tidak fasih bicara, artikulasinya belum jelas atau terganggu, tapi anak mengerti ucapan yang ditujukan padanya.
Anak dengan alalia motorik cenderung kidal. Makan maunya pakai tangan kiri, pegang mainan mendahulukan tangan kiri, salam tangan kiri, menyendok dengan tangan kiri. Saya yakin ibu-ibu yang bingung anaknya kok masih belum bisa bicara, padahal udah dua tahun pasti pernah menemukan kejadian ini.
Anak dengan alalia sensorik ditandai dengan pemahaman bicara buruk, padahal pendengarannya tak bermasalah. Mereka bermasalah dalam menganalisis suara, termasuk ucapan. Anak mendengar, tapi tidak tidak paham ucapan yang ditujukan padanya.
10. Autisme
Autism spectrum disorder (ASD) memang bukan bentuk gangguan bicara. Hanya saja anak-anak autis hampir seluruhnya mengalami keterlambatan bicara alias speech delay.
Speech delay karena autisme bisa didiagnosis dengan lebih dulu mengetahui ciri-ciri autisme pada anak. Ciri ini bahkan bisa diketahui sejak anak masih bayi, sebelum berusia tiga tahun.
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS melaporkan satu dari 68 anak di Amerika memiliki gangguan spektrum autisme. Anak autis bermasalah dengan komunikasi sosial.
Sebuah studi Penn State pada 2015 di Amerika menemukan 64 persen anak-anak autisi mengalami apraxia.
Waktu saya memperlihatkan video Rashif mulai babbling atau mengoceh pada dr Rudy, alhamdulillah wasyukurillah dr Rudy bilang suara yang dikeluarkan Rashif adalah suara fungsional yang merupakan awal dari anak berbicara, BUKAN gejala apraxia.
Gangguan bicara pada anak autis bisa berupa ekolali, yaitu membeo atau mengulang ucapan orang lain. Saat kita bilang, “Kakak, assalamualaikum,” tapi si anak bukannya menjawab “Waalaikumsalam,” malah mengulang kalimat yang sama, yaitu “Kakak, assalamualaikum.”
Anak autis juga mengeluarkan nada suara tak biasa atau prosodi. Suaranya bisa seperti burung berkicau, menggeram tak jelas, menggumam tidak jelas, bersenandung tidak jelas.
Anak saya autis bukan sih? Nah, setelah membaca pemaparan saya di atas, semoga orang tua bisa lebih kepo, lebih penasaran, dan lebih haus informasi akan penyebab speech delay anaknya. Jangan cepat puas dengan dokter yang mengatakan anak kita speech delay.
Diagnosa berbeda akan menentukan terapi berbeda dan pengobatan berbeda untuk anak. Jadi, jangan sampai salah diagnosa ya bu!
Leave a Comment