https://www.googletagmanager.com/gtag/js?id=G-8K50HN0MMT window.dataLayer = window.dataLayer || []; function gtag(){dataLayer.push(arguments);} gtag(‘js’, new Date()); gtag(‘config’, ‘G-8K50HN0MMT’);

Stimming dan Perilaku Repetitif pada Autisi


Pernah mendengar istilah stimming? Kali ini saya ingin bercerita soal stimming dan perilaku repetitif (berulang) pada autisi. Mungkin kita tanpa sadar pernah, bahkan sering melakukan stimming, cuma sebagian kita gak tahu aja istilahnya.

Siapa di sini yang suka gigitin kuku pas ngelamun? Goyang-goyang lutut saat guru atau dosen menerangkan pelajaran di kelas? Melintirin rambut pas bengong? Nge-klik pulpen tiktok ke atas dan ke bawah pas baca soal ujian? Suka ngupil gak peduli orang lain jijik melihatnya?

Sering membunyikan persendian jari-jari tangan? Mengetuk-ngetukkan jari ke meja? Mencetin boneka squishy? Bersiul pas lagi jalan kaki? Atau mondar-mandir kayak seterikaan di depan ruang operasi pas istri sedang proses melahirkan? Ketahuilah gaes, itu semua adalah contoh stimming.

Stimming sebetulnya istilah untuk self-stimulatory behaviour. Kalo di-indonesia-kan, stimming adalah perilaku menstimulasi diri. Caranya dengan melakukan gerakan berulang (repetitif), tidak biasa, dan frekuensinya berlebihan.

Kaitan Stimming dengan Autisme

Stimming merupakan cara penyandang autisme atau autisi merangsang indra atau mengurangi kelebihan sensorik, beradaptasi dengan lingkungan yang tidak biasa, mengurangi kecemasan, menenangkan diri dan menstabilkan emosi, mengungkapkan frustasi, mencari perhatian, atau cara mereka berkomunikasi efektif. Inilah kenapa stimming umumnya berkaitan dengan panca indra.

1.Stimming dengan indra penglihatan

Contohnya senang menatap cahaya atau lampu, sering mengedipkan mata, menggoyangkan jari jemari atau mainan di depan mata, melihat benda berputar, seperti kipas angin, roda sepeda, roda mobil-mobilan.

Anak autis candu menonton televisi, melihat lawan bicara dengan sudut mata (cornering) atau melirik, menata mainan atau benda serapi mungkin, misalnya menjejerkannya vertikal atau horizontal.

2. Stimming dengan indra penciuman

Contohnya senang mengendus orang, makanan, atau benda-benda di sekitarnya. Anak autisi sensitif pada bau-bau tertentu yang bisa membuat mereka tantrum atau hiperaktif, misalnya bau asap kendaran, bau parfum pakaian, bau parfum mobil, bau karbol, bau pewangi ruangan, bau asap rokok, dan lainnya.

3. Stimming dengan indra pengecap

Contohnya memasukkan benda apa saja ke dalam mulut, menggigiti kuku atau kulit jari, ngemil garam, ngemutin gula batu, atau menjilati sesuatu yang umumnya benda-benda yang tidak boleh dimakan.

Rashif, putra saya yang autisi senang menggigiti kursi, baju, sarung bantal, boneka, bahkan pernah menggigiti pinggiran meja dan ban sepeda.

Ada anak autis yang masih ngemutin jari jempol, padahal dia gak bayi lagi. Minum masih pakai dot, padahal udah SD atau SMP.

Sebagian dokter yang tidak tahu sebatas mendiagnosa pasiennya yang begini dengan global developmental delay (GDD). Padahal itu semua termasuk ke dalam kelompok gejala autism spectrum disorder (ASD).

4. Stimming dengan indra pendengaran

Contohnya mendengarkan suara yang sama secara berulang, mendengarkan lagu yang sama setiap hari dan tidak suka apabila lagunya diganti, membuat suara-suara aneh, seperti gumaman, siulan, atau ucapan tanpa makna. Tiba-tiba suka berteriak dan senang mendengar suaranya sedang tertawa atau terkekeh.

stimming anak autis

Ada juga ekolali, yaitu mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain. Misalnya, waktu kita bilang, “Assalamualaikum,” si anak bukannya menjawab “Waalaikumsalam,” tapi malah mengulang kata “Assalamualaikum” lagi.

Saat orang lain bertanya, “Namanya siapa?” Anak autisi bukannya menyebutkan namanya, malah kembali menjawab dengan, “Namanya siapa?”

5. Stimming dengan indra peraba

Contohnya menggaruk-garuk kepala, bertepuk tangan, memukul-mukulkan mainan sebelum dimainkan, menggosok-gosok kulit, mengelus atau menarik rambut orang lain, suka mencubit, suka ngupil, bahkan memasukkan jari ke lubang hidung atau mulut orang lain tanpa rasa jijik.

Anak autis suka membuka tutup laci dan lemari. Mereka senang menghidupmatikan sakelar lampu di rumah.

6. Stimming propriosepsi atau sense posisi

Ini adalah cara tubuh anak autisi mengetahui sedang berada di mana dan dalam suasana apa tanpa harus melihat dengan mata.

Contohnya adalah melompat-lompat, berlari ke sana kemari, menggoyang-goyangkan sebelah kaki, berjalan jinjit seperti penari balet, mengepak-ngepakkan tangan seperti burung terbang, berputar-putar tanpa merasa pusing, menggoyangkan tubuh ke depan belakang atau ke kiri dan ke kanan, memutar-mutar semua mainan di lantai, senang duduk di atas buku, di atas kardus, atau di bawah meja.

Ada anak autisi yang suka menungging, kemudian melihat sekitarnya melalui celah di antara kedua kakinya. Mereka girang bukan main setiap melihat dunia secara terbalik. Rashif dulu sering banget menungging, khususnya ketika menonton televisi.

Mungkin ada yang bilang, “Ah, anak kecil begitu mah biasa aja kaleee. Apanya yang aneh?”

Ketahuilah, kebanyakan orang hanya melakukan stimming pada waktu-waktu tertentu. Mereka bisa mengendalikannya dan tahu kapan harus berhenti.

Namun, pada autisi, khususnya yang masih bayi, anak-anak, dan remaja, stimming menjadi aktivitas rutin dan sulit dikendalikan. Frekuensinya terlampau sering, bisa setiap hari, bahkan setiap jam, sehingga ketika kita melihatnya tampak aneh.

Stimming menjadi rutinitas autisi. Ini karena mereka sangat sensitif dan mudah cemas dengan kondisi sekelilingnya.

Oleh sebab itu gak heran jika anak autis itu sering disebut perfeksionis dan teratur. Mereka tidak suka apabila hal-hal berjalan tidak semestinya atau di luar koridornya.

Pas sarapan misalnya, kalo mereka udah biasa makan buah dulu baru makan, trus tiba-tiba suatu hari buahnya gak ada di meja, mereka bisa marah dan tantrum luar biasa. Ada anak autisi yang gak mau minum kalo cangkir minumnya beda dari yang biasa mereka pakai sehari-hari.

Rashif selalu gelisah dan marah apabila mobil sedang berjalan yang ditumpanginya tiba-tiba berhenti, entah di lampu merah, atau karena macet. Dia kembali tenang begitu mobil berjalan kembali.

Beberapa mantan autisi yang saya kenal pernah bercerita, waktu kecil saat jalan kaki atau naik kendaraan, mereka tidak suka jika tiba-tiba rute jalan yang dilewati berubah.

Mereka tidak suka disuruh berlama-lama antre, tidak suka bergiliran, stres jika guru terlambat masuk kelas dan pelajaran di sekolah tidak dimulai tepat waktu.

Ketika menjejerkan benda, misalnya mainan mobil-mobilan atau pensil warna, itu harus rapi banget. Bukan cuma susunannya aja yang rapi, urutan warnanya pun harus sama.

Kalo main lego atau balok, anak autis suka menumpuk setinggi mungkin secara vertikal. Setelah selesai, mereka akan merobohkan, kemudian menumpuknya kembali.

Stimming yang Berbahaya

Banyak stigma berkembang seputar stimming. Ada yang menganggap stimming bukanlah perilaku buruk, melainkan strategi coping mechanism yang membantu autisi mengendalikan stres dan emosi.

Namun, ada juga yang menganggap stimming memicu masalah sosial. Bagaimana kalo anak secara fisik melukai orang lain, membuat orang lain merasa tidak nyaman, mengganggu, atau bahkan anak autisi bisa melukai diri sendiri?

Ini terjadi pada kedua putera kembar saya, khususnya Rashif. Rashif suka menyerang orang lain dengan cara menggigit. Dia melakukannya ketika merasa terancam, merasa diganggu, atau merasa situasi di sekitarnya mengganggu.

Kami semua di rumah pernah menjadi korban Rashif, mulai dari papanya, ibunnya, kakaknya, kakeknya, neneknya, bahkan saudara kembarnya sendiri. Rashif juga pernah menggigit terapisnya di klinik.

Rangin, saudara kembar Rashif memang tidak dinyatakan autisme oleh dokter. Hasil skrining menunjukkan Rangin anak normal. Namun, karena keduanya kembar non-identik, Rangin berpotensi membawa spektrum sama, meski samar.

Anak autisme biasanya tumbuh kembang normal sejak lahir hingga berusia 18 bulan. Sifat-sifat autis muncul seiring bertambahnya usia. Mereka mengalami regresi atau kemunduran perilaku pada rentang umur 18-24 bulan.

Pada masa-masa kritis tersebut, anak yang sebelumnya suka mengoceh, mulai belajar bicara, tiba-tiba diam dan tidak bisa bicara. Anak yang awalnya fokus dan menoleh ketika namanya dipanggil, tiba-tiba melengos dan masa bodoh ketika dipanggil. Anak yang tadinya suka bermain dengan saudara-saudaranya, tiba-tiba memilih menyendiri, menyudut, atau asik dengan dunianya sendiri.

Nah, berhubung dr Rudy Sutadi mendiagnosis Rashif dan Rangin pada saat keduanya berusia 18 bulan, artinya saya belum tenang sebelum Rangin lewat usia kritis tersebut. Saya baru bisa sedikit lega jika Rangin tidak menunjukkan regresi tumbuh kembang hingga usianya dua tahun.

Inilah alasan saya tetap mendietkan Rangin sama seperti diet komprehensif yang dijalani Rashif. Saya juga memberikan Rangin terapi Smart ABA (Applied Behavior Analysis) dan Smart BIT (Biomedical Intervention Therapy) seperti Rashif dengan dosis lebih ringan, setidaknya sampai Rangin berumur dua tahun.

perilaku stimming

Terapi Smart ABA bukan hanya untuk autisi. Metode ini bisa digunakan untuk melatih anak nonautisi yang mengalami gangguan bicara (speech disorder) atau belum bisa verbal. Rashif menjalani terapi empat sesi setiap hari, mulai dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Rangin hanya diterapi dua sesi saja.

Alhamdulillah sampai hari saya menuliskan ini, Rangin tidak menunjukkan gejala kemunduran. Justru Rangin semakin pintar dan semakin verbal. Insya Allah gak lama lagi Rangin bisa bicara dan ngobrol sama kita. Amin.

Rangin sempat memiliki stimming yang membahayakan diri (self injury). Dia suka membenturkan kepala ke dinding dan lantai ketika sedang marah, merasa tidak nyaman, atau merasa terganggu. Jidatnya pernah sampai menghitam bekas terbentur.

Alhamdulillah setelah menjalani diet ketat selama dua bulan, hasil BALSH Chart Rangin membaik. Perilakunya melukai diri menurun drastis dan nyaris hilang. Saya sekarang sangat jarang melihat Rangin membenturkan kepala. Saat sedang kesal, Rangin kini hanya menangis atau merengek saja.

Berikut adalah contoh stimming yang membahayakan.

  • Membentur-benturkan kepala (head-banging)
  • Memukul diri sendiri
  • Menarik atau mencabuti rambut sendiri
  • Menggigiti tangan sendiri sampai berdarah
  • Menggiti kuku sendiri sampai kulit kuku mengelupas
  • Mengorek koreng atau luka
  • Menelan benda-benda berbahaya
  • Menjambak orang lain
  • Mencubit orang lain
  • Menggigit orang lain
  • Meninju orang lain
  • Memasukkan jari ke lubang hidung, lubang telinga, atau mulut orang lain
  • Menjerit atau meneriaki orang lain
  • Mengendus orang lain, mengendus makanan di toko makanan, dan mengendus bagian tubuh yang tidak pantas.
  • Rutin makan permen atau gula sampai gigi rusak sebelum waktunya
  • Mengorek lubang di furnitur, di dinding, atau di lantai sampai rusak

Mengatasi Stimming pada Autisi

Stimming tidak selalu menunjukkan autisme. Sebagai orang tua, kita tentunya punya firasat baik atau buruk menyangkut perilaku anak kita. Makanya kita perlu memahami lebih dulu ciri-ciri autisme sedini mungkin.

Stimming pada masing-masing anak autisi tidak selalu sama. Bukan berarti setiap anak autisi pasti melakukan semua bentuk stimming yang saya jabarkan di atas.

Bukan berarti stimming itu pasti berupa perilaku buruk yang perlu dicegah. Stimming perlu dicegah ketika itu menurunkan kualitas hidup anak kita dan mengganggu kehidupan orang lain.

stimming dan perilaku repetitif

Kita perlu mencegah, mengontrol, mengurangi, bahkan menghilangkan stimming dan perilaku repetitif pada anak autisi kita apabila semua jawaban dari pertanyaan di bawah ini adalah YA.

  • Apakah stimming anak melukai dirinya sendiri?
  • Apakah stimming menyebabkan anak mengisolasi diri, seperti suka menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain?
  • Apakah stimming mengganggu proses dan kemampuan belajar anak?
  • Apakah stimming menyebabkan masalah bagi anggota keluarga atau orang lain?

Dokter Diana Dewi, salah satu dokter di KIDABA, klinik tempat Rashif menjalani terapi di Bekasi mengatakan stimming adalah refleks tubuh untuk mempertahankan sel-sel otak agar tetap bertahan hidup.

Otak kita memerlukan stimulus atau rangsangan untuk mempertahankan diri. Inilah mengapa para ahli menyatakan sel-sel otak itu use it or lose it. Ketika sel-sel otak kita tidak dirangsang, maka dia akan mati.

Anak-anak autisi bermasalah pada aspek kognitif, reseptif, dan ekspresif. Mereka merangsang otaknya dengan cara stimming atau stimulasi diri.

dr diana dewi, kidaba

Makanya, kata dr Diana anak autisi perlu diberikan terapi Smart ABA minimal 40 jam seminggu untuk usia di bawah tiga tahun. Terapi ini bahkan perlu diberikan selama anak terjaga (all walking hours).

Smart ABA memberi stimulasi penuh pada otak anak autisi yang ‘lapar.’ Hasilnya, ketika dosis terapi yang minimal 40 jam itu terpenuhi, stimming dan perilaku repetitif tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Seiring berjalannya waktu, anak-anak kita yang autisi bisa mencapai tahap kemandirian diri. Mereka bisa bersekolah di sekolah reguler, bisa kuliah, bisa bekerja, bisa berkeluarga, dan bisa berbaur dengan baik di lingkungan sosial masyarakat. Autism is curable. Insya Allah.

bundalogy

12 responses to “Stimming dan Perilaku Repetitif pada Autisi”

  1. Amiiin. Cuma bisa mengaminkan doa-doanya mb Muthe. Alhamdulillah Abang Rashif punya Mama setiliti mb Muthe. Orang lain mah woles aja kalik, malah dianggap lucu. Ntar tau-tau udah besar ajah. Btw…pengen tahu juga lho metoda Smart ABA tersebut? Tapi harus ke Bekasi yah…
    Makasih udah berbagi tentang autisi Mbak…

    Like

  2. Amin ya Allah… Aku sangat senang kalau baca hal sperti ini. Orang tua yang berpengetahuan dan care secara detail kepada anak-anaknya.

    Mengapa? Aku sedang miris banget karena ada orang tua yang bahkan anak yang agak lambat menangkap pelajaran saja sudah di cap “idiot” “bodoh”. Benar-benar sedih aku pas denger orang tua bicara seperti itu tentang anaknya. Jauh dari kata memperbaiki, justru merusak anak sendiri. Hiks.

    Orangtua yang merawat anaknya dengan ilmu dan kasih sayang, aku selalu yakini mereka adalah orang tua yang bersyukur.

    Sangat pantas dapat doa anak-anak kelak, “Allohummaghfirly wa liwaalidayya, warhamhumaa kamaa robbayaany shoghiiroo.”

    Semangat dan semoga mendapat pahala yg besar di sisi-Nya mba Muthe.

    Like

  3. Stimming pada bagian peraba mungkin akan sedikit sulit untuk dilihat normal atau mengarah ke autis ya kak mutia. Karena perkembangan motorik anak terkadang suka begitu. Suka hidup matikan sakelar lampu. Suka menyusun sesuatu hingga tinggi.
    Saya jadi teringat anak yang diterapi adik saya. Positifnya mereka adalah hidupnya teratur ya.. ketika dipakaikan baju tidur mereka mengerti bahwa sekarang saatnya tidur. Beda sama anak lain, kalo dipakekan baju tidur tapi masih pengen main, ya pergi aja main keluar. Trus ada yang setiap jam 6 pagi dan sore selalu pas waktunya untuk menghidupkan atau mematikan lampu rumahnya. Gak pernah keluar dari kebiasaan.

    Like

  4. Aamiin ya Allah…semoga Allah permudah setiap langkahmu sekeluarga ya mbak. Kita memamng hrs lebih peka ya mbak sama anak sendiri.

    Btw mbak Muthe di Bekasi? Kupikir pindah ke Surabaya pas dari Bali itu?

    Like

  5. Bagus banget ini artikelnya, Muthe… jadi ingin lebih cermat lagi mengamati anak yg bungsu. Gak bs lihat baling-baling atau kipas angin langsung deh itu terus yang diputerin. Banyak ilmunya ya di sini. Makasih, Muthe…

    Like

  6. Aamiin Ya Allah, segala doa yg terbaik utk keluarga mba Muthe Insha Allah di ijabah Allah. Aku baru tahu bahwa anak autis peka tdh bau bauan tertentu. Artinya sebisa mgkin jgn dekat dengan sumber bau tsb ya mbak

    Like

  7. Jadi tambah tau lagi ini kak.. kirain stunting a.ka. kurang gizi.. rupanya stimming.. dan saya juga pernah melakukannya..seperti mondar mandir ketika istri melahirkan…

    Like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Blog at WordPress.com.