Seminar Nasional Autisme
Seminar Nasional Autisme

Saya merasa dejavu saat berkesempatan mengikuti Seminar Nasional Autisme ke-2 yang digelar via zoom conference, 12-13 September 2020. Sekiranya saya belum resign jadi jurnalis, kemungkinan besar saya hadir sebagai reporter yang meliput kegiatan ini. Namun, sekarang saya berada di antara ratusan peserta di sana sebagai salah satu orang tua dari anak penyandang autis (autisi).

Tiga Dokter dan Praktisi Autisme Dunia

Saya bersyukur sekali belajar banyak dari tiga dokter ahli sekaligus praktisi yang mendalami penanganan serta penyembuhan autism di dunia. Mereka adalah dr Rudy Sutadi, dr Jerry Kartzinel, dan dr Sidney MacDonald Baker.

1. Dr Rudy Sutadi

Putera dr Rudy lahir pada 1994, setahun setelah Catherine Maurice menerbitkan buku pertama yang memberi harapan penyembuhan anak autis di seluruh dunia. Selama ini tak satu pun orang percaya bahwa autisme bisa disembuhkan.

Dokter Rudy bilang, puteranya lahir di waktu yang tepat. Buku berjudul Let Me Hear Your Voice itu menceritakan keberhasilan tata laksana penyembuhan autisme pada kedua anak Catherine menggunakan teknik ABA oleh Profesor Lovaas, Bapak ABA dunia.

Pada 1973 Lovaas dan beberapa rekannya yang juga dokter mempublikasikan studi komprehensif yang menunjukkan bahwa ABA efektif untuk terapi perilaku multipel pada berbagai anak autisi.

Putera dr Rudy didiagnosis autis oleh psikiater anak dan neurolog anak pada usia dua tahun. Selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) waktu itu, dr Rudy sama sekali tidak diberikan materi terkait penyakit satu ini.

Bisa dibilang era 1990-an adalah masa kelam autisme di Indonesia. Demi menjawab rasa penasaran terhadap diagnosis buah hatinya, dr Rudy melahap berbagai buku teks, jurnal ilmiah, dan berbagai publikasi terkait autisme sampai menemukan metode ABA yang dikembangkan Lovaas.

Dokter yang terkenal dengan slogan Autism is Curable ini kemudian mendalami ABA di Australia dan AS. Berbagai kegiatan seminar, diskusi ilmiah, dan kuliah pun diikuti, salah satunya di Lovaas Institute for Early Intervention (LIFE) di Los Angeles.

Sekembalinya dari luar negeri, dr Rudy menerapkan sendiri ilmu-ilmu yang diperoleh untuk menterapi anaknya. Sejak Maret 1997, dr Rudy merekrut sendiri beberapa asisten untuk membantu penyembuhan sang putera.

Sekitar sembilan bulan terapi intensif dilakukan, putera dr Rudy perlahan menunjukkan perbaikan. Dia dimasukkan ke dalam kelas kelompok bermain (play group), hingga sekolah dibantu shadow teacher.

Penyembuhannya berjalan baik dan lancar. Saat ini sang putera telah dewasa dan lulus sebagai dokter, mengikuti jejak sang ayah di Universitas Indonesia.

Sehari-hari dr Rudy bersama istri tercinta, Ibu Arneliza Anwar Sutadi berkegiatan di The Center, Klinik Intervensi Dini Applied Behavior Analysis (KIDABA). Lokasinya di Grand Wisata, Bekasi. Keduanya menulis buku berjudul Mengajar dan Melatih Bicara pada Autisi dengan Smart ABA.

Puluhan autisi sembuh tanpa bekas di tangan dr Rudy. Ibu Liza yang juga penggiat autisme, tokoh penerus ABA di Indonesia terus meramu dan memperbaharui kurikulum-kurikulum pendidikan untuk para autisi di KIDABA.

2. Dr Jerry Kartzinel

Dokter Jerry berpengalaman lebih dari 25 tahun membantu autisi hingga pintu kesembuhan. Beliau dokter anak bersertifikat American Academy of Pediatrics yang mengkhususkan diri menyembuhkan anak-anak Autism Spectrum Disorder (ASD), gangguan kecemasan (anxiety), gangguan perkembangan saraf (neurodevelopmental disorders), penyakit peradangan saraf kronis, hingga disfungsi hormon.

Dokter yang juga penulis di The New York Times ini hingga sekarang terus berbagi ilmu kepada dokter dan profesional kesehatan lainnya. Teknik dan langkah-langkah penyembuhan yang dilakukannya sangat mirip dengan dr Rudy. Ya jelas lah ya, namanya juga guru dan murid.

Dokter Jerry menerapkan pengobatan integratif, mulai dari terapi, obat, suplemen, hingga modifikasi diet, disesuaikan dengan kondisi medis dan kemampuan ekonomi pasiennya. Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun mengatasi tantangan fisik dan mental pasiennya dengan pengalaman yang dimiliki.

Satu kesamaan dr Jerry dengan dr Rudy adalah mereka sama-sama memiliki putera autisi. Putera keempat dr Jerry yang bernama Joshua juga didiagnosis autis, tepat saat dirinya menjadi dokter anak selama satu dekade.

Kondisi sang putera membuat hati dr Jerry terpanggil untuk mendalami seluk belum autisme hingga lebih dari dua dekade berprofesi sebagai dokter anak. Salah satu pasiennya yang sangat terkenal adalah Evan, putera dari aktris Hollywood, Jenny McCarthy.

Mungkin di antara kita ada yang pernah menonton film-film aktris 42 tahun ini? Dua filmnya yang populer adalah Scary Movie 3 dan John Tucker Must Die.

Bersama Jenny jua lah dr Jerry menerbitkan sebuah buku yang akhirnya populer di kalangan profesional kesehatan yang mendalami autisme di seluruh dunia. Judulnya adalah Healing and Preventing Autism: A Complete Guide.

Singkatnya pada buku tersebut keduanya mendiskusikan ‘green’ vaksin dan diet untuk pencegahan dan penanganan autisme.

3. Dr Sidney MacDonald Baker

Sidney Baker berasal dari Sag Harbor, New York, AS. Beliau adalah praktisi kesehatan yang menggunakan pendekatan biomedis untuk pengobatan autisme. Ahlinya BIT dunia lah, sama seperti dr Jerry.

Pada seminar nasional kemarin, dr Baker membahas soal penyembuhan autisme menggunakan mikrobiota atau jasad renik. Presentasinya ilmiah banget, bahkan beliau suatu hari pernah terilhami saat melakukan perjalanan ke Indonesia.

Penerapan BIT pada pasien-pasien autisi dr Jerry menggunakan mikrobiota menunjukkan hasil memuaskan.

Beberapa perilaku positif yang ditunjukkan pasiennya terus mengalami perbaikan. Salah seorang pasien anak yang ditanganinya pada satu titik bisa berpakaian lengkap sendiri, bisa makan pakai sumpit, senang bercerita, bisa bermain bola dengan ayahnya, mau menggenggam tangan dan digenggam tangannya. Ini kemajuan pesat untuk anak autisi berusia enam tahun.

Dokter Baker telah menerbitkan banyak buku yang menjadi pegangan dokter-dokter dan praktisi di seluruh dunia. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Autism : Have We Done Everything We Can for This Child?: Effective Biomedical Treatments.

Berbagai Wajah Autisme

Autisme adalah gangguan neurologis berat. Oleh sebab itu salah kaprah jika ada yang mengklasifikasikan autisme menjadi ringan, sedang, dan berat. Dokter pertama yang mendiagnosis Rashif menyatakan anak saya termasuk autisme ringan. Saya baru tersadar ketika berkonsultasi dengan dr Rudy.

Dokter Rudy mengatakan belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan autisme itu dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan berat. Yang ada adalah berat ringan, berat sedang, dan berat.

Jika autisme dikatakan ringan, maka jangan heran banyak orang tua abai akan kondisi anaknya.

Dr Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI

Gejala autisme terlihat jelas sebelum anak berumur tiga tahun. Pasien termuda dr Rudy yang pernah didiagnosis gangguan ini bahkan berusia 1,5 tahun hingga dua tahun, salah satunya anak saya. Penelitian terbaru bahkan membuktikan gejala autisme terlihat ketika bayi berusia 6-12 bulan.

Penyebab autisme multifaktor. Dasarnya adalah bawaan genetik yang semakin kompleks dipicu faktor luar dari lingkungan yang mengubah ekspresi gen.

Faktor luar ini, antara lain bahan kimia yang seharusnya tidak berada di dalam tubuh manusia, apakah itu logam berat atau pestisida. Ada juga infeksi di dalam kandungan karena rubella, sitomegalovirus, dan jamur candida. Jamur candida ini misalnya keputihan yang tidak wajar pada ibu hamil.

Ada juga interaksi berbagai makanan terhadap gen. Bahan makanan berbeda, sebut dr Rudy akan menghasilkan efek berbeda pada ekspresi gen.

You are what you eat. Kamu adalah apa yang kamu makan. Makanan bisa membentuk pribadi seseorang. Ini cocok sekali dengan autisme.

Dr Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI

Inilah sebabnya anak autisi perlu melakukan diet dan rotasi makanan. Ada makanan-makanan terlarang untuk dikonsumsi. Jika autisi tetap diberikan asupan makanan haram tersebut, maka menimbulkan berbagai gejala berkesinambungan.

Autisme memiliki banyak wajah. Hanya saja tidak semua dokter bisa menemukannya. Dokter Rudy mengatakan sering kali autisi yang dibawa ke dokter yang tidak tahu akan mendiagnosis si anak dengan speech delay, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), atau global developmental delay (GDD).

Ketidaktahuan dokter ini, sebut dr Rudy tidak bisa juga disalahkan. Pasalnya materi autisme tidak diajarkan mahasiswa kedokteran umum. Sekarang saya mengerti mengapa Mba Vicky Laurentina, salah satu sahabat bloger saya yang juga seorang dokter di Surabaya mengatakan dirinya pun tidak diajarkan tentang autisme semasa berkuliah.

1. Speech delay

Speech delay atau terlambat bicara bukan diagnosis, sebut dr Rudy. Tidak ada diagnosis speech delay pada nomenklatur ilmu kedokteran. Terlambat bicara PASTI ada sebabnya, misalnya terlambat bicara karena tuli, bibir sumbing, atau terlambat bicara karena autis.

Terlambat bicara bukan berarti anak tidak bisa bicara atau anak belum bicara. Salah kaprah jika ada anak tiga tahun belum bisa bicara, maka disebut speech delay. Ini adalah kondisi tidak wajar dan pasti ada sebabnya.

Ada speech delay dan ada language delay. Speech delay, sebut dr Rudy adalah terlambat berbicara verbal, bahasa, termasuk artikulasinya.

Anak sudah bisa bicara, tapi tidak paham apa yang ingin dia sampaikan. Sebabnya bisa jadi karena anak tuli atau bibir sumbing, sehingga respons anak bisa jadi cuma haho haho saja.

Ada juga language delay. Pada kondisi ini, sebut dr Rudy anak mungkin bisa ngomong, tapi tidak bisa merangkai kata.

Jadi, jangan lagi mendiagnosis anak speech delay ya.

2. ADHD

Anak ADHD sering dikenal sebagai anak nakal atau anak bandel. Di sekolah dia suka mengganggu aktivitas anak-anak lain, tidak mau berbaris masuk kelas, bodoh karena tidak mau memerhatikan guru menerangkan pelajaran, dan tidak mau mengerjakan PR yang membuat nilainya jeblok.

Biasanya anak ADHD terlihat jelas pada usia 6-12 tahun. Perilaku aneh mereka bisa diperhatikan di sekolah, di tempat umum, atau tempat rekreasi.

Anak tidak berperhatian, aktif berlebihan, dan tidak dapat mengontrol perilaku sesuai usianya. Namun, anak ADHD bisa dikonsentrasikan pada hal atau kegiatan yang menarik baginya.

Menurut dr Rudy, anak ADHD cukup didietkan saja, seperti anak autisi, tapi tidak perlu diterapi apapun. Dietnya ya harus ketat, 100 persen, seperti yang pernah saya jabarkan di tulisan sebelumnya.

Gak mau diet? Artinya kita memilih anak kita tidak sembuh.

Dr Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI

3. GDD

Global Developmental Delay adalah istilah untuk anak yang terlambat mencapai patokan-patokan perkembangan dibanding anak seusianya. Setidaknya ada lima bidang perkembangan yang terlambat.

  • Kemampuan motorik kasar dan halus, seperti tengkurap, telentang, duduk, jalan, mengambil benda kecil.
  • Perkembangan bicara dan bahasa, seperti identifikasi suara, meniru suara, dan babbling.
  • Perkembangan kognitif, seperti kemampuan memelajari hal baru atau memberi alasan akan sesuatu.
  • Perkembangan sosial dan emosional, seperti susah berteman, susah berbagi, dan tidak mau bergiliran.
  • Kemampuan bantu diri, misalnya tidak bisa makan sendiri, atau berpakaian sendiri.

Autisme Bisa Sembuh

Autisme bisa sembuh, autism is curable. Anak autis dikatakan sembuh apabila terlihat seperti anak normal lainnya atau mainstreaming.

Gimana maksudnya?

  • Anak bisa bersekolah di sekolah regular atau sekolah umum, bukan sekolah inklusi, bukan pula Sekolah Luar Biasa (SLB).
  • Anak bisa hidup mandiri di masyarakat, dan tidak tampak berbeda dengan orang lain.
  • Anak tidak menunjukkan gejala sisa.
  • Tidak ada yang menyangka tengah berhadapan dengan (mantan) autisi.

Semua kesembuhan ini, menurut dr Rudy bukan ilusi apalagi mitos. Ya ini beneran loh, sudah dibuktikan dr Rudy dengan menyembuhkan pasien-pasiennya.

Cuma ya saya pribadi mahfum banyak yang mikir-mikir mau membawa anaknya ke dr Rudy, sebab dr Rudy memang terkenal sangat saklek, sangat baku dengan aturan-aturan penanganan autisi ala Smart ABA dan Smart BIT.

Saya pun merasakannya selama sebulan terakhir membersamai Rashif di KIDABA. Tantangannya berat, dietnya ketat, aturannya ketat, terapinya intensif, bahkan kelak kalo Rashif sudah terapi di rumah (home-based) akan berlangsung Senin-Sabtu alias enam hari dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore. Masya Allah.

Allah telah berpesan melalui Rasulullah SAW bahwa, “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya. Ada orang yang mengetahui, dan ada pula yang tidak mengetahui.”

Semoga saya dan kita semua termasuk ke dalam golongan pertama. Insya Allah, penyakit Rashif akan sembuh dengan izin Allah. Amin ya Rabbal Alamin.

Share:

5 responses to “Seminar Nasional Autisme-II 2020: Bertemu Tiga Dokter Hebat”

  1. […] dalam hitungan bulan, tidak ada perubahan berarti, tidak bisa hilang, segera konsultasikan ke dokter anak yang benar-benar mengerti soal […]

  2. […] jadi ingat kisah Ibu Chairita Miranda di salah satu serial Seminar Nasional Autisme II 2020 beberapa waktu lalu. Ibu Ita memiliki seorang putra mantan autisi yang sekarang duduk di […]

  3. […] jadi ingat pengalaman dr Diana Dewi yang mengalami sendiri regresi (kemunduran) kesembuhan pada puteranya yang autisi, Dastan. Waktu […]

  4. […] alhamdulillah dokter kedua tempat saya bertanya adalah dr Rudy. Seandainya waktu itu saya bertemu dokter yang tidak mendiagnosis anak saya ASD, melainkan hanya […]

  5. […] pernah shopping therapy kemana-mana, dan rata-rata awalnya juga menentang diet. Kalo bukan karena Dokter Rudy Sutadi itu galak – anak yang gak diet, gak diterima jadi pasien beliau – mungkin saya dan […]

Leave a Comment