“Mas, kakak nangis tuh. Tolong dulu ya mas.” Istri terus membersihkan badannya yang kotor dan bau karena dua jam sebelumnya berkutat di dapur. Telinganya tetap siaga, seperti singa yang terus menjejak mangsa. Semenit, dua menit, tiga menit, kok tangisan kakak tak kunjung reda? Malahan makin heboh konser tunggalnya. Mau tak mau istri pun mandi tergesa-gesa, sabunan, dan bilas seadanya.
“Kenapa sih, nak? Ibu kan lagi mandi.”
“Si kakak udah dibilangin ibu mandi bentar, tapi dia nangis terus. Ya sudah lah biarkan saja.”
“Sayang, pakai bahasa anak dong. Lembut dikit.”
“Bahasa anak gimana? Aku udah bilang baik-baik kok. Kakak juga dengar papa ngomong kan? Tapi kakak nangis terus. Gak tahu aku maunya apa.”
Tak ingin berdebat, istri langsung membungkuk mengelus punggung si kakak. Si ibu bertanya dengan lembut, mencoba menerka kenapa puterinya menangis. Sebuah boneka lego tanpa kepala terus digenggam si kakak.
“Kakak kenapa sedih? Ini kepala legonya mana? Hilang ya?”
Seketika si kakak langsung menghambur ke pelukan ibunya. Sambil terus terisak dia bercerita kepala boneka legonya hilang entah kemana. Intinya si kakak dari tadi nangis karena pengen boneka legonya utuh lagi. Butuh sedikit usaha mencarinya hingga kepala boneka lego itu ditemukan ibu nyungsep di bawah kursi. Tangisnya pun berhenti seketika.
Itu hanya secuplik contoh pembicaraan istri dan suami di sebuah rumah di negeri antah berantah. Kisah di atas fiktif belaka, tapi begitu nyata dan fakta sering terjadi di kehidupan kita. Hehehe.
Curhat Istri Soal Pengasuhan Anak di Rumah
Senin pagi ini saya membuka diskusi bersama teman-teman di sebuah grup whatsapp. Karena ini grup khusus ibu-ibu, jadi saya pastikan semua partisipannya adalah perempuan.
Saya langsung membuka pertanyaan, “Pernah gak sih kalian merasa sendiri membesarkan anak?”
Pengasuhan anak idealnya dikerjakan dua orang. Sayang sebagian istri merasa melakukannya sendiri. Beberapa keluhan istri tentang suami terkait pengasuhan anak:
- Suami selalu bermain ponsel ketika bersama anak.
- Suami tetap kerja di rumah, padahal anak-anak pengen main sama papanya.
- Suami cuma sebentar doang main sama anak, seolah anak bukan prioritas.
- Suami mudah sekali marah sama anak.
- Suami bilang anak perlu dihukum supaya disiplin.
- Suami bilang anak laki-laki gak boleh cengeng.
- Suami gak peka. Anak nangis, tapi dia tetap bisa tidur nyenyak, gak terganggu sama sekali.
Seringnya istri menghela napas panjang, memilih sabar. Ada kalanya istri mau menjelaskan panjang lebar pada suami bahwa dia benar-benar membutuhkan bantuan mengurus anak.
Ada kalanya istri cemburu dan berharap bisa berganti posisi dengan suami. “Biar aku yang cari uang. Kamu aja yang beresin rumah, masak, mandiin anak, antar jemput mereka sekolah dan les, nemenin mereka main dan belajar, nyanyiin mereka mau tidur. Pokoknya kerjaan istri kamu yang handle semua deh mas.”
Wes, makin ambyar deh kalo udah keluar statement kayak gini.
Saya menghabiskan setiap menit hidup saya bersama anak di rumah, setidaknya setahun terakhir setelah resign kerja. Kadang semua berjalan baik dan tetap on track. Kadang tidak.
Sebagai ibu rumah tangga, saya punya lebih banyak waktu ketimbang suami untuk mengamati dan mempelajari perilaku anak. Saya bisa tahu cara cepat membuat anak berhenti menangis. Saya tahu rutinitas mereka dan menerapkan pengasuhan terbaik.
Suami saya mungkin hanya punya waktu dua jam yang efektif bersama anak di rumah pada hari kerja. Jam 8 pagi dia sudah siap-siap ngantor dan pulang minimal pukul 5 sore setiap hari. Akhir pekan kadang dia masih megang kerjaan. Meski demikian, suami saya selalu berusaha menjadi ayah terbaik bagi ketiga buah hatinya.
Tips Agar Suami Aktif dalam Pengasuhan Anak
Pernikahan itu mudah di atas kertas. Abis ijab qabul, sah, doa, tanda tangan, kelar deh. I am yours and you’re mine.
Setelah punya anak, dinamika kehidupan suami istri berubah. Kadang anak bisa membuat banyak hal menjadi rumit. Kadang pengasuhan mereka bisa menjadi sumber konflik.
Saya dan suami adalah pribadi yang beda. Saya belajar untuk tidak sedikit sedikit kaget melihat cara suami merespons kelakuan anak-anak. Bisa jadi sesekali saya tidak suka caranya, tapi saya sadar itu adalah bagian dari dirinya.
Kadang saya yang kacau, kadang dia yang kacau. Tak jarang kami mengakui kekurangan dan ketidaksabaran masing-masing dalam menghadapi anak, kemudian berjanji menjadi orang tua lebih baik lagi.
Nah, kali ini saya ingin berbagi rahasia kecil supaya suami mau terlibat aktif dalam pengasuhan anak di rumah. Sembilan tips berikut semoga bisa menjadi resolusi konflik tanpa harus berakhir dalam Perang Dunia III.
1. Stop berdebat panjang
Gaya pengasuhan anak itu beda. Kita gak perlu berdebat panjang dengan ibu-ibu lainnya, apalagi dengan suami sendiri. Jika kita ingin membesarkan anak yang bahagia, maka istri dan suami harus berada di biduk yang sama. Suami istri adalah tim, bukan lawan dalam perlombaan cerdas cermat.
Banyak anak dibesarkan dalam keluarga yang praktis ada pembagian peran hitam dan putih. Ibu harus terkesan lembut, sementara ayah terkesan galak. Ibu punya aturan lebih longgar, sementara ayah punya aturan ketat. Akibatnya apa? Anak akan memandang positif dan negatif salah satu pihak, kemudian kita sudah tahu siapa yang akan dijauhi, siapa yang akan terus didekati. Inilah sebab anak berjarak dengan ayahnya.
Saya tak mau anak-anak saya merasa mereka punya satu orang tua baik dan satu orang tua buruk. Jujur, ini juga gak adil buat suami saya. Saya ingin anak-anak saya mengenal papanya adalah ayah hebat.
Ini bukan tentang siapa yang benar dan salah. Ketika kita berhenti berdebat soal gaya pengasuhan, bukan cuma hubungan suami istri saja yang damai, tapi anak juga lega karena melihat orang tuanya tetap kompak.
2. Membuka diskusi dan komunikasi seluas-luasnya dengan suami
Jangan berdebat ketika marah. Bicarakan semua ketika suasana sudah tenang.
Saya tak ingin kesannya menggurui suami soal pengasuhan anak. Kami sama-sama orang tua yang tidak sempurna dan terus belajar. Saat suami bicara, istri mendengarkan. Saat istri bicara, suami mendengarkan.
Kadang kita melihat gaya pengasuhan anak ala suami membahayakan anak-anak kita karena terlalu keras. Mungkin saja jika kita mau mendengar dari sudut pandangnya, kita akan berubah pikiran.
Latar belakang keluarga atau pengalaman masa kecil suami turut memengaruhi gaya pengasuhan. Ada suami yang bisa menjadi partner terbaik istri dalam mengasuh anak karena dia dibesarkan dalam keluarga yang seluruhnya laki-laki. Sejak kecil suami sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan perempuan, misalnya membantu ibunya mengasuh adik lelakinya.
Suami sangat kaku kayak sapu mengurus anak, bisa jadi karena dia anak tunggal dalam keluarga. Dia tak tahu cara menghadapi anak kecil, apalagi mengasuhnya.
Suami bisa bertingkah cuek sama anak, bisa jadi karena sejak kecil sudah terbiasa dimanja orang tua. Seluruh pekerjaannya sudah dikerjakan orang lain.
3. Biarkan satu orang memimpin
Pengasuhan anak perlu satu suara. Ketika ayah tidak membolehkan anak makan es krim, ibu tidak boleh diam-diam menyodorkannya di belakang ayah. Biarkan satu orang memimpin.
Pengasuhan anak yang kompak membuat kita lebih mudah menangani berbagai situasi agar berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak mendapat pesan yang sama dari kedua orang tuanya. Pendekatan yang konsisten ini membuat orang tua lebih mudah mengelola perilaku anak.
4. Saling dukung dengan cara praktis
Bagikan tugas-tugas praktis pada suami, misalnya bermain dengan anak ketika istri memasak di dapur, memakaikan anak baju setelah istri memandikan, membacakan buku cerita sebelum tidur, atau mengawasi anak bermain ketika istri sedang mandi. Istri bisa memberikan umpan balik, seperti pujian dan ucapan terima kasih untuk suami.
Mengasuh anak itu sama seperti suami istri sedang bikin perusahaan bareng. Anak adalah proyek terbesar dan jangka panjang perusahaan kita.
Saling bertukar pikiran secara rutin membuat kita tetap satu visi misi dalam membesarkan anak. Kita tetap merasa satu dengan suami, meski pun terkadang istri melakukan bagian terbesar. Masing-masing melakukannya tanpa pamrih.
5. Gunakan jasa asisten rumah tangga
Jika tak ada waktu untuk bicara dari hati ke hati, bisa jadi karena istri terlalu sibuk mengurus banyak hal. Gunakan jasa asisten rumah tangga agar istri punya lebih banyak waktu berdiskusi dengan suami, sementara pekerjaan domestik diselesaikan pihak ketiga.
Jika suami bisa mengambil waktu luang untuk hobi, maka istri juga layak mendapat keseimbangan hidup yang sama. Istri pantas mendapatkan waktu luang yang memungkinkannya menjadi manusia lagi, menjadi dirinya sendiri terlepas dari labelnya sebagai ibu atau istri.
6. Jangan memprotes suami di depan anak
Bisa jadi suami marah besar sama anak, dan istri gak tega melihatnya. Selama tidak ada kerusakan atau cedera fisik, biarkan suami menerapkan gaya pengasuhannya.
Sekiranya istri tidak bisa menahan diri, sela suami dengan cara lembut. Jangan pernah memprotes atau memarahinya balik hanya karena ingin melindungi anak. Pegang pundak suami, tenangkan dia. Bisa jadi cara ini membantu menetralkan emosinya.
7. Anak bukan piala citra yang jadi rebutan
Kita tak perlu menari bahagia, joget sampai kayang begitu si kecil bilang, “Kakak lebih sayang ibu.” Kita juga tak perlu manyun begitu si kakak memuji papanya karena mau membelikannya cokelat atau es krim.
Gelar orang tua favorit bukanlah piala citra yang harus dimenangkan. Anak-anak tetap saja membutuhkan kedua sosok ayah dan ibunya.
8. Contohkan dengan sabar
Tak ada cara terbaik mengajarkan suami pengasuhan anak selain memberi contoh. Dari pada suami diberi materi pengasuhan anak sampai 12 SKS, mendingan istri menunjukkan cara melakukannya.
Istri harus mencontohkan perilaku damai, penuh hormat, dan berkasih sayang dalam mengasuh anak. Lakukan itu seperti kita sedang maraton, bukan lari sprint. Artinya, tak perlu tergesa-gesa dan menuntut suami bisa beradaptasi cepat.
9. Jangan banjiri suami dengan banyak materi pengasuhan
Ajari suami satu per satu terkait pengasuhan anak. Jangan membanjirinya dengan banyak materi sekaligus. Ingat, laki-laki bukan makhluk multitasking. Fokus pada tahap demi tahapnya. Rayakan setiap kemajuan yang ditunjukkan suami.
Ketika anak-anak melihat orang tuanya saling mendukung dan bahu membahu membesarkan mereka, anak akan belajar melakukan hal sama. Dia akan belajar mendukung orang lain, belajar menerima dukungan dengan cara positif, dan konsisten patuh pada aturan.
Pengasuhan anak membutuhkan kerendahan hati dan kesabaran dalam dosis tinggi. Just handle it positively.
Leave a Comment