Cinta, satu kata yang tak pernah usang. Cinta adalah alasan kita terlahir ke dunia. Cinta adalah perasaan yang terus hadir di setiap bab kehidupan kita. Cinta adalah apa yang kita rasakan untuk keluarga kita, teman-teman kita, lingkungan sekitar kita, serta semesta. Kita bahkan bisa merasakan cinta untuk alasan yang tak bisa dijelaskan.
Banyak cara orang mendeskripsikan cinta, salah satunya melalui lukisan. Mayoritas lukisan-lukisan tentang cinta penuh sensualitas dan erotisme.
Sebut saja lukisan Pierre-Auguste Renoir yang berjudul Dance in the Country (1883), lukisan Édouard Manet berjudul Chez le père Lathuille (1879), lukisan Peter Paul Rubens berjudul The Honeysuckle Bower (1609), atau goresan Gustav Klimt yang fenomenal lewat lukisannya, The Kiss (1907).
Lukisan-lukisan cinta di atas menjadi mahakarya dunia bukan hanya karena goresan warna dan gaya melukis unik, tapi juga emosi yang disampaikan di dalamnya. Bahasa tubuh obyek yang dilukis, adegan di dalamnya yang sangat memorable, juga ekspresi berbagai wajah.
Tujuh Bentuk Cinta Versi Yunani Kuno
Masyarakat modern terlalu menyederhanakan cinta. Mereka hanya mendambakan cinta romantis dengan lawan jenis. Sedikit saja yang menyadari cinta itu sesungguhnya universal.
Masyarakat Yunani Kuno menggambarkan cinta lebih luas. Ada tujuh bentuk cinta yang menginspirasi munculnya berbagai lukisan fenomenal di dunia. Ini menjadi dasar para seniman lukis menggambarkan cinta dalam goresan kuas dan kanvasnya.
Tujuh jenis cinta yang akan kita bahas berikut berdasar pada pandangan Plato dan Aristoteles dalam buku berjudul Colours of Love yang ditulis JA Lee (1973).
1. Eros
Eros adalah Dewa Cinta dan Kesuburan dalam kepercayaan masyarakat Yunani Kuno. Cinta jenis ini melibatkan nafsu dan hasrat antara dua anak manusia, sering juga disebut cinta gila.
Eros adalah cinta yang melibatkan ketertarikan fisik, salah satu bentuk cinta paling kuat dan romantis. Lukisan Gustav Klimt berjudul The Kiss terinspirasi dari cinta ini.
Sepasang kekasih yang sedang kasmaran penuh gairah. Mereka saling berpelukan. Keduanya dikelilingi warna-warna cerah kehidupan.
Wanita dalam lukisan itu hampir mencair dalam lengan kekasihnya. Mereka berdua tenggelam dalam perasaan ingin berbagi, ciuman hangat, seakan keduanya berada dalam satu tubuh.
2. Philia
Philia adalah kebalikan dari Eros. Ini adalah cinta yang tidak didasarkan ketertarikan fisik yang kuat. Philia ditandai oleh kesetiaan, kebaikan, dan kepercayaan.
Contoh philia adalah cinta pada pasangan hidup entah itu suami atau istri, juga cinta pada sahabat. Philia menuntut usaha seseorang untuk terus memperbaiki diri menjadi sosok lebih baik demi mencapai bentuk tertinggi dari cinta, yaitu kebajikan. Inilah ikatan terkuat yang pernah ada.
Lukisan Friendship karya Pablo Picasso mewakili cinta jenis ini. Seniman kelahiran Malaga, Spanyol itu sengaja menyembunyikan jenis kelamin kedua obyek lukisnya. Kesannya platonis ya? Picasso seolah mempersilakan kita mendeskripsikan sendiri lukisannya dengan versi masing-masing.
3. Storge
Storge jenis cinta yang sering ditemukan antara orang tua dan anak. Jenis cinta ini sangat alami dan hampir selalu ada dalam sebuah keluarga.
Lukisan Mother and Child karya Picasso merepresentasikan cinta ini. Cinta tulus antara ibu dan puteranya sungguh menyentuh. Sosok ibu dalam lukisannya digambarkan sangat lembut dan melindungi.
4. Agape
Agape adalah cinta tanpa pamrih yang bisa kita rasakan untuk semua umat manusia. Agape disebut juga bentuk cinta paling murni alias cinta universal.
Cinta ini melibatkan gairah, sekaligus rasa hormat dan penuh perhatian. Kebaikan mengalahkan insting duniawi yang dimiliki manusia. Agape adalah cinta yang sabar dan pemaaf.
Seniman lukis modern, Robert Indiana menggambarkan cinta dengan cara unik. Dia menulis LOVE di atas kanvas dengan huruf-huruf yang bentuknya berbeda, persis seperti cinta yang juga berbeda-beda. Namun, semuanya terhubung harmonis.
Indiana menggunakan warna biru, hijau, dan merah yang masing-masingnya mewakili lansekap, alam, dan cinta. Lukisan cinta Indiana ini cukup populer loh, sering kita dapati dalam desain jam, hiasan dinding modern, dan sebagainya.
5. Ludus
Ludus merupakan tipe cinta yang menyenangkan, sederhana, tapi genit. Cinta ini tanpa ikatan, tanpa komitmen. Ludus adalah cinta sebatas kesenangan semata, sehingga tidak bertahan lama.
Pierre-Auguste Renoir merepresentasikan cinta jenis ini ke dalam lukisannya berjudul Dance in the Country. Sepasang kekasih menari satu sama lain. Mereka diiringin musik, kehangatan, dan suasana sekitar yang menyenangkan.
6. Pragma
Pragma adalah kebalikan dari Ludus. Ini adalah cinta yang datang dari keinginan untuk berkomitmen jangka panjang. Pasangan kekasih atau suami istri tak ubahnya seperti sahabat. Mereka tim yang saling mendukung.
Pragma adalah cinta yang membutuhkan kedewasaan dan kesabaran seiring berjalannya waktu. Ikatan cinta ini tidak mudah, tapi bisa dicapai jika kedua individu sama-sama mau melakukannya. Cinta ini mengajarkan kita bagaimana cara manusia hidup berdampingan satu sama lain.
Lukisan Chagal berjudul The Birthday menggambarkan cinta jenis ini. Chagal menggambarkan kekuatan dan komitmen sepasang kekasih yang baru saja menikah.
Dua obyek dalam karyanya tampak dilukis miring, tapi begitu serasi. Pasangan ini menunjukkan mereka bisa bertahan meski ada gangguan gravitasi sekali pun. Ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen satu sama lain untuk tetap seiring sejalan.
7. Philautia
Philautia adalah cinta yang kita rasakan untuk diri sendiri. Cinta ini mungkin jarang terpikir oleh kita, tapi bisa hadir ketika kita sudah mengenal diri, melalui refleksi dan pembelajaran terus menerus.
Philautia mengajarkan kita bagaimana menghargai diri sendiri, kemudian menunjukkannya pada orang-orang sekitar. Namun, jika cinta ini dibawa ke level lain di mana seseorang menjadi terlalu memuja dan membanggakan diri, di sana kesombongan akan bertahta. Philautia pun bisa menjadi cinta yang tak murni lagi.
Lukisan The Two Fridas karya Frida Kahlo mewakili cinta ini. Kahlo menunjukkan dirinya dalam dua sosok berbeda.
Sosok pertama lebih tradisional, sementara sosok kedua merupakan alter egonya lebih modern. Namun, kedua sosok ini saling berpegangan tangan, menggambarkan keduanya tetap bisa merefleksi diri meski mempunyai dua kepribadian berbeda.
Cinta Le Mayeur untuk Ni Polok
Salah satu pelukis yang menarik perhatian saya selama tinggal di Bali adalah Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres atau lebih akrab dipanggil Le Mayeur. Pelukis beraliran impresionis ini aslinya seorang insinyur kelahiran Brusel, Belgia, 9 Febrari 1880.
Seniman ini ikut berlayar dari Eropa ke Pulau Dewata pertama kalinya pada 1932 dan berlabuh di Singaraja, kemudian melanjutkan perjalanan ke Denpasar. Le Mayeur menyewa sebuah rumah di jalan dekat Pura Prajurit, Banjar Kelandis. Di sana pertama kali ia berkenalan dengan seorang gadis penari Legong Keraton yang amat tersohor kala itu, bernama Ni Nyoman Polok.
Ni Polok berasal dari keluarga petani penggarap yang miskin. Perkenalannya dengan Le Mayeur membawa sejarah baru kehidupannya. Kecantikan dan keanggunannya menari memikat hati sang pelukis.
Le Mayeur pun meminta izin kepada pimpinan sekaa tempat Ni Polok menari untuk menjadikan sang gadis sebagai model utama karya-karyanya. Izin pun didapat dengan syarat aktivitas Ni Polok sebagai penari utama di Banjar Kelandis tidak boleh terganggu.
Le Mayeur memanfaatkan dengan maksimal izin tinggalnya di Bali selama delapan bulan untuk menghasilkan banyak lukisan yang terinspirasi dari Ni Polok. Hasil lukisannya sangat menakjubkan bahkan sempat dipamerkan di Singapura. Tiga tahun setelah pameran pertama, Le Mayeur kembali mengikuti pameran kedua di negara sama.
Hubungan Le Mayeur dan Ni Polok kian dekat. Keduanya memutuskan menikah pada 1935. Rencana awalnya tinggal di Bali selama delapan bulan berlanjut hingga 26 tahun berikutnya.
Le Mayeur mengajarkan Ni Polok bahasa asing. Setiap hari Le Mayeur giat berkarya sehingga pada 1937 dengan didampingi sang istri ia kembali berpameran di Singapura. Sukses tiga kali di Singapura, Le Mayeur mengikuti pameran di Kuala Lumpur.
Saking cintanya pada sang istri, hampir seluruh lukisan Le Mayeur menggambarkan sosok Ni Polok. Karyanya sangat natural, apa adanya, termasuk penampilan dan cara berpakaian perempuan Bali pada waktu itu yang masih bertelanjang dada.
Le Mayeur semakin terkenal hingga ke penjuru dunia. Lukisan-lukisannya membuat banyak orang, khususnya dari Eropa berdatangan ke Bali.
Sebagian hasil pamerannya dihadiahkan kepada pemerintah Belgia, Prancis, dan Inggris yang tengah Perang Dunia II kala itu. Le Mayeur menggunakan sebagian hasil jerih payahnya untuk membeli tanah seluas 32 are di Pantai Sanur. Secara bertahap pasangan suami istri ini membangun rumah impian.
Popularitas Le Mayeur semakin tinggi. Penggemarnya banyak dari kalangan pejabat tinggi negara, salah satunya Presiden Soekarno, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI Bahder Djohan.
Presiden Soekarno salah satu kolektor setia lukisan Le Mayeur. Salah satu lukisan yang dibelinya adalah lukisan Ni Polok sedang rebahan di dipan berlatar belakang bunga warna-warni. Setiap berkunjung ke Istana Tampak Siring, Presiden Soekarno menyempatkan singgah di rumah Le Mayeur.
Le Mayeur pada 28 Agustus 1957 menandatangani testamen penting. Ia mewariskan seluruh harta miliknya, termasuk tanah, rumah, dan seisinya kepada Ni Polok. Setahun kemudian, 1958, Le Mayeur menderita kanker telinga. Ia sempat berobat ke Belgia, tapi meninggal dua bulan kemudian, yaitu 31 Mei 1958.
Le Mayeur meninggal dunia pada usia 78 tahun. Ia dimakamkan di tanah kelahirannya. Ni Polok memutuskan pindah ke Bali untuk merawat rumahnya. Tak lama kemudian ia menyerahkan semua warisan suaminya kepada pemerintah Indonesia untuk digunakan sebagai museum.
Ni Polok meninggal dunia pada 1985. Jenazahnya dingaben di Desa Kelandis, Denpasar.
Museum Le Mayeur terdiri dari tujuh bangunan yang berjejer dari utara ke selatan. Ada bangunan loket, bale bengong, bale pecanangan, gedung induk, dapur, gedung laboratorium, dan artshop.
Sebelum ke Bali, Le Mayeur telah melukis di berbagai negara. Ini pula yang membuat pengunjung museum bisa melihat lukisan-lukisan Le Mayeur yang dibuat di luar negeri.
Lukisan-lukisannya yang dibuat di luar negeri hampir seluruhnya bertema alam, sedangkan lukisan-lukisannya di Bali di samping alam, juga menonjolkan model wanita. Ini karena sosok Ni Polok telah menggugah darah seni Le Mayeur.
Tiket masuk Museum Le Mayeur adalah Rp 10 ribu (dewasa) dan lima ribu rupiah (anak). Museum yang berlokasi di Jalan Hang Tuah, Sanur Kaja ini buka setiap hari, kecuali hari libur, pukul 08.00-16.00 WITA.
Museum Le Mayeur yang sampai saat ini dikenal sebagai bengkel pengembangan seni lukis di Bali. Apakah kamu sudah pernah berkunjung ke sini? Ceritakan pengalamanmu di kolom komentar ya.
*Sebagian tulisan ini penulis tulis untuk laman website Denpasar Tourism.
Leave a Comment