“Nak, basadakah lah ka musajik. Awak ka bajalan jauah jo anak-anak.” Demikian pesan ibu pada saya dalam bahasa Minang tepat sehari sebelum kami sekeluarga pindah ke Surabaya. Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, ibu meminta saya bersedekah ke masjid karena kami akan menempuh perjalanan jauh bersama anak-anak.
Saya mengerti maksud ibu karena hal serupa selalu beliau lakukan sebelum bepergian jauh, entah itu Padang-Jakarta untuk melihat adik saya, atau Padang-Jakarta-Bali untuk melihat saya dan ketiga cucunya. Ibu sejak dulu selalu percaya sedekah akan menghindarkan kita dari kejadian buruk, apakah itu musibah atau penyakit.
Enam tahun lamanya kami menetap di Denpasar. Sekarang kami harus meninggalkan kota ini, rumah kami, tetangga kami, teman dan sahabat kami. Terhitung sejak 9 Maret 2020 suami saya bertugas di tempat baru.
Di sela kesibukan mengepak barang pindahan, saya menyempatkan diri berjalan kaki ke Musala Nurul Iman yang lokasinya berdekatan dengan rumah kami di Kompleks Padang Udayana. Pesan ibu selesai saya tunaikan. Kami sekeluarga siap berangkat ke Surabaya keesokan harinya.
Sedekah Hindarkan Musibah
Sepekan lebih selepas kami berada di Surabaya, pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan Surabaya dan Malang sebagai zona merah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Sembilan pasien positif corona dan tujuh di antaranya berasal dari Surabaya. Sisanya dua pasien dari Malang, bahkan satu di antaranya telah meninggal dunia.
Pasien dalam pengawasan (PDP) di Surabaya waktu itu sudah mencapai 36 orang. Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Jawa Timur pekan pertama Maret 2020 sudah menembus angka 91 orang tersebar di seluruh kota dan kabupaten.
Sebagai orang baru di kota ini, kami jelas panik. Saya, ibu, suami, dan ketiga anak saya langsung berinisiatif melakukan isolasi mandiri dan mematuhi anjuran social distancing. Saya terpaksa memberhentikan sementara asisten rumah tangga (ART) yang belum dua pekan membantu merawat putri dan dua putera kembar saya yang masih berusia satu tahun demi kemaslahatan bersama.
Ada dua kejadian sangat mengejutkan saya alami sepanjang waktu itu. Kejadian yang membuat saya tak putus bersyukur pada Allah SWT.
Suatu hari saya sedianya berjumpa dengan dua sahabat dari Jakarta yang kebetulan tengah ada agenda kerja bersama timnya di Surabaya. Sudah lama kami tak jumpa, hampir 10 tahun. Jelas ini kesempatan langka, sehingga kami berencana bertemu di hari yang telah ditentukan.
Mendadak saja pagi harinya teman saya membatalkan janji karena ternyata agenda terakhir kantornya tetap padat. Tiket pesawat kepulangannya juga dimajukan 1,5 jam.
Dua pekan berselang, saya mendapat kabar kedua teman saya menjalani pemeriksaan di sebuah rumah sakit. Mereka bersama sebagian tim yang sempat berkunjung ke Surabaya mendadak mengalami gejala aneh, khususnya demam dan sesak napas. Kedua teman saya khawatir terinfeksi virus mematikan ini, sehingga memutuskan memeriksakan diri ke rumah sakit.
Saya termenung seketika. Seandainya rencana pertemuan kami waktu itu terealisasi, bisa jadi kejadian buruk tersebut juga menimpa saya sekeluarga. Saya tak terbayang saat pertemuan itu saya membawa anak kembar saya yang masih bayi untuk bertemu kedua tante yang merupakan sahabat ibunya. Saya tak terbayang saya dan anak-anak harus terpisah di ruang isolasi karena kami berpotensi menjadi ODP atau PDP.
Saya tak terbayang saya tidak bisa menyusui si kembar karena kejadian tersebut. Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maulana waanikman nashir. Cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung, dan sebaik-baiknya penolong kami.
Kejadian kedua dialami suami saya pekan pertama bekerja di tempat baru. Salah seorang staf admin di kantornya positif Covid-19. Yang bersangkutan tinggal bersama ayahnya yang ternyata suspek corona.
Kabar ini jelas menggemparkan seisi kantor tempat suami saya bekerja. Pimpinan langsung memerintahkan work from home, 17-31 Maret 2020. Hal tersebut juga berdasarkan status Indonesia yang tanggap darurat, serta imbauan presiden dan Menteri BUMN. Seluruh karyawan diminta waspada dan menjalankan perilaku hidup sehat.
Itu pertama kali saya melihat ketakutan berlebihan di wajah suami saya. Bagaimana jika setelah 14 hari karantina dia menunjukkan gejala terinfeksi virus ini? Bagaimana jika dia menjadi carrier dan menularkan virus ini kepada istri dan anak-anaknya? Selama masa itu pula suami saya waswas setiap berinteraksi dengan anak-anak di rumah. Alhamdulilllah dua pekan dia tak menunjukkan gejala mencurigakan.
Saya sontak teringat dengan nasihat dan anjuran bersedekah dari ibu saya. Sangat mungkin kami sekeluarga terhindar dari dua musibah di atas karena keajaiban berbagi. Subhanallah. Ini pengalaman luar biasa bagi saya dan saya yakin ini adalah pertolongan Allah.
Kebaikan Berbagi di Bulan Suci
Masih banyak orang menganggap berbagi itu merugikan. Memang benar bahwa apa yang kita miliki adalah hak kita. Namun, rasanya tidak bijak jika kita diam saja melihat saudara-saudara kita membutuhkan uluran tangan kita, terlepas dari besar kecil bantuan yang kita berikan.
Allah SWT menitipkan sebagian rezeki orang lain melalui tangan kita. Jadi, berbagi seharusnya membuat kita bersyukur bahwa kita bisa menjalankan amanah Allah. Jangan sampai Allah mengambil kembali apa yang telah Dia berikan pada kita, kemudian memberikannya kepada orang lain yang lebih amanah.
Kebaikan berbagi tak hanya dilihat dari seberapa banyak uang atau harta lain yang kita berikan di jalan Allah. Ada banyak cara bisa dilakukan untuk menebar kebaikan, khususnya sepanjang pandemi Covid-19 di Ramadhan tahun ini.
1. Mematuhi anjuran social distancing
Menjaga kesehatan diri, mematuhi aturan berjarak sosial berarti kita ikut serta menebar kebaikan untuk sesama. Kita harus memutus rantai penyebaran virus corona dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk diam di rumah. Sebagaimana yang dikatakan Mba Najwa Shihab, untuk saat ini soliter adalah solider.
Kita tidak boleh egois dengan berkeliaran bebas di luar rumah sesuka hati. Bisa jadi kita tidak tertular Covid-19, tapi tubuh kita berpotensi menjadi pembawa (carrier) virus tersebut dan menularkannya ke orang lain.
2. Menggalang dana dan bantuan sosial
Diam di rumah bukan berarti kita tak bisa melakukan apa-apa. Kita bisa menggalang dana dan bantuan sosial untuk meringankan beban pihak yang terdampak.
Saat ini banyak tagar bermunculan menggelorakan semangat membantu sesama, seperti dukungan untuk tenaga medis, dukungan untuk UMKM, dukungan untuk brand lokal, dukungan untuk abang ojek online (ojol), dan sebagainya. Blogger pun tak mau ketinggalan.
Beberapa blogger senior yang saya kenal menggalang dana dan bantuan sosial dengan caranya sendiri. Ada yang membuka pelatihan penulisan blog via whatsapp. Ada yang membuat pelatihan online pengembangan website untuk pemula. Ada yang membuat webinar, dan sebagainya. Biaya pelatihan seluruhnya disumbangkan untuk meringankan penanganan musibah Covid-19 di berbagai daerah.
3. Berbuat baik dengan tetangga
Pembatasan sosial berskala besar yang dilakukan di Surabaya berdampak pada lingkungan perumahan saya. Seorang tetangga saya tengah menjalani isolasi mandiri karena berstatus PDP. Demi kelancaran yang bersangkutan menjalani karantina selama 14 hari ke depan, seluruh warga membantu meringankan dan memenuhi kebutuhannya.
Petugas RT dan PKK setempat memberlakukan satu pintu masuk, menutup akses ke arah pasar dan jalur keluar, memberlakukan jam bertamu hanya sampai pukul 20.00 WIB, memberlakukan jam malam hingga pukul 04.00 WIB dengan menutup seluruh akses keluar masuk kompleks.
Ibu-ibu seperti saya tentu ikut pusing dengan aturan ini. Kami harus menyiapkan bahan makanan untuk dimasak, sesekali harus membeli kebutuhan dapur ke pasar, bahkan tak bisa lagi mengandalkan abang tukang sayur atau penjual jajanan yang biasa lewat di depan rumah sebab akses mereka sangat terbatas dan berlaku di jam-jam tertentu saja.
Akhirnya saya dan tetangga lainnya bergabung dalam satu grup whatsapp. Kami saling berkoordinasi dan saling membantu satu sama lain di sana. Siapa bisa melakukan apa, semua bergotong royong dengan tetap memperhatikan standar kesehatan.
Alhamdulillah, saya bisa beli beras melalui Bu Azis yang rumahnya tepat di depan rumah saya. Saya bisa beli buah-buahan di depot Bu Ryan yang hanya berjarak tiga rumah dari saya. Bu Imam membantu kami menyediakan banyak telur ayam. Bu Amanah menyediakan banyak frozen food.
Bu Endah membuat aneka kue dan jajanan yang bisa dibeli menjelang buka puasa. Saat kepepet tidak sempat memasak, saya tinggal pesan soto daging, bakso, dan gule ke Bu Sakera, atau rawon ke Bu Har. Apa yang kami lakukan ini mirip dengan Program Belanja di Warung Tetangga yang diimbau pemerintah.
Kami menghidupi kompleks kami dengan cara ini selama beberapa waktu ke depan hingga situasi membaik. Tak lupa kami mendoakan tetangga kami bisa segera sembuh dan beraktivitas kembali. Hari-hari kami terasa lapang dengan saling membantu. Alhamdulillah, tetangga menjadi support system terbaik di tengah pandemi ini.
Saya percaya persatuan dan kebaikan berbagi adalah jalan menjamin keberlangsungan umat di masa mendatang. Kita harus yakin, meski pun saat ini kita terpisah akibat social distancing, suatu hari kita akan menjadi satu dan berjabat tangan kembali.
4. Bersedekah dan berzakat secara online
Social distancing tak menjadi hambatan kita bersedekah dan berzakat. Semua bisa dilakukan secara online melalui lembaga amil zakat terpercaya, seperti Dompet Dhuafa.
Menebar kebaikan membuat jiwa kita semakin bersih. Kita akan bertambah dekat kepada Allah SWT. Nikmat Allah sesungguhnya berkah yang selayaknya kita gunakan untuk kebaikan sesama.
Dompet Dhuafa Sahabat Berbagi Kebaikan
Ramadhan dikenal sebagai bulan bersedekah, bulan berzakat, bulan menebar kebaikan. Kita perlu meneladani Rasulullah SWT yang semangatnya terus membara dalam hal ini.
Dalam shahihain dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Rasulullah SAW adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Alquran kala itu. Dan Rasulullah SAW adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR Bukhari)
Potensi zakat di Indonesia sangat besar, mencapai Rp 233,8 triliun, setara dengan 1,72 persen pendapatan domestik bruto (PDB) negara kita pada 2017. Ini berdasarkan data Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) dan Outlook Zakat Indonesia 2019 oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Momen Ramadhan bisa kita sempurnakan dengan berzakat online melalui lembaga kredibel juga terpercaya. Pilihan ini cukup efektif mengingat pemerintah masih memberlakukan imbauan social distancing untuk waktu yang belum ditentukan.
Zakat offline yang diberikan langsung atau pun zakat online sebaiknya tepat sasaran. Allah berfirman dalam QS Attaubah 60 yang menjelaskan delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu Fakir, Miskin, Amil, Riqab, Gharim, Mualaf, Fissabillillah, dan Ibnu Sabil.
Penyebaran kedelapan golongan penerima zakat tersebut di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Zakat kita akan lebih berkah jika diberikan pada yang berhak dan lebih merata.
Dompet Dhuafa adalah lembaga amil zakat terbesar di Indonesia. Pengalokasian zakatnya menjangkau berbagai bidang, mulai dari kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan pengembangan sosial. Secara khusus lembaga ini juga membuka program kebaikan lainnya, seperti Cegah dan Tangkal (Cekal) Corona, Pesantren Mualaf Indonesia, Mobil Jenazah Gratis untuk Dhuafa, dan Sehat Milik Semua.
Bagaimana cara berzakat online melalui Dompet Dhuafa?
Langkah pertama adalah masuk ke laman portal donasi Dompet Dhuafa di https://donasi.dompetdhuafa.org/ Selanjutnya isi data terkait pilihan donasi, profil donatur, dan metode pembayaran, kemudian pilih donasi sekarang.
Kita akan menerima kode konfirmasi sesuai dengan metode pembayaran yang dipilih, kemudian proses pembayaran. Terakhir, kita akan menerima pesan konfirmasi bahwa donasi yang kita lakukan berhasil. Pesan ini bisa berupa email dan SMS. Mudah sekali, bukan?
Sedekah dan zakat yang ikhlas dapat memadamkan kemarahan Allah SWT sebagaimana air dapat memadamkan api. Sepatutnya kita mengintrospeksi diri, apakah selama ini kita telah menginfakkan harta di jalan yang benar? Apakah kita sudah berinfak, bersedekah, dan berzakat karena mengharap ridha Allah SWT atau sekadar pencitraan diri? Apakah kita sudah disiplin menunaikan zakat yang merupakan kewajiban sebagai Muslim?
Zakat mendatangkan banyak kebaikan. Setelah zakat kita keluarkan, perbanyaklah infak, sedekah, dan amalan lainnya di jalan kebaikan. Insya Allah hidup kita semakin berkah. Amin Ya Rabbal Alamin.
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.
Leave a Comment