Parenting anak atau pola asuh anak terbaik tentu saja bersama orang tua. Sayangnya sejumlah kondisi menyebabkan banyak pasangan menitipkan sementara anak-anak mereka yang masih kecil kepada orang tua atau mertua. Alasan terbanyak karena suami istri sama-sama bekerja mencari nafkah keluarga.
Beberapa waktu lalu saya membaca curhatan seorang teman di salah satu komunitas whatsapp grup ibu menyusui yang saya ikuti. Mba Indah (bukan nama sebenarnya) bercerita betapa kesalnya ia pada ibu mertua yang memberikan anaknya susu formula.
Sambil mengasuh si kembar di rumah, saya ikut membaca curhatan Mba Indah yang ternyata bekerja sebagai seorang karyawan bank swasta di Surabaya. Rumahnya kebetulan dekat dengan ibu mertua.
Setiap hari Mba Indah menitipkan bayinya yang masih berusia lima bulan kepada ibu mertua. Biasanya Mba Indah membekali puteranya dengan beberapa botol ASIP (ASI Perah) juga susu formula. Susu formula bisa diberikan jika ASIP keburu habis sebelum Mba Indah pulang kerja untuk menyusui bayinya.
Betapa terkejutnya Mba Indah suatu hari menemukan masih banyak botol ASIP terisi penuh, sementara takaran susu formula di dalam kaleng jauh berkurang. Mba Indah pun bertanya baik-baik pada ibu mertuanya, kenapa bayinya tidak banyak minum ASI.
Ibu mertua memberi jawaban yang membuat hati Mba Indah panas. “Si Dimas (bukan nama sebenarnya) nangis terus. Susu kamu kayaknya keenceran, gak bikin dia kenyang. Begitu ibu kasih dot, dia langsung diam, tidurnya lama.”
Seketika Mba Indah mendidih. Kepalanya seperti asap yang keluar dari cerobong kereta api. Dia hanya bisa mengelus dada dan membawa pulang bayinya dengan ASIP yang masih tersisa.
Curhatan Mba Indah seperti membuka luka ibu-ibu lain di WA grup yang pernah mengalami hal serupa. Saya masih bertahan menjadi silent reader alias baca doang, tapi gak mau komentar.
Mba Niken (bukan nama sebenarnya) menerapkan metode MPASI (Makanan Pendamping ASI) no gulgar (no gula garam) kepada anak kembarnya sampai berusia 2 tahun. Aturannya ambyar seketika saat sepulang kerja menemukan bekas cokelat di bibir kedua anak kembarnya. Ibunya (si nenek) ternyata diam-diam memberikan roti lapis selai cokelat untuk kedua cucunya.
Si nenek dengan santainya bilang, “Ibu tadi kasih Nanda Nando (bukan nama sebenarnya) roti cokelat, soalnya makannya sedikit. Mereka suka banget loh.”
Seketika Mba Niken ingin terbang menembus lapisan atmosfer, mulai dari troposfer sampai eksosfer. Dia bukannya marah pada roti selai cokelat yang lezat itu. Dia marah karena jelas-jelas jauh hari sudah berpesan pada sang ibu bahwa anak-anaknya belum boleh diberikan makanan dengan kandungan gula tinggi sebelum dua tahun.
Untuk mencari aman, si nenek berkilah dia bahkan sudah memberikan Mba Indah donat, teh, bahkan icip-icip kopi manis sejak usia setahun. Amsyong deh!
KESALAHAN POLA ASUH ANAK ALA KAKEK NENEK
Kasih sayang kakek nenek kepada cucu dalam banyak hal bisa menjadi anugerah, namun di lain hari bisa juga menjadi musibah.
(Ya Allah, maafkan Emak Baim ngomong begini).
Dokter Spesialis Anak dari California University, J Lane Tanner mengatakan peran kakek nenek bukan untuk menentang pengasuhan orang tua, melainkan menyesuaikan diri dengan gaya pengasuhan orang tua terhadap anak. Orang tua yang mendelegasikan wewenang kepada kakek nenek atas cucu, bukan sebaliknya.
Dr Tanner mengatakan kakek nenek bisa menjadi orang pertama yang mengambil keputusan jika orang tua anak sedang tidak berada di rumah, ketika perilaku cucunya secara langsung berakibat buruk terhadap mereka, ketika hal itu menyangkut faktor keselamatan, atau ketika anak melanggar aturan dasar yang diterapkan kedua orang tuanya di rumah.
Apa saja sih contoh kesalahan pola asuh anak ala kakek nenek yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari? Berikut beberapa contohnya.
1. Membebaskan cucu makan makanan manis
Anak kecil mana sih yang gak suka makanan manis? Donat, cokelat, es krim, permen, bubble drink, yupi gummy, permen karet, lolipop.
Di rumah, kita boleh saja ketat menerapkan aturan dilarang makan cokelat dan makanan dengan pemanis tambahan. Di rumah nenek? No rules. Si cucu bebas menjarah seisi kulkas nenek yang kadang sengaja diisi ulang begitu tahu cucu-cucu dan anak menantunya akan datang berkunjung
2. Melangkahi otoritas orang tua
Kakek nenek akan lebih sering memberi ciuman dan pelukan untuk cucunya, ketimbang menghukum atau mendisiplinkan cucu seperti orang tua.
Kita menegur anak lantaran melempar mainan sembarangan. Eh, neneknya malah negur kita, gak boleh marah-marah sama cucunya. And, you know what? Marahin kita di depan anak kita sendiri. Haduuuuh.
Emak nyuruh si abang berhenti main buat tidur siang. Ujug-ujug kakeknya datang bilang, “Gak papa gak tidur siang, kan hari Minggu. Lagi asik mainnya tuh, biarin aja dulu!” Seketika detak jantung emak melaju cepat.
3. Menuruti semua keinginan cucu
Kakek nenek sering menuruti semua keinginan cucunya. Uang tak jadi masalah. Selama cucunya senang, minta apa aja dikasih.
Kadang heran ya? Dulu pas ayah ibu membesarkan kita, mereka disiplin dan ketat banget sama rules mereka. Kok giliran setelah jadi kakek nenek mereka jadi lumer sama cucu, kayak roti gabin disiram air panas? 😆
Apa saja maunya cucu dibelikan. Minta mainan ini? Boleh. Minta makanan minuman ini? Beliin. Minta pergi ke sana? Temenin.
4. Membandingkan pola pengasuhan lama
Ini adalah senjata pamungkas kakek nenek kalo udah kejepit. Mereka akan bernostalgia menceritakan masa kecil membesarkan anaknya.
“Dulu suami kamu usia empat bulan sudah ibu kasih makan loh. Umur setahun udah icip-icip kopi dan teh, biar badannya kuat.”
Duuuh, rasanya pengen nelen pisang molen sebaskom.
5. Tanpa sadar mengubah cucu menjadi diktator kecil
Kebanyakan anak yang terlalu lama tinggal di rumah kakek nenek akan berubah menjadi diktator kecil begitu kembali ke rumah orang tuanya.
Ini karena selama di rumah kakek nenek mereka amat dimanja, diberikan apa saja yang diminta, dituruti semua kemauannya. Anak bersikap tak ubahnya seperti pangeran kecil yang bisa perintah sana perintah sini dan simsalabim! minta apa saja langsung tersedia di depan mata.
Baca Juga: Disiplinkan Perilaku Anak bukan Emosinya!
Kembali ke rumah membuat anak mau tak mau harus kembali ke pola asuh anak ala orang tua. Jika dirasa ada yang berbeda, tak jarang anak akan protes, bahkan menjadi pemberontak kecil.
CEGAH KONFLIK PARENTING ANAK DENGAN ORANG TUA
Kakek nenek mempunyai sudut pandang dan cara sendiri memberikan kasih sayang kepada cucu. Ini yang kerap membuat kita sering bersitegang dengan nenek karena anak sangat dimanjakan.
Ketika orang tua kita, apakah itu ibu bapak kandung atau ibu bapak mertua memberikan saran, nasihat, masukan tentang pola asuh anak, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengarkan mereka dengan baik.
Jangan langsung berpikir ibu mertua kita secara gak langsung berkata, “Kamu gak tahu apa-apa soal ngurus anak,” atau “Kamu salah melakukan itu.” Sadari bahwa orang tua kita maksudnya pasti baik.
Apa saja hal yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik parenting anak dengan orang tua? Berikut beberapa di antaranya.
1. Jangan terlalu defensif
Ibu mana pun wajar defensif ketika ditawari saran ini itu terkait pola asuh anak. Namun, kakek nenek mana sih yang mau mencelakai cucunya? Mungkin sudut pandang kita saja yang perlu disesuaikan.
Jangan terlalu defensif mendengarkan saran orang tua. Kadang tanpa kita sadari kita lebih percaya saran dari teman yang sama-sama baru punya anak pertama ketimbang saran dari orang tua kita yang melahirkan kita.
Kakek nenek pastinya tahu satu dua hal tentang parenting anak. Mengapa tidak serap ilmunya yang sesuai dan masih relevan? Toh semua mereka lakukan untuk kebaikan cucunya.
2. Suami istri harus kompak
Suami istri harus kompak tentang cara membesarkan anak. Keduanya harus menjadi satu kesatuan, bahkan ketika kakek nenek mengintervensi pola pengasuhan secara berlebihan.
Ketika orang tua sudah kompak, kakek nenek biasanya mengikut saja. Apabila ada saran orang tua kita yang tak bisa diterima atau tak masuk akal, jelaskan baik-baik. Sampaikan bahwa kita memilih cara berbeda, namun nasihat dan bantuan dari kakek nenek tetap dibutuhkan.
3. Jelaskan dengan senyuman
Punya bayi adalah momen bahagia seluruh keluarga, bukan hanya orang tua, tapi juga kakek nekek, om tante, paman bibi si bayi. Ketika orang tua kita memberi saran, dengarkan sambil tersenyum, kemudian lakukan apa yang terbaik menurut kita.
Contoh kasus, kakek nenek menanyakan hal sepele, seperti kok si kecil gak pakai sarung tangan? Kok si kecil gak dibedong? Kok si kecil gak dipakaikan gurita? Kamar bayinya dicat warna pink dan biru saja, ya? Endebla endeblu endeblessss!
Tak perlu marah mendengarkan rentetan pertanyaan ini sebab itu hanya membuang energi. Sebagai gantinya, berikan jawaban logis atau standar sehingga kakek nenek mendapatkan intinya, seperti, “Makasih ma pa sarannya, akan kami pertimbangkan.”
Saat orang lain memberikan nasihat, bukan berarti kita mentah-mentah harus menerima atau menolaknya, meski yang menasihati itu adalah orang tua kita sendiri. Banyak belajar, banyak tahu yaaa.
4. Sabar ketika sesekali aturan dilanggar
Akan ada saat ketika kakek nenek melakukan apa yang menurut mereka terbaik untuk cucunya, tapi tidak buat kita sebagai orang tua.
Si nenek tiba-tiba membuatkan sebotol susu formula dan memberikan kepada cucunya yang sedang menangis, di tengah usaha keras ibu menyusui eksklusif. Kakek memberikan donat kepada cucunya sebagai camilan di malam hari, padahal anak kita sudah menyikat gigi.
Ada kalanya kita menegur anak karena berteriak, namun ibu kita malah menegur kita di depan anak kita. Sabarlah jika sesekali rules kita dilanggar.
Saatnya untuk melakukan percakapan serius. Duduklah dengan tenang ketika kita menjelaskan hal tersebut kepada orang tua kita. Pastikan nada bicara dan sikap kita tetap menunjukkan rasa hormat dan cinta, bukan justru mengonfrontasi orang tua.
Jika bicara tatap muka tidak bisa, kirimlah pesan panjang melalui whatsapp, atau berbicara melalui telepon. Jelaskan harapan kita kepada orang tua kita. Insya Allah mereka akan menghormati pilihan anaknya.
5. Maklumi orang tua dalam kondisi tertentu
Ada loh kakek nenek yang enggan membersihkan kotoran cucunya. Ada juga kakek nenek yang tidak suka lama-lama menggendong cucunya yang sedang menangis.
Itu bisa terjadi karena memang kakek nenek khawatir jika mereka lama-lama menggendong cucu, misalnya takut salah posisi gendong, takut cucunya salah urat, dan alasan lainnya yang mungkin terbilang lucu.
Namun, tak perlu mempertanyakan hal itu. Biasanya kakek nenek akan senang hati bermain dengan cucunya seiring bertambahnya usia si kecil, misalnya saat anak kita sudah beranjak delapan bulan dan tengah asik-asiknya merangkak ke sana kemari.
Kakek nenek tidak wajib membantu merawat cucu, namun bersyukurlah jika mereka menawarkan bantuan.
6. Tentukan aturan wajib dan aturan yang bisa dilonggarkan
Tentukan aturan wajib yang benar-benar harus dipatuhi dan aturan yang bisa dilonggarkan. Nenek bersikeras ingin memberi cucunya yang masih belum enam bulan dengan air putih? Katakan tidak. Nenek bersikeras ingin menengkurapkan bayi di atas tubuhnya? Katakan ya, boleh.
Baca Juga: Mengontrol Anak Berlebihan Itu tidak Baik, Bunda!
Kakek ingin membiarkan cucunya sedikit lebih lama menonton TV? Katakan ya, boleh. Selama itu tidak berlebihan dan masuk akal, kita bisa berkompromi.
7. Gaya pengasuhan lama tak selalu kudet
Ilmu pengasuhan anak semakin ke sini semakin berkembang. Metode orang tua terdahulu sering dianggap tidak relevan lagi, kurang update alias kudet.
Namun, ingat, orang tua kita jelas lebih berpengalaman. Beberapa saran dari mereka mungkin masih benar-benar bermanfaat dan masih kekinian. Kadang kakek nenek lebih tahu yang terbaik.
Contoh sederhana? Debat bayi pakai sarung tangan dan kaki.
Kakek nenek mungkin bersikeras bayi tetap harus pakai sarung tangan dan kaki dua bulan pertama, sementara kita berprinsip sarung tangan tak diperlukan, sebab indra perasa dan motorik bayi jauh lebih cepat berkembang tanpa balutan sarung tangan.
Kita bisa mengikuti saran kakek nenek, namun tidak harus selama itu. Kita bisa sepakat memakaikan si kecil sarung tangan satu bulan pertama, atau ketika kuku tangan dan kaki bayi sudah bisa dipotong.
Ini untuk menghindari bayi kita tanpa sadar menggaruk dan melukai wajahnya sendiri. Kita juga bisa tetap mengenakan sarung tangan dan kaki di malam hari dengan tujuan supaya si kecil tetap hangat.
Banyak lagi mitos perawatan bayi yang mungkin masih dipercaya oleh orang tua kita, seperti pakai gurita, kopi untuk mengatasi kejang, cabe rawit untuk lesung pipit, koin untuk pusar bodong, cukur rambut sampai plontos, dan sebagainya. Pandai-pandailah memilah semua itu.
8. Ajak ke dokter anak
Jika kakek nenek bersikeras melakukan sesuatu dengan cara mereka, misalnya terus menganjurkan memberi makan si kecil sebelum berusia enam bulan, maka kita membutuhkan orang ketiga yang benar-benar kompeten memberi jawaban.
Ajak kakek nenek ke dokter sekaligus konsultan kesehatan anak. Biarkan dokter berbicara dan menjelaskan semua itu kepada orang tua kita. Dengan cara ini, kakek nenek tidak merasa diabaikan atau disalahkan. Konflik pun terhindari.
TERIMA KASIH KAKEK NENEK!
Saya yakin orang tua kita, meski pun usianya sudah tua, diam-diam tanpa sepengetahuan kita belajar banyak soal parenting anak untuk diterapkan kepada cucu-cucunya. Saya secara pribadi pernah menemukan history di HP ibu saya yang membuat saya terharu.
Pengalaman ini saya temukan saat ibu empat bulan pertama setelah kelahiran menemani saya di Bali. Ibu ternyata mencari keyword ‘aturan susu formula untuk bayi’ di Google. Saya yakin itu karena saya sangat cerewet mengingatkan ibu tidak terlampau sering memberikan susu formula untuk si kembar.
Ya, produksi ASI saya pada dasarnya cukup. Namun, karena saya mempunyai anak kembar, terkadang ASIP pun habis lebih cepat. Saya terpaksa menyelingi kembar dengan susu formula, namun tetap mengoptimalkan menyusui (direct breastfeeding).
Saya pernah menyayangkan ibu saya karena tidak membangunkan saya untuk menyusui Rangin yang menangis. Ibu membuatkan susu formula karena melihat saya tertidur lelap. Takarannya pun berlebih satu sendok.
Padahal sebelumnya saya sudah berpesan demikian kepada ibu. Saya mengerti, ibu melakukan itu karena tak tega melihat saya kelelahan begadang tiga bulan pertama.
Well, saya yakin orang tua yang membaca tulisan ini punya lebih banyak cara untuk berkompromi dengan pola pengasuhan anak ala kakek nenek. Semoga berkenan berbagi pengalaman Anda di kolom komentar.
Leave a Comment