Suatu hari adik kelas saya di kampus saat masih berkuliah di Bogor dulu datang ke kost. Ia menanyakan apakah bisa meminjam sebuah buku cetak untuk bahan mata kuliah tertentu yang kebetulan saya punya.

Dia mengaku memiliki versi bajakannya, namun ternyata ada beberapa halaman hilang dan itu memuat materi penting.

Saya langsung berkomentar, “Next time, jangan beli buku bajakan. Beli yang original aja, terjamin isinya, lengkap halamannya.” 🙂 

Saya yakin banyak mahasiswa perguruan tinggi melakukan hal serupa, lebih senang membeli buku bajakan ketimbang asli. Alasannya banyak, mulai dari menghemat uang untuk biaya kuliah sampai harga buku yang terus melambung tinggi hingga ke stratosfer sana  😀 

Pembajakan buku adalah perbuatan terlarang, namun sulit sekali dilarang. Pelanggaran hak cipta ini semakin parah terjadi dengan fenomena buku online (e-book) ilegal yang menawarkan unduhan buku-buku gratis. Mereka muncul di mana-mana seperti hantu, mulai dari laman pencarian Google, PDF ilegal di eBay, grup berbagi file buku di Facebook, atau berbagi dari orang ke orang melalui flash disk.

Iseng-iseng saya mencoba mencari versi bajakan buku The Kite Runner karya Khaled Hosseini terbitan Mizan. Tak sampai satu menit berselancar di laman pencarian Google, saya menemukan link blog yang menawarkan versi PDF buku tersebut.

Hal serupa saya temukan saat ingin mencari buku I am Malala karya Christina Lamb yang pernah diterjemahkan ke versi Indonesia oleh Mizan. Dengan cepat saya menemukan versi PDF berbahasa Inggris di sebuah laman pencarian.

Banggalah membaca buku asli, bukan bajakan. Memiliki buku asli tak sekadar bicara kualitas, namun menjunjung tinggi kejujuran diri. Jangan hanya karena ingin menghemat uang Rp 20-50 ribu saja, kamu mengorbankan peluh keringat orang lain. Itu zalim namanya.

Tak bisa dimungkiri, ada tipikal orang di luar sana yang hanya ingin mendapatkan semua serba gratis. Beberapa situs pembajakan bahkan tak segan memberi tips cara mendapatkan salinan buku digital, mengunggah salinan ke berbagai file, dan mencetak ulang kemudian menjualnya dengan harga murah.

Hey, penulis juga manusia, punya hati, butuh dihargai atas karyanya.

Tahukah kamu? Pembajak buku bukan cuma merugikan penulis, tapi juga menzalimi peran editor, penata letak, desainer sampul, dan percetakan. Pelan tapi pasti pelaku pembajakan membunuh industri perbukuan di Indonesia.

Survei Nielsen 2017 di Amerika Serikat memetakan profil pembaca buku bajakan terbanyak adalah pria dan wanita kelas menengah, berpendidikan, berusia 30-44 tahun.

Nielsen memperkirakan penerbit buku di Negara Paman Sam itu kehilangan 315 juta dolar AS setara Rp 4,42 miliar per tahun akibat buku bajakan. Penulis kehilangan hak royalti 31,5 juta dolar AS, setara Rp 442,82 juta.

Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini memang belum ada data pasti jumlah judul dan eksemplar buku bajakan di Indonesia. Namun, fenomena buku bajakan yang begitu mudah dijumpai online dan offline levelnya sangat mengkhawatirkan.

International Publishers Association (IPA) pada 2018 menyebut Indonesia negara paling permisif pelanggaran hak cipta di antara negara lainnya di dunia.

Political and Economic Risk Consultacy(PERC) menempatkan Indonesia di posisi teratas negara dengan catatan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terburuk di antara 11 negara di Asia yang disurvei. Skornya 8,5 dari rentang 10.

Yuk, Perangi Buku Bajakan

Alih-alih mengancam atau sebatas kampanye STOP BELI BUKU BAJAKAN akan lebih baik semua pihak, mulai dari penerbit, pemerintah, utamanya pembaca bahu membahu dan adaptif.

Apa yang bisa dilakukan penerbit, mulai dari penerbit besar hingga penerbit mandiri (self publishing)?

Pertama, membagikan buku-buku menarik yang ingin dibaca banyak orang dalam bentuk toko buku digital.

Penerbit di sini menyediakan buku dalam berbagai format yang ingin dibaca.

Beberapa penerbit di Indonesia sudah merintis toko buku digital. Mizan Group memiliki Lumos di bawah Mizan Digital Publishing. Perusahaan menerbitkan dan memasarkan konten digital berbagai bentuk dan perangkat media.

Mizan mendirikan unit ini merespons pertumbuhan cepat materi cetak ke produk digital di industri penerbitan Tanah Air. Beberapa produk yang dihasilkan, antara lain mobile content, e-book, i-book, buku digital untuk IP TV, feature phones, dan konten digital lainnya.

Salah satu perusahaan penerbitan terkemuka di Indonesia ini berkomitmen terus ikut menciptakan masyarakat modern, terbuka, dan religius pada saat bersamaan. Pengembangan perusahaan yang berlandaskan pengetahuan merespons tantangan dan permintaan akibat kemajuan teknologi dan informasi.

Kedua, melindungi buku digital dengan kode enkripsi. File tidak bisa dibaca siapapun, selain pembeli aslinya.

Teknologi ini bisa diterapkan penerbit besar. Jika dirasa terlalu mahal bagi penerbit mandiri, mereka bisa menggunakan PDF yang diproteksi.

Ketiga, memberikan watermark untuk melacak salinan.

Meski watermark tidak begitu efektif mencegah pembajakan buku, namun teknologi ini memungkinkan penerbit melacak salinan dan berpotensi mengidentifikasi pembajak.

Keempat, melarang file sharing.

Jika penerbit menjual e-book ke e-book store, misalnya Google Playstore, Amazon Kindle, Papataka.com, dan penerbit lokal lainnya, maka pilih opsi pembeli buku tidak bisa membagikan bukunya ke orang lain.

Kelima, terus pantau internet.

Atur lansiran pencarian untuk nama perusahaan penerbit, judul buku, penulisnya, sehingga informasi terkait bisa dilaporkan.

Konsumen juga bisa memerangi buku bajakan dengan langkah cerdas.

Pertama, jangan tergoda membeli buku bajakan.

Dari pada beli bajakan, lebih baik kamu menyewa buku aslinya di rumah baca, atau berkunjung ke perpustakaan.

Kedua, lindungi file e-book dengan kata sandi atau kode unik.

Beri file e-book dengan kode unik dan hanya kamu yang mengetahuinya.

Hindari memberi nama file e-book dengan judul buku lengkap. Misalnya, kamu memberi nama file e-book Harper Lee berjudul To Kill A Mockingbird dengan kode 8181BCD-Lee.

Cara ini akan membuat peretas kesulitan mencari file yang diinginkannya.

Ketiga, bentuk komunitas antibuku bajakan.

Kamu bisa berpartisipasi aktif dengan membentuk komunitas antibuku bajakan atau antipembajakan buku di Facebook, forum online, juga di daerahmu.

Pemerintah dengan industri penerbitan, asosiasi penulis, komunitas antibuku bajakan bekerja sama dan saling bahu membahu memberantas pelaku pembajakan buku mulai dari lokapasar hingga marketplace yang melanggar. Kegiatan ini harus dilakukan terus menerus dan berkesinambungan.

Konsumen jangan sampai merasionalkan kenyamanan pribadi dengan beli buku bajakan, namun mengabaikan inspirasi, karya cipta, tenaga, dan waktu yang telah dikorbankan para penulis.

Penulis itu harapannya sederhana, karyanya dibaca dan dihargai, meski royalti yang diperoleh besarannya pun tak seberapa.

Share:

5 responses to “Pembajakan Buku, Perbuatan Terlarang yang Sulit Dilarang”

  1. Wista Avatar
    Wista

    Mutiaaa..jd ingat dulu pergi belanja buku diskonan..wkwkwk..
    -wista-

    1. Mutia Ramadhani Avatar
      Mutia Ramadhani

      Iya book hunter forever. Kekeke. Apa kabar Wista? Koleksi buku2nya bagaimana kabarnya? Semoga masih sehat walafiat gak dimakan rayap yaaaa. Beberapa buku Mutia di kampung sudah dimakan rayap. Nangis pas lihat pulang kemarin. Tapi masih banyak yang bisa diselamatkan. Alhamdulillah.

      1. Wista Avatar
        Wista

        Alhamdulillah kabar baik mut..hehe
        Koleksi buku ada kertasnya yg jd kuning, trus ada bintik2nya..di lemari harus ditarok kamper kayaknya mut..sedih kalau sampai rusak..huhuhu..
        Semoga koleksi buku2 awak aman mut..hasil hunting di bogor..hehehe

      2. Mutia Ramadhani Avatar
        Mutia Ramadhani

        Amin amin amin. Semoga awet dan bisa diwariskan ke anak2. Hehehe

Leave a Comment