Assalamualaikum. Udah lama gak update diskusi bareng teman-teman di kajian Al Hijrah. Desember ini alhamdulillah diberi kesehatan dan kesempatan untuk kumpul lagi, belajar bareng lagi sama emak-emak Periskasel di bawah bimbingan guru kami, Ustaz Zainuddin.
Bahasan Ustaz Zainuddin ini selalu kekinian. Bulan ini beliau membahas tentang perabotan, segala peralatan dan perkakas rumah tangga, beserta hukumnya dalam Islam.
Subhanallah banget ya. Islam itu mengatur semua aspek kehidupan manusia, mulai dari yang paling kecil sampai paling besar, mulai dari yang paling sederhana dan sepele sampai paling rumit. Istilahnya, tafshiliyah dan tsubutiyah alias sangat rinci dan absolut, dipakai dari zaman dahulu dan tetap global sampai sekarang.
Perabotan adalah segala wadah yang bisa menampung air. Ada perabotan terbuat dari besi, kayu, kulit binatang, atau selain itu. Zaman sekarang banyak perabotan terbuat dari plastik, entah itu piring, gelas, sendok, dan sebagainya. Perabotan mana yang boleh kita pakai? Bolehkah memakai perabotan milik saudara nonMuslim? Hukumnya bagaimana? Ini perlu dibahas karena apa pun yang kita makan, apa pun yang kita gunakan akan berpengaruh pada perilaku kita.
Pada dasarnya semua anugerah Allah di muka Bumi ini adalah halal bagi manusia, kecuali ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Terkait dengan perabotan, ada dua jenis yang dilarang atau tak boleh dipakai dalam Islam.
1. Wadah terbuat dari emas dan perak
Hukumnya haram, entah itu emas murni sebagai bahan utama atau cat pelapis saja. Selama ada kandungan emasnya, maka dilarang dalam Islam. Jika ada piring, gelas, sendok, garpu terbuat dari emas, Muslim tak boleh makan minum dari sana.
Dalilnya yang mana? Rasulullah bersabda, diriwayatkan Hudzaifah bin al-Yaman:
“Janganlah kamu minum dengan gelas (yang terbuat) dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat.”
βOrang yang minum dari bejana perak, maka sesungguhnya dia telah memasukkan api neraka ke dalam perutnya.β (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua hadis ini melarang penggunaan bejana terbuat dari emas dan perak, khusus untuk makan dan minum. Seluruh ulama sepakat hukumnya haram, sedangkan bejana untuk penggunaan selain makan dan minum, misalnya sekadar untuk pajangan atau perhiasan, pendapatnya masih beragam dan ada yang membolehkan.
Ketika orang kafir sudah memakai emas dan perak di dunia, maka di akhirat nanti mereka tak akan bisa menggunakannya lagi. Muslim dilarang menggunakannya di dunia, namun akan disediakan Allah di akhirat.
Adakah kondisi tertentu yang membolehkan kita menggunakan emas atau perak untuk bejana? Ada. Bukhari meriwayatkan, bahwa gelas Rasulullah SAW pernah pecak, kemudian beliau menempel lubangnya menggunakan rantai terbuat dari perak. Ini berarti penggunaan untuk melapisi peralatan dan minum karena bocor atau patah masih dibolehkan.
Ini hanya dalam kondisi darurat saja, dalam artian tidak ada lagi piring dan gelas di rumah kita, atau tidak ada lagi piring dan gelas yang bisa kita beli. Namun, logika aja deh, rasanya jarang zaman sekarang orang menambal wajan atau kuali yang bolong menggunakan emas dan perak. Hehehe. Harganya kan mahal banget.
Bagaimana dengan perabotan berlian? Boleh, meski pun harganya lebih mahal dari emas dan perak. Yang diharamkan adalah emas dan perak.
Bagaimana dengan nenek atau kakek kita yang memakai gigi emas atau perak, kemudian meninggal? Ustaz Zainuddin mengatakan sekiranya gigi itu sulit dicabut, maka boleh tak dicabut. Jika bisa dicabut, maka boleh dicabut dan menjadi warisan keluarga.
Bagaimana dengan perhiasan emas dan perak? Keduanya boleh bagi wanita untuk menghias dirinya di hadapan suaminya. Perhiasan emas dan perak yang digunakan wanita jangan sampai dinikmati orang lain, selain suaminya.
Perhiasan yang dimaksud bisa berupa gelang, cincin, kalung, dan anting. Bagaimana dengan gelang kaki?
Khusus gelang kaki, dibolehkan dengan batasan wanita tersebut tidak memperlihatkannya kepada laki-laki yang bukan mahramnya. Ini karena pada zaman jahiliyah, wanita-wanita kafir kerap menghentakkan kakinya yang dihiasi gelang saat melewati keramaian. Seluruh laki-laki mendengar dan melihatnya. Ini jatuhnya zina, dan zina itu dosa.
Allah berfirman, “Dan janganlah mereka (kaum wanita) memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS An Nur 31)
Emas dan sutera haram bagi laki-laki, baik itu emas murni, emas pelapis, atau emas campuran, misalnya cincin nikah campuran emas dan perak. Tetap saja haram bagi laki-laki. Mengapa?
Rasulullah SAW bersabda, “Memakai kain sutera dan emas itu haram bagi umatku yang laki-laki, dan halal bagi umatku yang perempuan.” (HR Turmudzy)
“Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera, karena sesungguhnya orang yang telah memakainya di dunia maka nanti di akhirat tidak akan memakainya lagi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Para ilmuwan ternyata menemukan ada alasan medis di balik larangan menggunakan perhiasan emas bagi pria. Ahli Kimia Organik di Universitas Chili, Marcelo Kogan mengatakan partikel nano dan gelombang mikro lemah dari emas bisa menggumpalkan protein yang terkait dengan penyakit alzheimer pada pria. Mengapa ini tidak berlaku pada wanita? Sebab zat-zat racun ini akan keluar dari tubuh wanita secara sendirinya seiring siklus menstruasi bulanan.
Protein abrnomal yang menggumpal akan menjadi serat beracun dan memicu alzheimer, parkinson, huntington, dan diabetes tipe-2. Kogan dan rekan-rekan penelitinya dari Spanyol menemukan partikel-partikel kecil dari emas akan menembus membran sel manusia.
Bolehkah kita menggunakan atau meminjam perabotan milik saudara nonMuslim? Ustaz Zainuddin membahas panjang tentang hal ini.
Dalam contoh kasus pertama, kita masuk ke warung yang pelanggannya bukan hanya Muslim, namun juga nonMuslim. Kasus kedua, saat kita bertamu ke rumah teman nonMuslim atau datang ke pernikahan mereka, kemudian disuguhi makanan dan minuman. Kasus ketiga, menggunakan wadah bekas daging babi dan daging haram lainnya, atau bekas minum khamr.
Secara umum Ustaz Zainuddin menyimpulkan Muslim boleh menggunakan atau meminjam perabotan milik nonMuslim selama tidak melihat langsung ada najis di sana. Misalnya, kita tak melihat anjing menjilati piringnya dan piring gelasnya sudah dicuci bersih. Panci bekas merebus babi? Boleh digunakan, asalkan sudah dicuci bersih menghilangkan najisnya, yaitu bau, rasa, dan warna. Rasulullah pun hanya memerintahkan mencucinya sampai bersih, tidak harus tujuh kali sebagaimana membersihkan najis bekas jilatan anjing.
Hal yang menjadi masalah, menurut Ustaz Zainuddin adalah perasaan jijik. Jijik itu adalah nafsu manusia. Dalam Islam, yang namanya halal, haram, najis itu tidak didefinisikan menurut nafsu manusia. Sesuatu tidak bisa menjadi haram karena manusia itu jijik.
Kasusnya berlaku juga saat kita minum minuman sisa dari gelas teman nonMuslim. Dalam Islam ini dibolehkan. Rasulullah SAW dan sahabat beliau pernah minum satu wadah dengan orang kafir.
“Rasulullah SAW pernah diberikan susu, beliau meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada seorang a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata, ke kanan dan ke kanan.” (HR Bukhari)
2. Perabotan terbuat dari kulit binatang buas atau kulit bangkai
Ini diharamkan, kecuali setelah disamak atau dikuliti sampai hilang dagingnya. Rasulullah SAW mengharamkan kita memakai bangkai hewan yang mati dengan cara di luar syariat Islam. Namun, kulitnya boleh dipakai, misalnya untuk sabuk, tas, dompet, dan ikat pinggang. Contohnya adalah bangkai sapi atau kambing.
Mayoritas ulama berpendapat binatang buas, berkuku tajam, bertaring, tidak bisa menjadi suci, baik setelah disamak atau sebelum disamak, misalnya harimau, singa, kucing, anjing, dan binatang buas lainnya.
Bagaimana dengan hewan melata, seperti ular dan buaya? Terkait hal ini masih ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ustaz Zainuddin misalnya, menganggap kulit buaya dibolehkan pemanfaatannya, sementara kulit ular haram hukumnya. Wallahu a’lam bishshawab.
Kajian bulan ini selesai, diskusi ala emak-emak berlanjut di meja makan siang. Terima kasih kebersamaannya teman-teman Periskasel Balnus π
Leave a Comment