Sabtu sore menjelang petang kami berkunjung ke Pasar Badung dan Pasar Kumbasari yang lokasinya berdampingan di Jalan Gajah Mada, Kota Denpasar. Kami memarkir motor di areal parkir seberang Pura Melanting yang lokasinya tak jauh dari kedua pasar tradisional ini.
Memasuki Pasar Kumbasari, kami melihat satu demi satu pedagang mengepak rapi barangnya setelah berjualan sepanjang hari. Mereka adalah pedagang sayur, pedagang bumbu, pedagang buah, pedagang ayam potong, hingga pedagang oleh-oleh yang tokonya berjejeran di pasar seni tersebut.
“Permisi bu, numpang lewat,” sapaku kepada seorang pedagang wanita yang lapaknya berada persis di depan tangga yang hendak kami lalui.
“Silakan, silakan,” jawab si ibu penjual sayur sembari tersenyum membukakan sedikit jalan untuk kami melintas.
Wisata Sungai di Tengah Kota
Pasar Kumbasari dan Pasar Badung dihubungkan sebuah jembatan besar dan dua jembatan kecil. Jembatan besar setiap harinya dilalui mobil, sepeda motor, dan pejalan kaki yang melintasi trotoar selebar setengah meter di kiri kanannya.
Jembatan kecil khusus disediakan untuk pejalan kaki yang ingin menyeberang dari Pasar Badung ke Kumbasari atau sebaliknya. Ketiga jembatan ini juga dimanfaatkan sebagai lapak berdagang dari sore hingga pagi hari.
Tepat di bawah jembatan ini mengalir Sungai (Tukad) Badung yang pada zaman dahulunya konon menjadi perlintasan pasukan ekspedisi Belanda yang bergerak menuju Pamecutan, Denpasar saat Perang Puputan Badung, September 1906. Tukad Badung kini telah disulap menjadi river walk, tempat berkumpul masyarakat, khususnya muda-mudi di sore hari.
River walk ini diberi nama Taman Kumbasari. Pemerintah Kota Denpasar mendanai renovasi Taman Kumbasari dengan anggaran mencapai Rp 5,5 miliar. Wali Kota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra meresmikannya pada akhir Januari 2018.
“Konsepnya river walk sebab kami ingin mengajarkan warga serta pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan sungai dan lebih sadar lingkungan,” kata Rai Mantra.
Dulunya Kumuh
Politisi yang kini mencalonkan diri sebagai gubernur Bali itu mengatakan peresmian Taman Kumbasari merupakan bagian dari penataan pasar-pasar tradisional di Denpasar, terutama Pasar Badung yang masih direvitalisasi pascakebakaran hebat dua tahun lalu. Ke depannya juga akan ada perahu-perahu wisata untuk melengkapi sarana rekreasi di Taman Kumbasari.
Bantaran sungai yang dahulunya biasa kini menjadi luar biasa. Ratusan pengunjung setiap harinya menyempatkan diri turun ke taman air ini, sekadar berswafoto, bercengkerama dengan sesama, atau jogging pagi dan sore hari.
Taman yang digarap sejak Juni 2017 ini dikerjakan selama setengah tahun. Sisi kanan dan kiri tukad dipasangi paving dikombinasikan batu sikat. Penataan dilakukan sepanjang 120 meter, mulai dari aliran tukad di bawah jembatan utama Jalan Gajah Mada ke arah selatan hingga jembatan Jalan Hasanudin.
Lebih dari 10 ribu benih ikan nila ditebar di tukad ini. Harapannya ke depan ikan-ikan tersebut berkembang biak dan bisa menjadi lokasi obyek wisata memancing.
Beberapa titik di bantaran tukad ini dipasangi alat khusus yang bisa meluncurkan air mancur. Anak-anak kecil ramai mendekat sekadar membasahi tangan-tangan mungil mereka dengan air mancur tersebut.
Salah satu sisi dinding tertulis ‘Denpasar, Kotaku Rumahku.’ Kursi-kursi taman inspiratif dari bahan semen yang dicat dengan warna-warna cerah ditempatkan di sepanjang bantaran sungai.
Sebagian dindingnya dipasangi foto-foto atraksi seni dan budaya Bali, seperti penari Bali, upacara adat, upacara agama, dan sebagainya. Tanaman hijau menjuntai menghiasi dinding-dinding sepanjang Tukad Badung, mengurangi tekanan panas cahaya matahari di siang hari.
Semakin ke selatan, aroma air Tukad Badung semakin berbau. Secara fisik, airnya masih berwarna kecoklatan, kotor, berlumpur tebal, dan berbau limbah domestik dari rumah tangga.
Tak dipungkiri, masih banyak masyarakat yang belum disiplin, sehingga membuang sampah ke sungai. Sesekali pengunjung akan melihat plastik bungkus makanan mengalir di tukad ini.
Meski demikian, perlahan tapi pasti keberadaan Taman Kumbasari semakin membuat masyarakat lebih awas dan sadar diri menjaga lingkungan supaya tetap asri. Bagaimanapun Tukad Badung sudah terlanjur ditetapkan sebagai salah satu obyek wisata Kota Denpasar.
Kumbasari tak Pernah Mati Suri
Pasar Kumbasari berada di tengah pusat keramaian Kota Denpasar. Jalan Gajah Mada merupakan salah satu jalan tersibuk di ibu kota Provinsi Bali.
Setiap hari Pasar Kumbasari selalu ramai, tidak hanya oleh masyarakat lokal yang berdagang dan berbelanja di areal pasar seluas 800 meter per segi ini, namun juga turis-turis asing yang membeli oleh-oleh dengan harga super miring dibanding toko oleh-oleh modern. Jika tak sempat berpelesir ke Pasar Seni Sukawati atau Pasar Seni Guwang di Ubud, Pasar Seni Kumbasari adalah alternatif terbaik untuk wisatawan.
Aneka cendera mata, mulai dari kerajinan tangan, kerajinan perak, patung, lukisan, endek, tenun, hingga aksesoris khas Bali bisa dijumpai di sini. Lantai bawah khusus menjual barang-barang kebutuhan pokok, sementara lantai atas (tingkat 2-4) khusus menjual barang-barang seni. Arsitektur pasar tradisional terbesar di Denpasar ini masih mempertahankan gaya Bali sejak didirikan 1977.
Pasar Kumbasari dan Pasar Badung masih melestarikan keberadan su’un, tukang angkut belanja bagi mereka yang membeli barang dalam jumlah banyak. Tukang su’un ini hampir seluruhnya wanita, biasanya membawa keranjang rotan yang dijunjung di atas kepala. Bayaran mereka berkisar Rp 5-10 ribu per orang untuk sekali angkut.
Mana kala sandi kala – senja menjelang maghrib – menjelang, ibu-ibu, bapak-bapak, muda, tua mulai berdatangan ke Pura Melanting yang tepat berada di seberang pasar ini. Setelah seharian mencari rezeki, kini waktunya para pedagang yang mayoritas beragama Hindu itu bersyukur, berdoa, dan beribadah pada Sang Hyang Widhi.
Setiap mantram Trisandya berkumandang, puja puji dan sesajen untuk para dewa pun dihaturkan. Masyarakat Hindu Bali selalu ingat dan taat pada Tuhan. Tiga kali dalam sehari, ratusan pedagang di Pasar Kumbasari dan Pasar Badung bersembahyang di pura ini, yaitu sekitar pukul 06.00, 12.00, dan 18.00 WITA.
Pura Melanting disebut juga Pura Pasar, dibuat khusus untuk menghormati dewa yang dimanifestasikan sebagai Ida Ayu Swabawa disebut juga Bhatari Melanting. Dia adalah dewa yang menguasai pasar sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, serta simbol kemakmuran.
Meski toko-toko ritel modern semakin menjamur di Denpasar, Pasar Kumbasari tak pernah mati suri. Keberadaan River Walk Tukad Badung a.k.a Taman Kumbasari semakin menarik lebih banyak pengunjung. Pasar Badung dan Pasar Kumbasari kini tak sekadar tempat transaksi ekonomi, melainkan telah menjelma menjadi ruang interaksi sosial antara masyarakat asli, pendatang, wisatawan lokal, dan mancanegara.
Leave a Comment