Rumah Pohon Batudawa
Rumah Pohon Batudawa

Karangasem dijuluki bumi lahar dan tandus di Pulau Dewata. Salah satu kabupaten di Bali Timur ini belum begitu dilirik wisatawan karena jaraknya cukup jauh dari ibu kota provinsi. Meski demikian, Karangasem memiliki sejumlah obyek wisata populer, seperti Tirta Gangga, Pantai Amed, Labuhan Amuk, dan Taman Ujung.

Wisatawan kini mempunyai segudang alasan untuk berkunjung ke Karangasem. Banyak obyek wisata alternatif siap memanjakan pengunjung, khususnya rumah pohon. 

Ada tiga titik lokasi rumah pohon di Karangasem yang kian populer di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu Rumah Pohon Temega, Rumah Pohon Batu Dawa, dan Rumah Pohon Pengalon. Penamaan rumah pohon tersebut sesuai dengan banjar lokasinya.

Dua dari rumah pohon tersebut, yaitu Rumah Pohon Temega dan Rumah Pohon Batu Dawa dimiliki penduduk asli bernama Komang Satrana Budi. Rumah pohon ini awalnya adalah area milik keluarga yang akhirnya dibuka untuk wisatawan.

Rumah pohon semakin dikenal seiring ramainya kunjungan, khususnya wisatawan yang menginginkan suasana liburan berbeda dengan mencari tempat-tempat wisata baru di Bali. Arsitektur dan desain bangunannya membuat wisatawan mana pun tak ingin melewatkan kunjungan ke sini.

Rumah Pohon Temega

Rumah pohon ini berada di Jalan Raya Tirta Gangga, Banjar Temega, Desa Padang Kerta. Lokasinya dapat ditempuh lima menit perjalanan sebelum lokasi wisata pemandian Tirta Gangga. Jaraknya 58 kilometer dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Pengunjung dapat mengaksesnya dengan jarak tempuh sekitar dua jam.

Pemilik ingin membangkitkan kembali kenangan masa kecil khas anak-anak pedesaan di Rumah Pohon Temega. Anak-anak desa dulu selalu ceria, bersahabat dengan alam, tak banyak larangan, dan pohon menjadi bagian dari permainan masa kecil mereka.

“Konsepnya lebih dari sekadar wisata biasa. Kami tak menyediakan mainan modern. Anak-anak diajak bermain di halaman, di pohon, di kali, di kolam. Semua menyatu dengan alam,” kata Komang kami jumpai beberapa waktu lalu.

Pengunjung bisa mencapai lokasi dengan kendaraan roda dua atau roda empat menuju Amlapura yang merupakan ibu kota Kabupaten Karangasem, kemudian mengambil jurusan ke Buleleng. Sekitar tiga kilometer di jalan raya utama menuju Tirta Gangga, pengunjung akan menjumpai spanduk bertuliskan Rumah Pohon Temega dengan tanda panah menuju lokasi di sebelah kiri jalan.

Kendaraan diparkir sekitar 50 meter dari rumah pohon. Areal parkirnya bisa memuat lebih dari 10 mobil dengan tarif dua ribu rupiah.

Pengunjung dikenakan biaya masuk Rp 10 ribu per orang. Akses menuju rumah pohon ini ada dua, lewat jalan setapak atau jembatan gantung yang dirangkai dengan bambu berkerangka kabel baja. Pengunjung yang takut ketinggian atau membawa balita sebaiknya melalui jalan setapak, meski pemilik menjamin kekuatan jembatan gantung tersebut.

Luas area Rumah Pohon Temega sekitar 20 are. Ada banyak shelter rumah pohon yang terbuat dari bambu ditopang pohon-pohon tinggi besar di  sekitarnya.

Jenis-jenis pohon yang menjadi rangka utama Rumah Pohon Temega, antara lain melinjo (Gnetum gnemon), jambu air hutan (Syzygium cumini), kelapa (Cocos nucifera), badung atau mundu (Garcinia dulcis), dan wani atau kemang (Mangifera kemanga). Menurut Komang, semua jenis pohon layak difungsikan untuk rumah pohon. Itu bergantung penempatannya dan teknik menghubungkan antar shelter dengan jembatan penghubung dengan kemiringan beragam.

Komang berencana membangun 10 rumah pohon di kawasan ini. Masing-masing rumah terdiri atas empat tingkat shelter bambu. Pembangunan kawasan ini belum selesai seluruhnya dan masih dikembangkan hingga dua tahun ke depan.

Dua sungai mengapit kawasan Rumah Pohon Temega. Pembagian arealnya berupa halaman camping, area bermain anak berupa kolam, area makan, serta empat tingkat shelter rumah pohon.

“Saya dan istri mencoba setiap tingkat shelter bambunya dan semakin ke atas pemandangannya semakin menakjubkan,” kata Johnston, wisatawan asal Australia.

Johnston dan istrinya awalnya ingin berkunjung ke Tirta Gangga dan tanpa sengaja mampir ke Rumah Pohon Temega. Kedua pasangan ini berkendaraan dengan motor dari penginapannya di wilayah Jimbaran dan hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam sampai ke lokasi.

Rumah Pohon Batudawa

Rumah Pohon Batu Dawa terletak di Banjar Batu Dawa, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu. Lokasinya berjarak sekitar 65 kilometer dari bandar udara utama atau ditempuh selama 30 menit perjalanan dari Rumah Pohon Temega.

Wisatawan tak akan menemukan Rumah Pohon Batu Dawa di aplikasi Google Map, melainkan Rumah Pohon Tulamben. Pengunjung juga tak akan menemukan papan petunjuk lengkap sepanjang perjalanan, sehingga lebih efektif manfaatkan gawai yang ada. Jika tak memungkinkan, pengunjung bisa bertanya kepada masyarakat yang dijumpai sepanjang jalan Kubu. Mereka rata-rata bisa menjelaskan lokasi rumah pohon ini.

Luas area Rumah Pohon Batu Dawa sekitar 60 are, tiga kali lebih luas dibanding Rumah Pohon Temega. Pengunjung cukup membayar Rp 20 ribu per orang untuk masuk ke kawasan ini.

Baca Juga: Ngetrip Tiga Hari ke Karangasem

Rumah Pohon Batu Dawa sebetulnya lebih tepat disebut rumah bambu. Hanya saja, masyarakat sudah terlanjur menyebutnya rumah pohon. Rumah Pohon Batudawa hanya memiliki satu unit rumah pohon yang bisa dijumpai setelah melalui pintu masuk utama, sementara lainnya berupa anjungan, rumah bambu, dan shelter bambu yang dibangun menyerupai rumah panggung.

Hal pertama yang akan dilihat pengunjung setelah menaiki puluhan anak tangga menuju pintu masuk kawasan ini adalah candi mini berundak tujuh tingkat dengan sebuah stupa di atasnya. Lantunan doa-doa umat Hindu terdengar dari candi ini membuat pengunjung ikut merasakan suasana suci dan sakral di sekitarnya.

Wisatawan bisa melihat pemandangan spektakuler saat berada di atas rumah pohon atau anjungan rumah bambu lainnya. Pantai Amed dan Pantai Tulamben terbentang luas dari kejauhan di sebelah timur, sementara puncak Gunung Agung berdiri gagah di barat daya. Gunung Agung merupakan gunung tertinggi sekaligus gunung suci masyarakat Bali.

Sekitar delapan rumah bambu berdinding terbuka siap menjadi tempat istirahat, makan, atau sekadar melepas penat pengunjung. Antara satu rumah dengan rumah lain dihubungkan jembatan bambu yang kokoh, sehingga pengunjung tak perlu khawatir akan roboh.

Lantai bawah setiap rumah bambu ini memanjakan pengunjung khususnya anak-anak. Pemilik menyediakan sejumlah ayunan terbuat dari ban, juga hammock alias ayunan gantung.

Komang mengatakan Rumah Pohon Batu Dawa ini awalnya dibangun untuk menyalurkan hobinya berkebun. Hal itu terlihat dari beberapa titik di lokasi yang sangat hijau.

Berbagai tanaman pohon dan buah, seperti jeruk bali, jambu biji, markisa, hingga anggur tertata rapi dan menyejukkan mata. Beberapa orang tukang kebun merapikan rerumputan dan tanaman pagar supaya tempat ini tetap indah. Sedikit demi sedikit Komang dan keluarganya membangun kawasan ini hingga berkembang seperti sekarang.

Pemandangan unik lainnya yang bisa dijumpai di Rumah Pohon Batu Dawa adalah sejumlah satwa yang dilepasliarkan. Sepasang burung rangkong tampak bertengger di salah satu sisi rumah bambu. Keduanya begitu jinak dan tak terusik dengan keberadaan pengunjung. Sesekali pasangan burung yang dikenal setiap sampai mati ini terbang berpindah dari satu shelter ke shelter lainnya.

Sebatang pohon ara tinggi menjulang menjadi sumber pakan burung eksotis tersebut. Pengunjung juga bisa menyaksikan burung romantis ini saat rangkong jantan menyuapkan biji pohon ara kepada rangkong betina.

Satwa lain yang tinggal di Rumah Pohon Batu Dawa adalah kelinci, ikan, tupai, monyet, kambing, hingga kalkun. Wisatawan hanya perlu waspada dengan seekor gagak hitam bernama Putu. Burung cerdas itu suka mencuri makanan pengunjung, sehingga tak direkomendasikan bersantap di anjungan rumah bambu bagian atas.

Harga makanan yang dijual di rumah bambu ini sangat terjangkau, berkisar 10-15 ribu per porsi. Pengunjung bisa memesan menu-menu sederhana, seperti nasi goreng, mi goreng, nasi pecel, atau sekadar menyeruput segelas teh manis hangat dengan cukup merogoh kocek lima ribu rupiah.

Disakralkan

Komang menyakralkan kedua rumah pohonnya. Ini demi menghormati alam dan menjaga perilaku muda-mudi yang terkadang lupa dengan etika berwisata. Setiap sudut bangunan dipasangi CCTV yang mengawasi interaksi pengunjung di kawasan ini.

“Layaknya rumah, tamu hendaknya bisa menjaga sopan santun. Saya berusaha supaya anak muda yang berkunjung tidak menyalahgunakan tempat ini,” kata Komang.

Ayah empat anak ini melihat banyak perilaku menyimpang generasi muda zaman sekarang. Pergaulan bebas, pacaran tanpa batas, hingga budaya barat yang bertentangan dengan adat ketimuran pun dilanggar.

Sejumlah papan peringatan terbuat dari kayu bertuliskan nasihat kepada muda-mudi dipasang di berbagai sudut di Rumah Pohon Temega juga Batu Dawa. Salah satunya mengajak anak muda untuk menghormati kesucian hubungan yang sebaiknya dirintis dengan niat baik melalui jalur pernikahan.

“Cinta sejati bukan dari nafsu, tapi dari hati,” kata Komang.

Seluruh pengunjung yang memasuki kawasan terlebih dahulu diingatkan untuk menjaga sikap, dilarang bermesraan, bahkan suami istri sekalipun. Ini dilakukan supaya tak ada celah untuk perbuatan melanggar etika.

Wisatawan dan pohon bisa saling mengembangkan kasih sayang. Interaksi dengan sesama makhluk hidup, lingkungan, dan Tuhan yang lebih dikenal dengan konsep Tri Hita Karana diaplikasikan di rumah pohon ini.

Komang mengatakan orang terkadang hanya memahami agama, namun lupa dengan apa yang diinginkan Tuhan bahwa manusia bisa hidup harmonis dengan alam. Manusia tetap bisa beraktivitas, bersenang-senang, berwisata, tanpa harus merusak alam.

Pemanasan global, kata Komang terjadi karena manusia merasa paling berhak menguasai alam. Semua makhluk Tuhan berhak hidup di Bumi. Konsep inilah yang dipraktikkan di Rumah Pohon Temega dan Batu Dawa, di mana pengunjung diajarkan tak perlu risih dengan semut, ulat, bahkan nyamuk di sekitarnya.

Keberadaan Rumah Pohon Temega dan Batu Dawa menjadi pelengkap obyek wisata alam di Karangasem. Apalagi, kawasan Temega dan Tulamben sudah dilengkapi berbagai akomodasi wisata, seperti restoran, penginapan sekelas guest house atau homestay, hingga hotel berbintang.

Share:

13 responses to “Mondok Sejenak di Rumah Pohon Karangasem”

  1. Ana Avatar
  2. Lia Yuliani Avatar

    Wah, memang Mbak Mutia aslinya orang Bali atau lagi tinggal di Bali? Unik banget ya rumah pohonnya. Dulu pernah ke Bali beberapa kali, rasanya banyak tempat yang belum dikunjungi. Moga ada kesempatan buat ngunjungin Bali lagi nanti.

  3. lovelyristin Avatar

    pertama liat ak langsung fokus sm bayi yg senyumnya gemesin itu hihi.. lokasi nya enak bgt buat jalan2 setelah corona ni.. brasa bebas hahahhaa… ak setuju tu tiap sudut dikasih papan peringatan spy menjaga perilaku di tpt wisata alam ini.

  4. Syamsiah Avatar

    Waww… Lengkap info rumah pohonnya. Prinsip yg Komang pegang memang benar. Semua makhluk hidup berhak hidup di bumi, bukan hanya manusia. Semoga pandemi ini bisa mengubur sifat egois dari diri kita semua. Amiin…

  5. dizaz Avatar

    Rumah pohonnya aja sudah menakjubkan, apalagi dengan suguhan pemandangan hamparan alam hijau, makin betah deh di atas. Bali Timur memang jadi pilihan destinasi wisata yang tak boleh terlewatkan untuk dikunjungi kalau ke Bali. Siap dimasukin list, mba.

  6. Maria G Avatar

    Lucunya Maetami, sekarang udah 2 tahun ya?
    Nampaknya kearifam lokal sangat berhubungan dengan keyakinan mereka
    Yang beruntung para tamu bisa melihat tupai, ikan dll

  7. Dian Avatar

    WAH seneng banget baca blog ini..
    Selalu bahas ttg bali…
    Jadi makin kangen bali

  8. Triani Retno Avatar

    Asik banget tempatnya, Mut. Waktu kecil aku pengen banget punya rumah pohon. Tapi karena nggak dibikin sama ortu jadinya manjat pohon aja, trus duduk diem di dahannya. Pura-puranya lagi di rumah pohon 😀

  9. Dian Restu Agustina Avatar
    Dian Restu Agustina

    Cinta sejati bukan dari nafsu, tapi dari hati..salut dengan Pak Komang. Menjaga etika kesopanan dan kesusilaan sampai ada aturan di tempat wisatanya. Bagus ini. Dan keren karena interaksi dengan sesama makhluk hidup, lingkungan, dan Tuhan yang lebih dikenal dengan konsep Tri Hita Karana diaplikasikan di tempat wisata rumah pohon yang dikelolanya. Kearifan lokal terus dijaga.

  10. Shinta Asrini Avatar
    Shinta Asrini

    Aku belum pernah nih kesini mba, nanti kalo udah bisa jalan-jalan lagi, pengen ah trip kesitu, seru kayanya naik ke rumah pohon dan lihat view dari atas. Murmer pula yaaa, semoga semakin ramai dikunjungi wisatawan ya nantinya mba, jadi bisa dikelola lebih profesional lagi tempat wisatanya.

  11. Utie adnu Avatar

    Next mesti bngt ini travelling ke Sana melihat Rumah pohon terkenal yg, dikhususkn wisatawan yang ingin berlibur bersama dengan mencari tempat-tempat wisata baru di Bali

Leave a Comment