Tiga tahun? Melihat angka ini mungkin banyak yang bilang aku dan mas masih pengantin baru, suami istri kemaren sore. Betul, kami masih perlu banyak belajar dan menjalani pahit manis pernikahan. Betul, kami masih seujung kuku hidup berumah tangga, dibanding pasangan lain yang mungkin sudah menyentuh angka dobel digit, 10, 15, atau bahkan 20 tahun.
Bagiku, ketika dua orang memutuskan menikah, meski baru satu tahun pun, mereka sesungguhnya sudah belajar banyak hal tentang kehidupan pascamenikah.
14 Februari akan selalu menjadi tanggal favoritku. Itu adalah hari yang mengubah hidupku selamanya. Hari di mana aku dan mas membentuk sebuah keluarga. Hari di mana kami saling memilih satu sama lain sebagai pasangan hidup. Menikah dengan mas adalah waktu terindah dalam hidupku, setelah hari saat ibu melahirkanku.
Hal Berharga Tiga Tahun Terakhir
Banyak hal kutemui dan kupelajari dalam tiga tahun terakhir. Good times, bad times, happiness, sadness, seperti roller coaster. Tapi, lebih banyak hepi-nya sih bareng mas. He treats me very well, like a queen, a princess, a friend, or like a child 😀
1. Menjadi Ibu
Hal pertama paling kusyukuri di tahun ketiga ini adalah Allah SWT menjadikanku seorang ibu. Aku dan Mas masih terus belajar menjadi orang tua yang baik untuk Maetami. Putri kecil kami lahir tiga bulan setelah ulang tahun kedua pernikahan.
Saat ini Mae genap delapan bulan dan sedang lucu-lucunya. Mae tak ubahnya seperti ‘kampus baru’ bagiku. Banyak hal yang perlu kupahami dan banyak hal yang perlu kupelajari darinya, sebab menjadi ibu itu tak mudah.
2. Menjadi lebih pemaaf dan penyabar
Hal kedua adalah menjadi sosok pemaaf dan penyabar. Aku dan mas adalah dua orang berbeda, dua karakter berbeda, dua ciptaan Allah yang masing-masingnya punya prinsip dan cara pandang berbeda.
Prinsip laki-laki dan perempuan pada dasarnya sulit disatukan, hanya saja setelah menjadi suami istri, keduanya bisa saling berkompromi. Jika istri atau suami tak berusaha menjadi sosok pemaaf, maka pernikahan akan terus dijalani dengan perselisihan, pertengkaran, saling menyalahkan, dan debat.
3. Komunikasi positif dengan suami
Menghormati suami, berusaha berkomunikasi baik dengannya, bahkan harus lebih sopan ketimbang dengan orang lain. Ini menjadi hal ketiga yang kupelajari.
Secara individu, aku ini orangnya keras, bicara juga blak-blakan, kadang tak mau mengalah. Sifat ini sedikit (harusnya banyak sih) kukurangi saat berkomunikasi dengan mas.
Suami adalah mitra hidup, separuh napas, juga separuh hati istri. Dia harusnya menjadi sosok paling dihormati dan dihargai ketimbang siapapun manusia di dunia ini.
4. Terus mengenal satu sama lain
Hal keempat adalah terus mengenal satu sama lain. Ini bukan kenalan seperti orang pertama kali kenalan. Berkenalan dengan suami itu bisa dibilang PR seumur hidup, tak ada habisnya. Apalagi, aku dan mas sejak awal pacaran selalu berjauhan, satu di Kupang, satu di Jakarta.
Mengenal suami di telepon, di chatting online, di Facebook jelas ada bedanya dengan mengenal di kehidupan nyata, tatap muka, dan komunikasi verbal. Aku berusaha setiap harinya menemukan satu jawaban dari satu pertanyaan tentang mas di dalam hatiku. Ini sesungguhnya pekerjaan menyenangkan.
Adakah yang Berubah?
Adakah yang berubah setelah tiga tahun bersama? Jelas ada. Banyak. Hehehe. Meski demikian, perubahan-perubahan kecil ini sama sekali tak mengurangi cinta kami, justru membuat kami semakin dewasa.
Menikah dengan mas berarti siap untuk belajar, bertualang, dan berkembang bersama. A lifetime of building a life with my very best friend.
1. Jarang bilang I Love You
Romantis di awal pernikahan dulunya terlihat dengan saling mengatakan cinta setiap hari, bahkan mengalahkan dosis minum obat tiga kali sehari. Setiap beberapa jam mungkin salah satu dari kami akan mengirimkan pesan I Love You atau Aku Sayang Kamu.
Setelah tiga tahun? Aktivitas ini berubah menjadi sekali tiga hari, atau mungkin sekali seminggu? Hahaha.
I Love You bagi kami setelah tiga tahun menikah sudah tergantikan dengan panggilan ‘sayang,’ ciuman di pipi setiap mas berangkat kerja, pelukan hangat jika salah satunya merasa lelah karena pekerjaan, menunggu satu sama lain supaya bisa makan malam bersama, atau belaian sayang sambil nonton TV.
Believe it or not, a marriage that starts out with less Hollywood or Bollywood romance usually has more promising future. Yaps, this is us.
2. Sleep is better than having sex
Jadi ketawa sendiri nulis poin nomer dua. Ya, ini hal paling beda kami rasakan setelah Mae lahir. Mas pulang kerja malam, makan, ganti baju, bermain dengan Mae sampai dia tertidur pulas, akhirnya kami berdua langsung menyusul si anak kacang mimpi indah.
Mae juga masih tidur bareng papa ibunnya. Duh, makin susah deh misahinnya. Mau ninggalin Mae di baby box sendiri? Mas gak pernah tega.
Sebagian besar pasangan kian jarang ‘berhubungan’ sesering sebelum mereka punya anak pertama. Jika dulu mungkin sekali tiga hari, sekarang menjadi sekali seminggu. Faktornya banyak, mulai dari kelelahan, kerjaan rumah banyak, bayi yang masih aktif meng-ASI, belum lagi pekerjaan kantor kami masing-masing yang kadang harus dibawa pulang ke rumah.
Mengasuh bayi itu melelahkan sodara-sodara, apalagi untuk ibu baru. Wajar jika perempuan lebih cepat lelah. Bagiku, yang terpenting adalah bagaimana cara mengomunikasikan kondisi ini pada mas, maksimal sampai Mae S3 ASI.
Syukurnya mas itu suami yang super pengertian. Baginya, intimasi bisa dibangun dalam bentuk berbincang sejenak di depan TV sambil mendengarkan ceritanya (terutama terkait pekerjaan), membelai rambut, mengusap punggung, pelukan nyaman, atau sekadar menjadi tempatnya merebahkan tubuh itu sudah lebih dari cukup. Sensuality and sexuality were somehow synonymous 😀
3. Sebagian besar komunikasi melalui ponsel
Dalam satu hari alias 24 jam, Mas setidaknya di kantor 11 jam. Pergi pukul 09.00, pulang pukul 20.00. Tujuh jam dihabiskan untuk istirahat malam. Sisanya enam jam bersama dengan rincian tiga jam pagi sebelum berangkat kerja, dan tiga jam malam sepulang kerja.
Pagi hari adalah jadwal tersibukku, emak rempong yang baru belajar jadi ibu terbaik untuk putri pertama. Waktu buat mas jelas sangat sedikit di pagi hari karena aku harus menyiapkan sarapan mas, sarapan Mae yang sedang MPASI, dan mengirimkan berita pagi maksimal pukul 10.00 ke Newsroom.
Tiga jam di malam hari kami habiskan untuk makan malam bersama, nonton TV, main sama anak, bahkan tak jarang mas kembali membuka laptopnya di rumah.
Meski hanya beberapa jam di malam hari, tapi sungguh berarti. Para suami pulang dan menyempatkan diri makan malam bersama istri dan anak-anaknya, meski masih harus membawa ‘PR’ ke rumah. Jika memang sedang libur, alangkah senangnya jika liburnya tenang tanpa diganggu pekerjaan, sebab yang namanya kerjaan, itu gak bakal ada habisnya. Aku rasa ini curhatan rata-rata istri para engineer. Kekeke.
Semua kondisi di atas membuat sebagian besar komunikasi kami setelah tiga tahun menikah dihabiskan melalui LINE chatting atau telepon. Ya, setidaknya emoticon di LINE cukup menghibur dan mengungkapkan perasaan masing-masing. Hal paling kukagumi dari mas adalah, sesibuk apapun dia bekerja, selera humornya untuk anak istri di rumah gak pernah berkurang.
Mas mungkin sosok yang serius dan total di kantor, tapi dia tetap seorang suami yang hangat. Dia berusaha menyeleraskan kehidupan kerja yang menuntut prioritas dengan kehidupan keluarga.
Liburan sambil kerja? Weekend sambil bawa laptop kemana-mana? Mobil yang tiba-tiba dihentikan di tengah jalan buat angkat telepon dari mitra kerja, bahkan tidur siang di jalan karena nyetir ngantuk akibat semalam begadang kerja? Itu hal biasa bagiku dan Mae kini.
4. Ke salon atau baju baru? Itu nomer sekian
Semua perawatan tubuh kini dilakukan di rumah. Terakhir kali aku ke salon itu saat Mae berumur tiga bulan, perawatan pascapersalinan. Sejak itu, seluruh perawatan tubuh dilakukan di rumah.
Baju baru untukku dan mas? Itu nomer sekian. Baju baru untuk Mae? Itu nomer wahid 😀 Meski masih sering ke mall kalo weekend, tapi buat aku, no time for mall shopping. Nge-mall itu buat kami adalah makan, nonton, atau ke hypermart, carefour sekadar belanja dadakan keperluan Mae.
5. Jarang make-up
Kalo yang ini sih bukan karena akunya yang malas dandan, tapi emang suami tidak suka istrinya bedakan di rumah. Dandan bagiku cuma kalo lagi liputan. Mas berulang kali bilang dia lebih suka wajah alami istrinya. Gak perlu pake apa-apa, asal mandi dan wangi.
Satu jenis kosmetik yang bisa dia tolerir adalah lipstik. Ya, lipstik. Jadi kalo lagi jalan bareng dia, gak perlu pake krim ini itu, alas bedak ini itu, cukup lisptikan, udah cussss. Jadi, berinvestasilah pada lipstik wahai mamah muda.
6. Lupa tanggal penting
Hmmmm, ini mah bukan cuma setelah tiga tahun menikah, tapi emang dari awal pak suami gak pernah ingat tanggal tanggal penting. Untung aja tanggal ulang tahun istrinya gak lupa (kalo lupa, kebangetannn. Hehee).
Yang kadang bikin aku heran, Mas itu inget longlat setiap site Telkomsel yang dia garap. Dia ingat semua koordinat kerjaannya, ingat nomer telepon, alamat, jalan, dan sebagainya, tapi kok gak ingat tanggal penting terkait kami? Lagi-lagi ketawa pas nulis ini. Tapi gak usah dianggap serius deh, disenyumin aja.
Istri biasanya lebih ingat kapan tanggal jadian, tanggal pertunangan, penikahan, kenalan pertama kali di Facebook, nge-date pertama di Jakarta, honeymoon pertama, hari ulang tahun ibu-ayah, mamah-papah mertua, adik, adik ipar, sampai tanggal penting lainnya, seperti tanggal pembaharuan STNK mobil, STNK motor, pembayaran bulanan PDAM, Indihome, sampai voucher listrik.
Mas itu susah banget ingat hal-hal di luar kerjaannya. Bahkan, sampai nomer rekeningnya sendiri masih aja nanya istri. Owemjiiiiii. Jadi ya sodara sodara, wajar aja perempuan lebih cepat tua dari laki-laki. Lah jadi istri kerja otaknya seberat itu? Lap keringat di jidat 😀
7. Tontonan mas adalah prioritas
Tidak ada lagi perang remote TV. Dulu di awal menikah (namanya juga pasangan baru serumah), sering kali aku dan mas rebutan remote TV untuk tontanan masing-masing. Setelah tiga tahun? Tontonan mas adalah prioritas. Selera menonton TV ku nyaris hilang ditelan masa. Channel TV lokal nyaris dicoret dari daftar. Mau update berita? Tinggal buka republika.co.id (jyaaaaaaa)
Jadi, kalo mas udah di rumah, seringnya aku yang nanya, “Mau nonton apa sayang?” Atau lebih seringnya mas minta tolong dipilihin film bagus dari list film yang bisa di-playback di Indihome.
8. Tidak malu menunjukkan kekurangan di depan pasangan
Pasti pada mau bilang so sweet kan? Hahaha. Kentut di depan pasangan? Ngupil dilihatin istri atau suami? Minta tolong ngopekin jerawat atau bersihin komedo? Gosokin punggung kalo lagi mandi? Cabutin uban yang satu dua muncul di kepala? Atau mandi sekali sehari di akhir pekan? Itu semua bagi kami udah biasaaaaa.
Woles menunjukkan kekurangan di depan pasangan, kadang dibumbui dengan canda, justru bisa berubah jadi romantis biar tetap awet muda.
Meminimalisir konflik adalah hal di mana aku dan mas terus berusaha lakukan. Awal menikah dulu, aku dan mas mungkin sering meributkan hal-hal kecil (namanya juga baru nikah). Sekarang? Hal-hal kecil dilupakan, karena kami mencoba menghemat energi untuk hal-hal besar. Eaaa.
Marriage is better when you are selfless. Serius, ketika kita memutuskan melayani suami, memasak makanan untuknya mau enak mau gak enak, mengurus anaknya, merawat pasangan di kala sakit, itu semua harus disadari sebagai bentuk kasih, bukan tugas atau pekerjaan.
Intinya, tanyakan kepada diri sendiri, bukankah kita ingin tetap bahagia dalam pernikahan? Bukankah menikah itu butuh usaha untuk mempertahankannya? Bukankah menikah itu harus saling memberi dan menerima? Bukankah fokus pada kebaikan dan kelebihan pasangan lebih penting dari kekurangannya?
Bukankah pertengkaran hanya mengikis cinta? Pernikahan itu memang menuntut lebih banyak waktu kita, tapi rasa nyaman dalam pernikahan itu bisa didapatkan bahkan hanya dari hal-hal kecil yang dilakukan bersama pasangan.
Suami dan istri itu tak ubahnya seperti termostat, alat pengatur suhu yang bekerja otomatis. Jika salah satunya panas, satu lainnya mendinginkan. Jika salah satunya dingin, satu lainnya menghangatkan.
Hal yang selalu kusyukuri adalah mas, pria yang dalam hitungan bulan baru kukenal langsung memilihku sebagai istrinya. Dia memutuskan melewatkan siang dan malam bersamaku, berusaha membahagiakan istri dan anaknya dengan berbagai cara, rasanya sangat luar biasa. Always remember, your partner is there by choice. Cintai dia, sayangi dia, pertahankan dia.
Selamat ulang tahun pernikahan yang ketiga suamiku sayang. In some ways it seems like time has flown, but at the same time I feel like we have been together forever. I love you, Mas. I am proud of you, and I am yours forever. Cheers to us!
Leave a Comment