Minggu, 13 September 2015 adalah penayangan perdana Maze Runner 2: the Scorch Trials. Just information, film seri the Hunger Games, Maze Runner, dan the Giver tak pernah kutonton sekalipun. Alasannya sederhana, tidak begitu tertarik karena merasa konsep cerita ketiga film ini sama. Hehehe. Apalagi Maze Runner 1 waktu itu rilisnya deket-deketan sama Teenage Mutant Ninja Turtles Agustus tahun lalu.
Karena Pak Bogara bersedia mengulas cerita pertama dan janji bakal download-in Maze Runner 1 untukku, maka ajakan nonton bareng pun diterima. Berhubung film pertamanya baru selesai kutonton pekan lalu, so baru bisa nulis ulasan sekuelnya hari ini. Semoga belum begitu terlambat yaaa, baru sembilan hari sejak filmnya rilis. Selamat membaca, happy people.
The maze was just the beginning…
Para gladers, sekelompok anak muda ‘amnesia’ di Maze Runner 1 kembali memulai petualangan mereka dalam cerita kedua, the Scorch Trials. Setelah berhasil keluar dari labirin difilm pertama, Thomas (Dylan O’Brien) menemukan dirinya dan teman-temannya kembali berada dalam cengkeraman the World In Catastrophe: Killzone Experiment Department (WICKED). Organisasi rahasia ini untuk kedua kalinya menguji kekuatan gladers dari 12 sektor yang tersisa difilm pertama dalam pertempuran pasca-apokaliptik.
Awalnya, Thomas dkk hanya mengetahui bahwa mereka diselamatkan pihak ketiga dipimpin oleh AD Janson (Aidan Gillen). Mereka dibawa ke tempat lebih aman, diberikan makanan, pengobatan, serta fasilitas istirahat yang nyaman. Belakangan, setelah berkenalan dengan Aris (Jacob Lofland) – gladers dari sektor B – Thomas mengetahui bahwa pihak ketiga itu adalah kedok baru dari WICKED, khususnya setelah salah seorang sahabatnya, Teresa ditempatkan di ruangan terpisah.
Dalam sebuah ruang rahasia, Thomas dan Aris mendapati ratusan gladers yang selamat dijadikan obyek percobaan kedua WICKED. Tubuh mereka digantung dalam kondisi setengah hidup dan setengah mati. Mereka seakan dikeringkan, darah dan sari pati tubuhnya diambil untuk dijadikan obyek penelitian.
Saat bersembunyi dalam ruangan itu, Thomas mendengar percakapan tokoh antagonis utama, dr Ava Paige (Patricia Clarkson, konselor WICKED) dengan AD Janson. Selain ditugaskan mencari gladers dengan kekuatan imun terbaik untuk mengobati gigitan cranks (makhluk zombie yang muncul akibat terpapar virus yang mereka sebut flare), Janson juga diminta menemukan dan menghancurkan the Right Arm, kelompok pemberontak yang berambisi mengagalkan seluruh rencana WICKED.
Thomas tak ingin dirinya dan teman-temannya bernasib sama. Setelah menyelamatkan Teresa, dia pun memimpin pelarian dan berhasil keluar dari fasilitas utama WICKED. Ketika berada di luar, ujian untuk mereka tak berhenti sampai di sana. Mereka berhadapan dengan dunia dalam kondisi hancur lebur, penuh gurun pasir, dan reruntuhan kota mati bertabur cranks. Dunia baru itu adalah the Scorch.
Thomas, Newt (Thomas Brodie-Sangster), Minho (Ki Hong Lee), Frypan (Dexter Darden), Winston (Alexander Flores), dan Teresa (Kaya Scodelario) harus menaklukkan the Scorch karena mereka percaya bahwa ada satu tempat di luar sana yang aman dari WICKED. Karena itulah mereka melacak keberadaan the Right Arm, lalu bergabung dengan mereka. Para gladers bahkan harus merelakan Winston yang mati karena terinfeksi cranks. Ketika itu lah gladers menyadari bahwa tidak semua dari mereka kebal terhadap virus tersebut.
Di tengah perjalanan mereka menemukan the Right Arm, Thomas dkk terperangkap sebagai tawanan oleh grup pemberontak dipimpin Jorge (Giancarlo Esposito). Jorge mempunyai seorang putri angkat bernama Brenda (Rosa Salazar). Jorge pada dasarnya suka menangkapi gladers dan menjual mereka kembali pada WICKED. Namun, kali ini Jorge menyadari bahwa dia dan putrinya juga perlu bergabung dengan the Right Arm – seperti halnya Thomas dkk – sebagai tempat perlindungan terakhir.
Sejak film dibuka hingga menit ke-131 berakhir, seluruh tokoh dalam cerita ini diliputi kepanikan dan ketakutan. Aku pribadi merasa ikut terbawa dalam cerita film ini. Rasanya seperti sedang mengikuti sebuah ‘tur wisata’ ala gladers yang menyeramkan. Ini bukan film horor hantu, namun ketakutan yang kurasakan ketika Thomas dkk bertualang dalam koridor-koridor gelap itu sama rasanya seperti aku sedang menonton film hantu.
Gladers seolah tak pernah berhenti berlari, memanjat, melarikan diri, khususnya dari cranks. Labirin versi kedua ini lebih nyata dan lebih menyeramkan dari pertama.
Adegan paling menegangkan menurutku adalah ketika Thomas dan Brenda kejar-kejaran dengan cranks. Mereka harus mendaki bekas reruntuhan gedung pencakar langit untuk menghindar dari gigitan cranks yang bisa mengubah mereka menjadi makhluk buas. Nasib malang menimpa Brenda. Salah satu kakinya tergigit oleh zombie ini.
Untuk beberapa alasan, aku merasa cranks lebih berbahaya dari zombie-zombie yang pernah kutonton diserial Walking Dead. Zombie sejatinya memiliki pergerakan lambat, namun tak demikian dengan cranks yang ternyata adalah zombie pelari.
NEXT, Jorge dan Brenda memandu Thomas dkk untuk menemukan the Right Arm. Pencarian mereka berakhir di sebuah pegunungan. Anggota the Right Arm itu salah satunya ternyata Mary Cooper (Lili Taylor), seorang dokter wanita yang dahulunya bekerja untuk WICKED, juga teman-teman Aris yang juga gladers sektor B.
Disaat yang sama Brenda jatuh pingsan. Seluruh anggota the Right Arm akhirnya menyadari bahwa virus flare menjalar ke tubuh gadis itu. Mereka pun berniat membunuh Brenda, namun dr Mary mengatakan bahwa antivirus itu sudah ditemukan, yaitu ada dalam tubuh Thomas. Thomas adalah gladers pertama yang teridentifikasi imun dari virus flare.
Cerita yang hampir mencapai klimaks harus tertunda dan jawabannya baru akan kita temukan dalam seri ketiganya nanti. Teresa tiba-tiba berkhianat dengan memberitahukan keberadaan para gladers dan the Right Arm kepada WICKED melalui sebuah radio monitor yang didapatkannya di perjalanan. Teresa beralasan bahwa sudah terlalu banyak teman-temannya yang mati dan cuma WICKED satu-satunya harapan untuk menyelamatkan dunia mereka yang sudah hancur.
Peperangan dan baku hantam terjadi antara the Right Arm dan gladers melawan WICKED. Pertempuran berakhir seri, namun ‘ngenes’ banget. Dr Mary harus tewas tertembak. Padahal, dia satu-satunya dokter bekas anggota WICKED yang bisa membantu riset berikutnya untuk melawan Ava Paige.
Banyak gladers tertangkap, salah satunya Minho yang berhasil dievakuasi ke pesawat WICKED. Thomas dan lainnya yang tersisa memutuskan untuk menuntut balas dan menyiapkan misi berikut, yaitu menyelamatkan teman-temannya dan membunuh si ‘penyihir putih’ Ava Paige.
Waktu tayang 2 jam 31 menit rasanya masih kurang cukup untuk pengembangan karakter tokoh-tokoh disekuel kedua Maze Runner ini. Dialognya didominasi oleh Thomas. Padahal, jika kita tonton kembali film pertamanya, karakter Newt dan Minho sangat menarik untuk ditampilkan sama banyaknya dengan Thomas.
Mungkin inilah kelemahannya jika sebuah film diadaptasi dari sebuah novel tebal, namun tetap harus diangkat ke layar lebar. Memasukkan setiap detail buku ke dalam film sangat tak mungkin dilakukan.
Well, penonton harus bersabar menanti cerita Maze Runner 3: the Death Cure 2017 nanti untuk memastikan apakah waralaba yang diadaptasi dari novel karangan James Dashner ini berhasil memberi kesan never last forever di hati penonton setianya. Sebagian penonton mungkin menilai the Scorch Trials tak terlalu ‘wah,’ namun harus diakui bahwa film ini cukup gila untuk menghibur dan menguji nyali dan jantung Anda. Secara keseluruhan, aku memberi nilai 7,5 untuk sekuel ini. The Scorch Trials is a WICKED good game 🙂
Leave a Comment