Film adaptasi video game tampaknya akan menjadi tren Hollywood selanjutnya setelah tokoh-tokoh komik Marvel sukses menyapu industri perfilman dunia beberapa tahun terakhir. Film berdasarkan cerita video game yang menurut penilaianku sukses antara lain Tomb Raider, Resident Evil, juga animasi Wreck It Ralph dan Tekken: Blood Vengeance.
Meski demikian, tak semua film yang disadur dari perangkat game konsol ini sukses memuaskan penonton, seperti Street Fighter, Silent Hill Revelation, Final Fantasy, dan sekarang, Hitman.
Sabtu kemarin mas mengajakku untuk menonton film yang sering dimainkannya di X-box dan sudah ditunggunya sejak beberapa bulan lalu ini. Agen 47 adalah karakter favoritnya. Film dimulai pukul 13.00 WITA di Mall Bali Galeria. Aku dan mas baru sampai di lokasi pukul 12.50 WITA. Tickets already in hand, berkat M-Tix. Kami pun langsung menuju mushola untuk Dzuhur terlebih dahulu.
Sesampainya 13.05 WITA di gedung bioskop, ternyata teater 1 baru saja dibuka. Kami masuk tak lama kemudian, namun kaget sebab ruangan itu nyaris kosong. Mungkin karena hari ini baru penayangan perdana di Bali, atau mungkin hanya para penikmat game yang mau menonton film ini, begitu pikirku awalnya. Hanya ada delapan orang penonton saat film ini dimulai, dan tak lebih dari 15-20 penonton begitu film selesai.
Proyek Agent Program
Plot film garapan sutradara Aleksander Bach ini sangat sederhana. Cerita dibuka dengan proyek Agent Program oleh The International Contract Agency (ICA) di Amerika Serikat. Ini adalah organisasi bentukan konglomerat dunia yang melahirkan pembunuh bayaran melalui rekayasa genetik.
Proyek ini menciptakan manusia super yang mereka sebut agen, yaitu manusia yang tubuhnya sudah dimodifikasi secara genetik. Ini menyebabkan mereka lebih pintar, lebih cepat, lebih mematikan, sehingga nyaris tak terkalahkan. Agen adalah pembunuh berdarah dingin tanpa memiliki perasaan layaknya manusia, tidak ada rasa takut, tidak bisa merasakan kasih sayang, juga cinta. Tugas agen adalah membunuh target yang diperintahkan oleh tuan (handler) mereka.
Agent Program ditangani oleh seorang ilmuwan genetika jenius bernama Dr Litvenko (Ciaran Hinds). Litvenko bersama istri dan putri kecilnya, Katia van Dees (Hannah Ware) menghilang setelah mengetahui hasil penelitiannya akan disalahgunakan oleh Syndicate International yang ingin menciptakan pasukan agen sebagai senjata pembunuh masal. Di tengah pelariannya, istri Litvenko terbunuh. Ilmuwan ini pun terpaksa meninggalkan anaknya begitu saja supaya tidak menjadi buruan seperti dirinya.
Cerita berfokus pada Agen 47 yang diperankan Rupert Friend, salah satu produk Agent Program pada 1960-an. Perawakan Agen 47 ini tinggi, putih, botak, selalu mengenakan kemeja putih dibalut jas dan celana hitam, serta dasi merah. Dia adalah satu-satunya legenda yang masih bertahan hidup sampai sekarang dengan nomor barcode 640509 040147 tertulis di belakang kepalanya.
Mendiang Paul Walker awalnya direncanakan untuk berperan sebagai Agen 47. Apa mau dikata, Walker meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis Desember 2013. Tapi, kurasa Rupert secara perawakan lebih cocok memerankan Agent 47 ini. Aku pun tak bisa membayangkan Walker tampil botak licin. 😀
Kali ini Agen 47 mengemban sebuah misi yang diperintahkan oleh tuannya, Diana Burnwood (Angelababy). Ia ditugaskan untuk membunuh Le Clercq, penjahat utama yang diperankan Thomas Kretschmann. Dia adalah pimpinan Syndicate International yang bekerja sama dengan agen CIA. Agen 47 diperintah menggunakan segala cara untuk mencegah Le Clercq mencuri ide program tersebut, termasuk membunuh Litvenko dan putrinya jika diperlukan.
Di tengah petualangannya bersama Katia, Agen 47 secara tiba-tiba mengubah keputusannya. Dia tak serta merta membunuh Katia. Dia seakan tersadar ketika gadis itu berkata, kehidupan seseorang ditentukan oleh perbuatannya.
Le Clercq yang merupakan mantan pemegang saham dalam proyek Agent Program mencoba melakukan eksperimen yang sama untuk melahirkan produk baru dengan caranya sendiri. Ia mempertaruhkan seluruh kekayaan dan reputasinya hingga berhasil menciptakan agen baru dengan kemampuan fisik super, seperti antipeluru, namun tetap tak bisa mengungguli kapasitas kecerdasan dan keterampilan agen buatan Litvenko.
Nyaris putus asa, Le Clercq menugaskan John Smith (Zachary Quinto) untuk menangkap Katia sebagai kunci menemukan sang doktor. John adalah seorang agen CIA yang tubuhnya sudah dimodifikasi oleh Le Clercq. Kulitnya berlapis titanium sehingga antipeluru. John berambisi membuktikan bahwa dirinya lebih baik dari Agen 47, salah satunya mendapatkan Katia. Satu rahasia yang tidak diketahui Le Clercq, tapi diketahui oleh Agen 47 adalah fakta bahwa Litvenko ternyata telah memodifikasi putrinya itu sebagai agen.
Katia dalam cerita ini tinggal di Berlin, Jerman. Hidupnya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Eropa. Sepanjang usia dia habiskan untuk menemukan keberadaan seorang pria misterius yang menghantui ingatannya. Pria itu belakangan baru diketahui adalah ayahnya, Dr Litvenko.
Hingga 10 menit berjalan, aku masih belum bisa menemukan arah cerita difilm ini, meski cukup terhibur dengan adegan perkelahian yang cukup sadis dan berdarah-darah itu. 😀 😀 😀
Jalan cerita semakin jelas ketika Agen 47 mengatakan bahwa Katia adalah bagian dari Agent Program. Nama asli Katia van Dees sesungguhnya dibaca Quatre Vingt Dix yang berarti Agen 90. Dia adalah super agen dengan kemampuan paling sempurna yang diciptakan oleh ayahnya.
Katia diawal sama sekali tak menyadari keistimewaan dirinya, kecuali kemampuan untuk meramalkan beberapa detik kejadian dimasa depan dan kecerdasan mengidentifikasi keberadaan seseorang, termasuk sang ayah. Setelah mendengar penuturan Agen 47, Katia baru menyadari bahwa ketakutan yang dirasakannya selama ini tak lebih dari strategi bertahan hidup yang secara alami terjadi di dalam gennya. Mereka pun bisa bertemu Litvenko di Singapura setelah melewati aksi kejar-kejaran dengan pasukan Syndicate International.
Satu hal yang membuatku heran, jika memang Katia adalah Agen 90 yang paling sempurna, berarti dia tak butuh perlindungan Agen 47. Dia seharusnya bisa tampil lebih energik, atau setidaknya sama energiknya dengan Agen 47. Sayangnya aku tak melihat penampilan maksimal dari seorang Katia, kecuali kelihaiannya bersembunyi dari sorotan kamera-kamera pengintai di Bandara Changi, Singapura.
Agen 47 sebagai karakter utama tentu saja konsisten dengan tampilannya yang dingin, datar, tanpa emosi, dan membuat film ini penuh energi kekerasan. Kurasa Rupert sangat bosan memainkan perannya seperti ini. Hehehe. Bener-bener tanpa emosi euy. Hanya sekali aku melihatnya tersenyum dalam tontonan berdurasi 96 menit ini, yaitu saat adegan terakhir. Just that! Film ini berakhir dengan kematian Le Clercq dan Litvenko dalam sebuah ledakan helikopter.
Sedikit Mengecewakan
Film ini kurasa sedikit mengecewakan. Mungkin karena film ini miskin dialog. Inti cerita tak lebih dari sekadar anak hilang yang mencari ayahnya, serta aksi spionase basi ala Agen vs Sindikat. Tidak ada bintang Hollywood yang cukup populer bermain di sini, sehingga film ini kurasa tak akan bisa masuk kategori box office. Apakah film ini bisa sukses jika Paul Walker langsung yang memerankannya? Entahlah.
Alasan kedua, film ini ternyata juga bukan sekuel dari Hitman pertama yang dirilis 2007 lalu. Film perdana Hitman itu juga mendapat rating buruk dan gagal memuaskan penonton. Tak heran jika penonton berpikir dua kali untuk menyaksikan versi keduanya. Suamiku juga bilang bahwa film kedua ini murni berdasarkan video game, tak ada benang merah dari cerita sebelumnya.
Kekecewaan lainnya adalah sosok Le Clerq. Dia ditempatkan sebagai tokoh antagonis utama, namun tak lebih dari badut difilm ini. Karakternya bak katak di dalam tempurung. Perannya bahkan jauh lebih keren ketika menjadi pembunuh sniper difilm Wanted bersama Angeline Jolie dan James McAvoy. Le Clercq difilmnya kali ini tak pernah keluar dari ruang dengan level pengamanan tertinggi di markas besarnya di Singapura.
Saat melihat sosok Le Clerq, aku dan suami berharap bisa seantusias menyaksikan aksi Solomon Lane, musuh utama Ethan Hunt di Mission Impossible 5: Rogue Nation. Ternyata eh ternyata, disappointed. Malahan John Smith, anak buah Le Clerq, jauh lebih dominan dan memenuhi syarat untuk karakter villain.
Sangat disayangkan penulis skrip, Michael Finch dan Lewati Woods yang juga menulis naskah Hitman (2007) gagal menggunakan kesempatan keduanya. Video game ini gagal diterjemahkan ke layar lebar secara utuh. Padahal, seluruh bayangan film ini sudah dihadirkan dalam versi video game yang seharusnya bisa diisi dengan dialog keren dan kaya bahasa.
Satu-satunya yang membuat penilaianku bagus untuk film ini adalah penggunaan teknologinya yang super canggih. Misalnya saja markas Le Clercq yang didesain serba putih, dikelilingi layar-layar komputasi yang membuatnya seperti hidup di dalam dunia smartphone. Teknik-teknik spionase yang dipraktikkan Agen 47 juga memukau, seperti caranya menemukan lokasi kediaman Katia.
Banyak adegan sadis dalam film ini. Agen 47 memiliki bakat membunuh luar biasa dan cara eksekusi yang liar, persis seperti emulasi dari game aslinya. Hal itu ditunjukkan ketika dia membiarkan lawannya tersedot ke dalam baling-baling mesin turbin raksasa, sehingga darah muncrat kemana-mana. Ada juga adegan mematahkan leher, menebas kepala, tembakan peluru beruntun, hiiiiiii, semua tampak sangat nyata dan tentu saja ini memberi nyawa difilm ini. Tapi kok kesannya sadis banget ya? Hehehe.
Orang tua sebaiknya jangan mengajak anak-anaknya menonton film ini. Pembunuhan difilm ini tidak biasa. Para agen tidak membunuh dengan sniper, membunuh secara diam-diam, melainkan pembunuhan brutal yang dilakukan di depan publik.
Jadi, berapa nilai yang pantas untuk Hitman: Agent 47? Tanpa mengurangi rasa hormat kepada suami yang sangat suka dengan video gamenya, aku memberikan nilai 7 saja.
Leave a Comment