Review film animasi "Inside Out"
Review film animasi "Inside Out"

Kita bisa mengungkapkan segudang alasan mengapa kebahagiaan merupakan emosi yang sangat penting dalam hidup. Banyak penelitian menunjukkan orang yang bahagia bisa hidup lebih lama. Orang bahagia lebih sehat dan awet muda. Orang bahagia bisa memecahkan permasalahan lebih cepat karena selalu berpikiran positif.

Orang bahagia memiliki lebih banyak keberuntungan sebab mereka selalu optimistis, lebih fokus melihat peluang dan kesempatan ketimbang risiko dan tantangan.

Film animasi terbaru Pixar berjudul Inside Out mengajarkan pada kita bahwa emosi yang dimiliki manusia itu beragam. Setidaknya ada lima emosi paling dominan, yaitu Joy (Bahagia, disuarakan oleh Amy Poehler), Fear (Takut, Bill Hader), Anger (Marah, Lewis Black), Sadness (Sedih, Phyllis Smith), dan Disgust (Jijik, Mindy Kaling). Kelimanya mengendalikan kehidupan kita secara bergantian. 

Narasi film ini keluar dari jiwa seorang anak bernama Riley. Ini adalah cerita tentang karakter dan perasaannya. Kebahagiaan (Joy) memegang kendali utama dalam jiwa Riley. “Apakah Anda pernah melihat seseorang dan bertanya apa yang terjadi di dalam kepala mereka?” Demikian pernyataan Joy begitu film dimulai.

Riley dan Lima Emosinya

Cerita berawal dari kelahiran Riley di Minnesota. Joy secara spontan muncul dengan perawakan mirip Tinkerbell tanpa sayap. Kulitnya bersih dan selalu bersinar. Tak lama kemudian, empat sosok lainnya muncul. Anger, emosi yang selalu berapi-api. Tubuhnya nyaris kotak seperti Spongesbob.

Disgust sangat mudah merasa jijik dan begitu benci dengan brokoli. Fear berpakaian seperti seorang pustakawan dan selalu ketakutan. Sadness selalu tampak bermuram durja dengan kacamata tebal dan kulit biru pucat.

Kelima emosi ini seolah bisa menembus mata Riley dalam layar putih menyerupai awan. Mereka selalu memantau semua yang dilakukan gadis cantik ini dan menentukan respons seperti apa yang diambil dengan cara mengoperasikan sejumlah konsol tuas dan tombol di meja panjang di sebuah tempat yang mereka sebut ‘markas.’

Mereka yang mengatur kapan Riley harus tertawa, menangis, marah, merasa ketakutan, namun semuanya selalu berujung kebahagiaan sebab Joy, seperti layaknya kapten, mengatur dan menenangkan keempat emosi lainnya.

Riley
Riley

Waktu terus berjalan, Riley kecil menjalani kehidupan penuh kebahagiaan hingga ia remaja. Kelima segmen emosi mempengaruhi keputusan hidupnya secara bergantian. Riley berproses dalam hari-hari yang kian rumit dan kompleks. Ia terus belajar menyeimbangkan semua potongan emosi tersebut sebagai bentuk proses pendewasaan.

Hingga berusia 11 tahun, Riley berhasil menciptakan lima Pulau Kepribadian yang membentuk karakter dan psikologisnya, yaitu Pulau Keluarga, Pulau Hoki, Pulau Persahabatan, Pulau Canda, dan Pulau Kejujuran.

Riley merasa hidupnya sangat sempurna dengan kehadiran ibunda penyayang, disuarakan oleh Diane Lane, dan ayah yang sedikit norak namun menyenangkan, disuarakan Kyle MacLachlan. Riley juga memiliki teman khayalan bernama Bing Bong. Sosoknya sangat kompleks, bewarna pink seperti badut sirkus. Tubuhnya seperti separuh gajah dan separuh lumba-lumba. Bing Bong memiliki kereta luncur roket dan selalu berharap bisa menaikinya lagi bersama Riley.

Semua kenangan Riley setiap harinya masuk ke markas dan disimpan dalam bola-bola sesuai dengan warna dominan masing-masing emosi, yaitu merah untuk Anger, kuning emas untuk Joy, hijau untuk Disgust, biru untuk Sadness, dan ungu untuk Fear.

Kenangan yang paling tak terlupakan akan menjadi memori inti dan masuk ke tempat penyimpanan khusus. Semua memori inti Riley bewarna kuning emas, yaitu penuh kebahagiaan layaknya Joy.

Memori inti tersebut misalnya kenangan Riley bermain ice skating bersama kedua orang tuanya, bermain kejar-kejaran bersama sang ayah, serta bermain hoki bersama sahabat-sahabatnya.

Pindah ke San Fransisco

Masalah mulai muncul ketika Riley harus pindah bersama kedua orang tuanya dari Minnesota ke San Fransisco. Riley berharap menemukan kota baru yang menyenangkan, bahkan lebih seru dari sebelumnya.

Sesampainya di sana, semua angan-angan Riley hancur, mulai dari rumah tanpa halaman untuk bermain hoki, kamar yang sempit, ayahnya yang semakin sibuk dengan pekerjaan, hingga teman-teman yang tidak seru di sekolah. Kelima emosi yang ada di dalam jiwa Riley ikut mengalami pergolakan. Riley dan kelima emosinya begitu merindukan Minnesota, terutama saljunya.

Meski Riley tidak nyaman dengan lingkungan barunya, Joy, Sadness, Anger, Fear, dan Disgust berjuang untuk mengoperasikan markas agar Riley tetap bahagia melalui sejumlah perubahan. Tiba-tiba Sadness merasa kelelahan, sehingga apapun yang disentuhnya akan berubah menjadi biru seperti dirinya. Sadness tak sengaja menyentuh sebuah memori inti dari kebahagiaan Riley. Ini seketika berdampak pada emosi Riley yang berubah dari bahagia menjadi sedih.

Sadness gugup, menangis, dan terus menyalahkan diri karena menyebabkan Riley sedih. Joy berusaha menghibur Sadness dan kembali mengendalikan seluruh emosi untuk bekerja sama mengembalikan kebahagiaan Riley. Apa mau dikata, Sadness lagi-lagi mengulangi kesalahannya dengan menyentuh memori inti Riley. Perselisihan kecil terjadi, Joy dan Sadness tiba-tiba terlempar ke luar markas dan menyisakan tiga emosi lainnya di ruang kontrol.

Ketiadaan Joy membuat Anger, Disgust, dan Fear kebingungan mengendalikan markas. Mereka harus mengembalikan kebahagiaan Riley, namun sering terbentur dengan karakter asli mereka. Riley tak bisa tersenyum dengan ikhlas, tak bisa tidur nyenyak, dan sering dongkol pada kedua orang tuanya. Satu per satu Pulau Kepribadian Riley runtuh. Riley hanya menunggu waktu menjadi manusia yang selalu diliputi kesedihan di dalam hidupnya.

Di tempat terpisah, Joy dan Sadness berjuang menemukan jalan pulang. Tanpa sengaja mereka bertemu dengan Bing Bong. Karena satu dan lain hal, Sadness terpisah, menyisakan Joy dan Bing Bong untuk mencari jalan kembali ke markas.

Satu titik dalam perjalanan mereka, Joy menyadari bahwa dia tak pantas untuk mengendalikan kehidupan Riley selalu di jalur penuh kebahagiaan. Dia menyadari bahwa suatu ketika kesedihan itu bisa menjadi teman terbaik. Hal itu dirasakan Joy saat Bing Bong mengorbankan dirinya untuk dihapus dari memori Riley dan mengirimkan Joy pulang dengan kereta luncur roket miliknya sendiri.

Begitu kembali ke markas, Joy dan keempat temannya bekerja sama untuk menghidupkan kembali lima Pulau Kepribadian Riley. Mereka berhasil merangkulnya bersama-sama. Bahkan, memori inti kehidupan Riley kini tak hanya kuning emas saja, melainkan warna-warni, gabungan dari beberapa emosi.

Semakin hari Joy dan teman-teman mulai kebingungan dengan tombol-tombol di markas mereka yang kian banyak, seiring dengan bertumbuhnya Riley, salah satunya adalah tombol pubertas. Dalam salah satu adegan terakhir, Riley bertabrakan dengan seorang laki-laki yang tertarik padanya.

Bing Bong
Bing Bong

Review Film Inside Out

Pete Docter, sang sutradara mengatakan Sadness menjadi bagian integral dari film ini. Kesedihan memiliki seribu wajah dalam kehidupan yang diperlukan seseorang dalam proses pendewasaan. Dengan rasa sedih, seseorang bisa belajar sesuatu. There’s no way to avoid sadness in life.

Mengapa kita perlu berteman dengan kesedihan?

Kesedihan mengajarkan kita untuk menghargai apa yang kita miliki. Kita bisa sedih saat mendengar kabar orang tua sahabat meninggal, sehingga bisa menghargai orang tua kita yang masih hidup. Kita bisa sedih melihat kawan diPHK sehingga bisa menyukuri nikmat pekerjaan di kantor saat ini. Kita sedih karena harus terbaring di rumah sakit, namun bisa membawa diri lebih dekat dengan keluarga yang merawat kita sampai sembuh.

Kesedihan memainkan peran dalam ritme kehidupan. Tak perlu menghindari kesedihan, sebab hanya akan membuat hidup kian kosong. Bertemanlah dengan semua emosi itu. Pesan moral dari film ini adalah semua emosi bisa menjadi positif dan negatif bergantung cara kita mengendalikannya.

Mengapa kita perlu berteman dengan rasa takut?

Rasa takut akan memberi tahu apa yang terpenting dalam hidup kita. Sebagai contoh, takut kehilangan orang tua membuat kita menghargai setiap detik kebersamaan dengan ayah dan ibu di rumah. Takut masuk neraka membuat kita rajin beribadah dan selalu mengingat Allah. Takut tidak lulus kuliah membuat kita rajin belajar dan mengutamakan pendidikan.

Rasa takut adalah strategi untuk bertahan hidup dimana kita akan terpanggil untuk segera bertindak dan menemukan peluang. Sebagai contoh, krisis ekonomi dunia yang dihadapi Indonesia saat ini membuat sebagian kita takut jatuh miskin. Akibatnya, kita mengatur pengeluaran seefisien mungkin, memperbanyak simpanan tabungan, serta membeli sejumlah properti untuk investasi. Ini salah satu contoh strategi bertahan hidup dan kesiapan kita jika kelak negara benar-benar jatuh ke dalam krisis. Hope things like this will not happen.

Jika nenek moyang kita dulu tidak ada rasa takut bertemu hewan buas di hutan, mungkin mereka akan musnah. Dengan demikian, mereka tidak memiliki keturunan dan melahirkan generasi baru, yaitu kita.

Rasa takut membuat kita berani bersensasi. Membayangkan hidup tanpa sensasi itu rasanya hampa juga. Contohnya, kita takut naik roller coaster. Rasa takut itu lama kelamaan memaksa kita untuk berani menaikinya meski hanya sekali seumur hidup. Biarkan rasa takut tetap ada dalam diri kita agar selalu memberikan energi dan motivasi untuk bertahan hidup.

Seperti kata Mark Twain, orang berani bukan berarti orang yang tak punya rasa takut, tapi orang yang bisa menguasai rasa takut. Cus D’Amato juga bilang, pahlawan dan pengecut memiliki ketakutan yang sama. Bedanya, pahlawan menghadapi ketakutan dengan mengubah ketakutan itu menjadi semangat.

Bagaimana dengan rasa jijik? Seberapa penting emosi ini?

Jijik itu termasuk emosi, bukan murni bawaan psikologis dan kognitif seseorang. Ada elemen fisiologis yang menyertai rasa jijik, sebagaimana emosi lainnya. Rasa takut dan marah membuat detak jantung kian cepat, sedangkan jijik membuat detak jantung sedikit melambat.

Rasa jijik membuat seseorang bertindak refleks, seperti menjauh dari apapun yang mereka anggap menjijikkan. Bisa jadi Anda tetap diam di tempat ketika bertemu dengan sesuatu yang menjijikkan, namun Anda akan selalu termotivasi untuk melepaskan diri dari itu.

Rasa jijik menjadi senjata pelindung tubuh. Jijik membantu kita menjauh dari benda-benda atau orang lain yang mungkin bisa membuat kita sakit. Misalnya, rasa jijik membuat kita bereaksi mual atau aneh ketika mencicipi makanan basi. Jika tidak, kita mungkin akan tetap memakannya dan terkena penyakit saluran pencernaan.

Mengapa kita perlu berteman dengan kemarahan?

Kemarahan termasuk emosi yang luar biasa dan paling sulit untuk dikendalikan. Dia bagai dua sisi mata uang, bisa menjadi teman sekaligus musuh.

Kemarahan bisa positif sebab memungkinkan Anda tahu jika orang lain telah melanggar batas. Ini kemudian memberi Anda energi untuk bertindak dan membuat perubahan. Kemarahan bisa negatif jika ditahan dan disimpan dalam waktu lama. Ini bisa berujung depresi, sekaligus meningkatkan masalah kesehatan, seperti penyakit jantung.

Inside Out
Apakah kamu sudah menonton “Inside Out”?

Rasa marah memberi tahu Anda untuk segera melakukan perubahan. Misalnya, Anda marah karena orang lain memanggil Anda gendut, sehingga Anda pun termotivasi mengubah gaya hidup Anda, seperti pola makan sehat dan rajin berolah raga.

Kemarahan juga bisa membuat orang lain lebih serius. Contoh, ibu guru yang marah dan menegur murid yang ribut di kelas. Kemarahan ibu guru bisa membuat anak-anak lebih fokus dan serius belajar.

Film ini sangat sangat sangat direkomendasikan untuk ditonton oleh anak-anak. Aku memberikan nilai 9. WOW!!!

Kuakui akhir-akhir ini film animasi yang ‘katanya’ dirilis untuk anak, nyatanya menampilkan sebagian adegan kurang pantas untuk diteladani. Hal ini tidak berlaku untuk Inside Out. Film ini begitu manis untuk anak-anak sekaligus orang dewasa. Inside Out adalah animasi yang menggabungkan kesederhanaan cerita, keberanian, dan kecanggihan ide di dalamnya.

Menurutku, ini satu-satunya film animasi dimana tidak ada karakter jahat yang ditonjolkan. Riley menjalani kehidupannya dengan lima emosi secara bergantian. It’s true that growing old can be a bumpy road.

Share:

Leave a Comment