EBA Ritel menjadi salah satu solusi potensial untuk mempercepat akses masyarakat terhadap pembiayaan rumah dengan bunga yang lebih rendah. Kebutuhan akan perumahan di Indonesia memang terus meningkat, tapi kenyataannya, tidak semua orang mampu membeli rumah dengan harga pasar.
Salah satu alasan terbesar mengapa banyak masyarakat enggan membeli rumah adalah beban bunga yang tinggi, khususnya jika mengandalkan pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari bank.
Selama ini, proses penyaluran KPR di Indonesia memang lebih banyak mengandalkan dana jangka pendek, seperti deposito dan tabungan, dua instrumen investasi yang paling diminati oleh nasabah bank.
Akibatnya, muncul masalah klasik yang dikenal dengan nama maturity mismatch. Dalam kondisi ini, bank memiliki dana kelolaan jangka pendek yang cukup besar, tetapi kesulitan untuk mencocokkannya dengan kebutuhan pembiayaan jangka panjang, seperti untuk KPR yang bisa berjalan hingga 25-30 tahun.
Bayangkan saja, jika sebuah kredit perumahan dengan jangka waktu 30 tahun harus didanai dengan sumber dana yang hanya berjangka 1-2 tahun, biaya pembiayaan yang dikeluarkan tentu akan sangat mahal.
Solusi terhadap masalah ini pun akhirnya muncul melalui inisiatif pemerintah. Pada 22 Juli 2005, pemerintah mendirikan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, sebuah lembaga BUMN yang bertugas untuk memfasilitasi aliran dana dari pasar modal ke sektor perumahan.
Dengan keberadaan SMF, paradigma rumah terjangkau bergeser menjadi KPR terjangkau, karena SMF berfungsi untuk membantu para investor, termasuk bank, dalam menghimpun dana jangka panjang yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan perumahan.
Namun, meskipun SMF telah memberikan kontribusi signifikan dalam memfasilitasi penyaluran dana jangka panjang, tantangan dalam mengakses pembiayaan perumahan yang terjangkau tetap ada. Oleh karena itu, EBA Ritel hadir sebagai alternatif yang menawarkan solusi bagi masyarakat. D
Konsepnya yang fleksibel menjadikan EBA Ritel dapat mempertemukan para investor dan konsumen dalam ekosistem yang lebih terjangkau, sehingga dapat mengurangi biaya pembiayaan perumahan.
Inovasi seperti EBA Ritel memungkinkan masyarakat di Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh akses ke pembiayaan rumah dengan bunga yang lebih rendah, tanpa terjebak dalam masalah sumber dana jangka pendek.
Ini membuka jalan bagi tercapainya impian memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak keluarga Indonesia.
Bagaimana cara kerja EBA Ritel?
Pertama, SMF membeli piutang-piutang KPR yang cicilannya paling lancar dan belum jatuh tempo, misalnya piutang yang sudah berjalan 5 tahun dari tenor 15 tahun atau piutang yang sudah berjalan 10 tahun dari tenor 30 tahun.
Kedua, SMF kemudian menerbitkan surat berharga, disebut juga sekuritas atau efek berjangka panjang dengan jaminan aset-aset KPR tadi sebagai instrumen investasi pendapatan tetap atau fixed income.
Ketiga, SMF akan menjual sekuritas tersebut di pasar modal dengan tingkat bunga tertentu. Nah, sekuritas berbasis aset piutang ini di pasar modal disebut dengan efek beragun aset (EBA) berbentuk surat partisipasi (SP).
Singkatnya, EBA SP adalah surat berharga yang terdiri dari sejumlah KPR yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi sehingga menjadi instrumen pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder.
Terakhir, SMF akan memberikan dana hasil penjualan EBA SP tadi ke bank sehingga bank bisa menyalurkan KPR baru tanpa harus menunggu KPR lama lunas. Penyaluran KPR menjadi lebih cepat, lebih luas, dengan tingkat bunga lebih efisien.
Instrumen EBA SP pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada 2009. Sebelum 2018, SMF hanya menjual EBA SP kepada investor korporasi. Sejak 2018, SMF membuka kesempatan bagi investor ritel atau perorangan yang lebih dikenal dengan sebutan EBA Ritel.
Selama ini, kita hanya mengenal empat instrumen investasi di pasar modal, yaitu saham, reksa dana, obligasi, dan exchange traded fund (ETF). Kalau kita membeli EBA ritel, itu sama artinya kita membeli tagihan-tagihan KPR dari bank.
Sekilas EBA Ritel mirip dengan Obligasi Negara Ritel atau ORI, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Istilahnya, serupa tapi tak sama, ya kawan-kawan.
EBA Ritel dan ORI memang sama-sama instrumen pendapatan tetap atau fixed income dan sama-sama berisiko rendah. Namun, satu jenis ORI hanya bisa di-hold satu kali, sedangkan EBA Ritel tidak ada minimum hold. EBA Ritel juga bisa dijual kapan saja.
EBA Ritel sangat diminati para milenial karena bunganya sangat kompetitif dibanding instrumen pendapatan tetap lainnya. Inilah kenapa EBA Ritel dianggap sumber passive income masa kini yang #AmanNyamanCuan.
Apa saja kelebihan berinvestasi di EBA Ritel?
Sebagai instrumen investasi yang diperdagangkan di pasar modal, EBA Ritel diganjar peringkat AAA atau Triple A dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Ini adalah lembaga kredibel yang memberikan peringkat atas risiko kredit oleh negara atau perusahaan yang objektif, independen serta dapat dipertanggungjawabkan karena sudah diakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rating adalah penilaian standar terhadap kemampuan suatu negara atau perusahaan dalam membayar utang-utangnya. AAA adalah urutan tertinggi atau investment grade yang menyatakan bahwa SMF sebagai pengelola EBA Ritel dianggap memiliki kemampuan cukup dalam melunasi kewajibannya.
SMF terus mempertahankan rating EBA Ritel di level AAA dari tahun ke tahun, bahkan di masa pandemi. Investor pasti mencari investasi paling aman yang mengantongi rating investment grade. Soalnya, mereka enggak perlu takut sama risiko gagal bayar.
Namanya juga instrumen pendapatan tetap, ya pasti kupon bunganya menarik. Sebagai perbandingan, tingkat bunga ORI berkisar 5-8 persen per tahun, sementara EBA Ritel berkisar 7-9 persen per tahun.
Sejak awal, kita sudah bisa berhitung, berapa keuntungan kita di masa depan? Beda sama saham atau reksa dana saham yang profitnya tidak tetap.
Pelunasan sebagian pokok investasi dalam EBA Ritel akan dibayarkan bersamaan dengan periode pembayaran kupon per tiga bulan. Jadi, investor enggak perlu waswas dananya terkunci sampai tenor berakhir. Fleksibel banget kan?
Sekadar informasi nih, SMF berhasil mencatat total penerbitan hingga Rp 12,78 triliun sejak 2009. Sampai 2018, hanya investor korporasi atau institusi yang bisa membelinya. Jadi, ya perusahaan-perusahaan saja yang untung.
Inilah saatnya kita mengambil ceruk tersebut dengan menjadi salah satu investor EBA Ritel.
Manfaat lainnya adalah kita punya alternatif investasi, selain saham, reksa dana, dan ORI. Risiko gagal bayarnya rendah karena dibagi-bagi ke banyak tagihan KPR. Orang pintar bilang, jangan pernah menaruh seluruh telur dalam satu keranjang. Begitulah kira-kira.
Namanya juga ritel, kita bisa memulai investasi di EBA Ritel dengan modal Rp 100 ribu dan kelipatannya. Kita sama sekali tidak dikenakan biaya transaksi loh.
Kendati syarat minimal pembelian hanya Rp 100 ribu per kupon, ada baiknya kita membeli lebih. Soalnya keuntungan yang kita dapat dari satu kupon saja tentu sangat kecil. Jadi, dari pada kita menyimpan dana di tabungan, lebih baik dialihkan ke EBA Ritel karena uang kita menjadi lebih produktif.
Kita bisa melakukan transaksi investasi EBA Ritel secara online dengan meng-install aplikasi BIONS oleh BNI Sekuritas. Setiap saat, kapan saja, dan di mana saja kita bisa melakukan pemantauan. BIONS juga bisa dikatakan layanan platform multiinvestasi karena ada juga pilihan investasi selain EBA Ritel, seperti saham, reksa dana, dan obligasi dari BNI Sekuritas.
Tingkat likuiditas EBA Ritel tergolong tinggi sehingga bisa diperjualbelikan kapan saja. Kita enggak perlu menunggu tanggal jatuh tempo. Proses pencairannya cepat dan mudah. Cashflow lancar.
Silakan unduh aplikasi BIONS di App Store atau Google Play.
Harga tanah dari tahun ke tahun terus naik. Otomatis harga rumah mengikuti. Kalau tidak ada alternatif pembiayaan perumahan, tidak mungkin kita bisa mewujudkan rumah layak bagi masyarakat kita.
Kalau kita berinvestasi di EBA Ritel, makin banyak masyarakat bisa mengakses KPR dengan tingkat bunga lebih rendah. Ini berarti kita turut andil dalam membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat bersama pemerintah, yaitu SMF selaku perusahaan BUMN di bawah naungan Kementerian Keuangan.
Sebagian dari kita mungkin masih berkerut mencerna informasi baru ini. Itu wajar karena kita memang butuh waktu untuk memahami semua di awal berinvestasi. SMF pun terus mengedukasi dan menarik minat masyarakat lebih tinggi agar mau mendiversifikasi investasi dari sekadar tabungan dan deposito ke produk-produk pasar modal, salah satunya EBA Ritel.
Instrumen investasi EBA Ritel hanya bisa dibeli secara eksklusif di seluruh kantor cabang BNI Sekuritas atau melalui aplikasi BIONS. Berikut cara membeli EBA Ritel di BIONS.
- Install aplikasi BIONS di Apple App Store atau Google Play Store.
- Lakukan registrasi dengan mengisi data diri secara online yang akan diverifikasi melalui email.
- Buka aplikasi BIONS di ponsel, pilih produk fixed income pada home screen.
- Pilih produk EBA Ritel.
- Pilih BUY.
- Isi nominal pembelian EBA Ritel sesuai keinginan. Harga per kupon minimal Rp 100 ribu dan maksimal Rp 50 juta.
- Checklist persetujuan syarat dan ketentuan.
- Pilih lagi BUY.
- Pilih OK untuk konfirmasi pembelian EBA Ritel.
- Jam perdagangan EBA Ritel adalah pukul 09.00-11.30 WIB pada hari kerja.
Banyak investor pemula khawatir dengan risiko gagal bayar mengingat underlying asset EBA Ritel adalah tagihan KPR. Terkait hal ini, kita enggak perlu khawatir karena EBA Ritel dilindungi oleh ratusan lapis mitigasi risiko.
Pertama, pemilihan aset tagihan KPR EBA Ritel dipilih berdasarkan 32 kriteria. SMF selaku penerbit hanya memilih aset KPR yang benar-benar premium dan bagus.
Kedua, SMF telah menghitung sebaik mungkin rasio gagal bayar dari kredit bermasalah yang bisa berefek ke investor, yaitu sekitar 40 persen. Posisi rasio tersebut terhadap EBA Ritel saat ini masih konsisten di bawah lima persen. Artinya, EBA Ritel masuk dalam kategori investasi berisiko rendah atau low risk.
Investasi hari ini tidak hanya milik para sultan atau masyarakat kalangan atas. Investasi hari ini sudah menjadi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Setiap hari, berita-berita ekonomi dan media online tak pernah absen membahas ancaman resesi global 2023. Resesi adalah masa perlambatan ekonomi di mana kita akan sering mendengar kabar orang-orang kehilangan pekerjaan, orang-orang mengurangi gaya hidup yang tak perlu, dan mulai mengencangkan ikat pinggang untuk menahan pengeluaran yang tak perlu.
Sejujurnya, resesi adalah bagian dari kehidupan yang normal. Tak ada untungnya kita takut berlebihan akan ancaman resesi.
Apa yang perlu kita persiapkan untuk menghadapi ancaman resesi global?
Jika resesi global benar-benar berdampak signifikan di Indonesia, hal pertama yang kita lakukan adalah memeriksa kembali rencana finansial dan anggaran pengeluaran yang kita terapkan selama ini. Perubahan anggaran pengeluaran akibat fluktuasi harga pasar sedikit banyak akan membuat kita stres. Namun, ketika kita berada dalam mode krisis, kita harus berpegang teguh pada anggaran yang sudah kita buat.
Tahan keinginan-keinginan yang tidak perlu supaya pengeluaran kita lebih sehat dari sebelumnya. Contoh, gaya hidup ngopi setiap hari diminimalisir menjadi tiga hari sekali atau ngopi dengan harga lebih terjangkau. Kita juga bisa menghentikan layanan-layanan berlangganan yang tidak perlu, seperti aplikasi musik berlangganan, streaming video, dan lainnya. Hitung lagi jumlah pengeluaran setiap bulan yang benar-benar kita butuhkan.
Bersyukurlah orang yang telah mempersiapkan dana darurat jauh hari sebelum krisis terjadi. Dana darurat sangat membantu kita menghadapi kejadian tak terduga di tengah resesi ekonomi, misalnya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Ya, ini bukan berarti kita ketakutan kehilangan pekerjaan, melainkan kita sudah siap dengan skenario terburuk.
Perhitungan dana darurat setiap orang berbeda. Menurut saya, kalau kita masih single, setidaknya kita memiliki dana darurat setara 3-6 kali gaji. Kalau kita sudah berkeluarga, setidaknya kita memiliki dana darurat setara 6-12 kali gaji.
Harga apa pun pasti naik signifikan, mulai dari bahan makanan, bahan bakar, biaya perjalanan, dan sebagainya. Sudah saatnya kita meninggalkan kartu kredit sebagai senjata untuk bertahan hidup.
Kartu kredit memang bisa membantu dalam kondisi darurat, tetapi saldo akhir yang harus kita lunasi pada akhirnya akan membuat finansial kita lebih menderita. Hentikan kebiasaan utang menggunakan kartu kredit. Tindakan ‘mengistirahatkan’ kartu kredit sementara adalah kewajiban finansial yang harus kita lakukan di tengah pengetatan pengeluaran.
Biaya hidup pastinya makin mahal saat krisis ekonomi terjadi. Kita pun harus memikirkan cara terbaik membelanjakan uang dalam jumlah terbatas.
Sekiranya tak ada lagi pos pengeluaran yang bisa ditekan, kenapa kita tidak mengubah mindset dengan menghasilkan uang lebih banyak?
Passive income salah satu senjata terbaik menghadapi krisis. Banyak orang saat ini mencari pekerjaan sampingan untuk menghasilkan uang lebih banyak. Contohnya, banyak karyawan kantoran bekerja sebagai freelancer di luar jam kerja. Mereka menjadi content creator, web designer, desainer grafis, ahli SEO, penulis konten, translator, dan sebagainya.
Pergerakan pasar modal saat krisis bisa saja mengasyikkan, bisa juga meresahkan. Kendati demikian, penting agar kita tetap memikirkan investasi jangka panjang.
Dahulu, saat awal saya belajar investasi, saya terkejut ketika para pakar dan ahli ekonomi justru menyarankan kita untuk berinvestasi saat resesi. Investasi di waktu resesi tidak jauh berbeda dari investasi di waktu normal.
Alih-alih menjual aset, investor disarankan mempertahankan aset mereka dan terus berinvestasi seperti sebelumnya. Dengan demikian, saat pasar bangkit kembali, mereka bisa menuai hasilnya.
Sebagian investor bahkan menggenjot investasi lebih banyak untuk mengambil keuntungan dari penurunan harga pasar. Contohnya, ada banyak saham perusahaan yang didiskon saat resesi. Dana darurat boleh ditambah, tetapi investasikan uang ekstra ke berbagai instrumen investasi yang berkinerja baik dalam masa resesi.
Ada juga investor yang mempertimbangkan mendiversifikasi investasi mereka, misalnya ke instrumen obligasi dan sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan negara atau BUMN. Biasanya performanya lebih unggul dibanding saham meski pun mungkin return-nya tidak setinggi saham.
Krisis ekonomi bukan sekali dua kali terjadi di negara ini. Jika kita menjadikan sejarah sebagai panduan, saham, obligasi, dan produk-produk sekuritas kemungkinan besar akan tetap naik pada akhirnya. Yuk, alokasikan sebagian rencana investasimu dengan mencoba EBA Ritel karena sudah pasti kredibel.

https://bions.id/learning/detail/25
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita_media/baca/4599/Solusi-SMF-Atasi-Jebakan-Maturity-Mismatch.html#:~:text=Salah%20satu%20persoalan% 20klasik%20bagi,tersebut%20sering%20disebut%20maturity%20mismatch.
https://help.bions.id/docs/cara-beli-eba-sp-ritel-di-bions/
https://www.cnbcindonesia.com/market/20220426165452-17-335060/smf-kenalkan-eba-ritel-bagi-para-investor-milenial
https://www.smf-indonesia.co.id/eba-ritel
Leave a Comment