Sejak Juli 2020, saya langsung melakukan diet ketat untuk Abang Rashif. Meski cuma abang yang autisi, saya menerapkan diet serupa pada Rangin karena bagaimana pun keduanya saudara kembar.
Ada sembilan jenis diet untuk anak autisi, dan tujuh di antaranya berupa diet komprehensif. Artinya, diet ini 100 persen harus diterapkan tanpa boleh terjadi kebocoran.
Tiga diet pertama adalah CFGFSF Diet, yaitu diet yang dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahan makanan dan minuman yang mengandung susu, gluten, dan gula, atau casein free, gluten free, dan sugar free.
Empat diet lainnya adalah corn-free, soya-free, low phenol, dan rotation and elimination (RnE) diet.
Sejak 26 Juli 2020 saya langsung stop memberikan si kembar susu formula. Saya sempat menyangsikan perintah dr Rudy tentang susu karena dr Andi, dokter di Surabaya yang pertama kali mendiagnosa Rashif autism spectrum disorder (ASD) masih membolehkan Rashif minum susu asalkan gluten free alias benar-benar susu sapi asli.
Dokter Rudy mengatakan inti dari diet anak autisi adalah casein free. Casein atau kasein itu sendiri adalah protein utama yang terdapat pada susu beserta produk turunannya. Ini artinya selain dilarang mengonsumsi susu formula, Rashif juga dilarang mengonsumsi keju, yogurt, krim, mentega, es krim, kefir, permen, dan produk turunan susu lainnya.
Bagaimana dengan ASI? Dokter Rudy meminta saya meneruskan meng-ASI-hi si kembar, tapi saya diminta membatasi konsumsi makanan-makanan yang dilarang untuk anak autisi.
Low Phenol Diet
Dari sembilan jenis diet untuk anak autis, rata-rata semua sudah paham. Dua diet Rashif yang paling bikin saya pusing adalah RnE diet dan low phenol diet.
Khusus RnE diet insya Allah saya akan menjelaskannya terpisah, sebab pemaparannya cukup panjang. Rashif pun sedang menjalani proses rotasi dan eliminasi makanan sampai saat saya menuliskan ini. Kalo sudah ada hasilnya, nanti saya sharing.
Oke, kalo begitu kita bahas low phenol diet aja ya.
Autisi dilarang mengonsumsi buah, sayur, umbi yang kandungan fenolnya tinggi. Berikut sederet daftarnya.
- Buah/ umbi: (semua) anggur, (semua) apel, apricot, (semua) belimbing, (semua) berries, buah naga merah, (semua) cherries, coklat (bubuk dan olahan), jambu biji merah (guava), (semua) jeruk, kurma, leci, lengkeng, mangga, manggis, melon, nanas, nectarine, peach, pepaya, (semua) pear, (semua) pisang, plum, prune, rambutan, salak, sawo, semangka, singkong, tangerine, zaitun, dll.
- Sayur/ umbi: Bayam, beet, (semua) belimbing, daun pepaya, daun singkong, jagung (karena membentuk peptide morfin), kangkung, kentang, tomat, wortel, brokoli, daun singkong, daun pepaya, ketimun, dll.
- Bumbu: Bawang merah, (semua) cabe, cengkeh, (semua) jahe, ketumbar, kunyit, (semua) lada/merica, (semua) paprika, pala, vanila, daun jeruk, dll.
- Kacang: Adas, kacang tanah, kacang almond, kedelai (karena membentuk peptida morfin), dll.
- Lain-lain: Coklat (bubuk dan olahan), kopi, madu, mint, raisin/kismis, sari kurma, teh, vanila, dll.
- Mungkin daftar di atas akan bertambah dengan dilakukannya penelitian-penelitian lebih lanjut.
Pertama kali mengetahui daftar makanan terlarang ini, saya langsung ambyar seketika. Itu semua adalah sumber makanan sehari-hari yang saya sajikan untuk Rashif. Kalo semuanya dihapus, anak saya mau makan apa?
Saya sempat mikir jelek. Ini diet buat nyehatin anak saya apa buat nyiksa anak saya? Bisa-bisa Rashif kurus kering, kerempeng lantaran gak boleh makan ini itu. Belum lagi susunya di-stop, gak boleh dikasih gula, apapun jenisnya.
Saya mencoba mencari tahu tentang diet komprehensif untuk anak autis ini. Ternyata dalam Smart BIT yang diterapkan dr Rudy di KID ABA, diet komprehensif BUKAN menyangkut porsi atau banyak sedikitnya makanan yang dikonsumsi anak, melainkan BOLEH atau TIDAK-nya bahan makanan tertentu dikonsumsi oleh anak kita.
Contohnya nih, kalo anak kita biasa makan sepiring penuh, ya silakan tetap diberikan sepiring penuh. Namun, kalo kita sudah tahu anak kita dilarang makan sayur kangkung, ya kangkungnya diganti sama buncis, tauge, kacang panjang, atau sayuran lain yang kadar fenolnya rendah.
Dokter Galak
“Dokter Rudy galak ya bun?” tanya suami ketika menghampiri saya di kamar. Waktu itu kami masih karantina mandiri pascapindah dari Surabaya ke Bekasi. Jadwal pertemuan dengan dr Rudy masih dua minggu lagi.
Saya yang memang sebelumnya pernah bertemu dengan dr Rudy tahu betul, dr Rudy memang sangat ketat soal perlakuan terhadap pasiennya. Bagi dr Rudy, autis bukan kondisi yang membuat kita bisa santai mengatasinya.
Kita seperti berkejaran dengan waktu. Semakin muda usia anak autisi, semakin cepat intervensi dini dilakukan, penyembuhannya pun semakin optimal.
Waktu itu dr Rudy via grup whatsapp khusus Biomedical Intervention Therapy (BIT) Rashif meminta kami menjawab beberapa pertanyaan terkait diet abang. Salah satunya mempertanyakan alasan kami masih memakai cairan pembersih lantai untuk ngepel rumah.
Apa kami gak bisa membersihkan lantai rumah tanpa obat pel? Menurut pak dokter, saat anak berjalan di atas ubin, zat-zat kimia yang terkandung dalam cairan pembersih lantai itu bisa terserap kakinya. Uapnya juga bisa terhirup oleh anak.
Diet bahan kimia untuk autisi cukup ketat. Anak autis dilarang makan makanan berpengawet, mengandung perasa, penyedap, pewarna, termasuk makanan dalam kemasan.
Orang tua diminta menghilangkan bahan-bahan kimia dalam rumah. Jenisnya bisa berupa lisol, karbol pewangi, pewangi ruangan atau mobil, kamper, deterjen, pewangi pakaian, pelembut pakaian, cairan setrika, dan sebagainya.
Sekarang semua peralatan makan dan pakaian Rashif dibersihkan dengan sabun colek, bukan deterjen. Penggunaannya pun seminimal mungkin. Dokter Rudy meminta saya menggunakan B29 Colek karena kandungan bahan kimianya lebih sedikit. Ini bukan sponsor loh, tapi katanya memang sudah ada penelitiannya.
Ada lagi nih yang bikin saya melow. Dokter Rudy nanya ke saya, “Bu. Ibu gak bisa ya kalo gak pakai lipstik dan bedak di rumah dan luar rumah?”
Allahu Rabbi. Kalo di rumah mah saya emang gak pernah dandan dok, tapi kalo sesekali ke luar rumah gak pakai make up minimal lipstik dan bedak ya atuh saya rasanya kayak gembel. Apalagi kalo saya jalan sama suami. Ntar dikira suami bawa pembantu lagi.
Intinya saya cuma boleh pakai kosmetik ketika tidak sedang jalan bersama anak-anak. Begitu pulang ke rumah, saya juga harus memastikan mencuci muka sebelum bersentuhan dengan si kecil.
Baiklah dokter. Ada hikmahnya juga pandemi ini, di mana saya harus pakai masker kemana-mana. Jadi gak usah pusing urusan dandan.
Dokter Rudy juga mempertanyakan saya yang masih menyalakan televisi di rumah untuk si kakak. Ini membuat diet elektronik untuk Rashif terganggu.
“Kasihan pada si kakak, tapi tidak kasihan pada adiknya?” Begitulah kira-kira komentar dr Rudy.
Ya saya sebagai ibu gimana ya? Seperti makan buah simalakama. Bagaimana pun Kakak Mae sudah tahu menonton TV, terlebih dia hanya saya bolehkan bermain ponsel Sabtu Minggu. Mau tidak mau di luar akhir pekan si kakak pasti ada menonton TV.
Dokter Rudy tetap tak memberi toleransi. Saat saya bilang saya akan berusaha mengurangi jadwal menonton TV si kakak, atau saat saya bilang saya akan mengajak si kembar beraktivitas lain ketika kakaknya menonton TV, eh pak dokter malah komentar, “Jadi tidak ada rencana untuk hentikan paparan audio dan visual bu?” Duuuh rasanya saya pengen garuk-garuk tanah. Hahaha.
Solusi dari dr Rudy adalah ke depannya si kakak dijatah nonton saat adik-adiknya menjalani terapi di Klinik KID ABA. Dokter bilang, saat si kembar berada di rumah, mohon tidak ada yang menyetel audio visual.
Jika ada yang mau menonton, mohon di kamar dan pakai headset. Alhasil sampai hari ini televisi di rumah mama papa di Bekasi tak pernah lagi menyala. Kami pun berencana memindahkan televisi ke kamar.
Pokoknya sehari konsultasi online dengan dr Rudy benar-benar bikin saya geregetan sendiri.
Pada satu titik saya bersemangat sebab sejak awal saya sudah janji, saya rela melakukan apa saja demi kesembuhan abang. Di sisi lain saya malah jadi nangis bombay begitu diberi tahu segudang aturan khusus yang diberlakukan untuk Rashif.
Saya merasa hidup saya harus di-reset ulang. Mau tidak mau saya harus melakukannya.
Begitulah sekilas cerita cerito saya bersama dr Rudy. Saya yakin akan banyak lagi tantangan ke depan. Namun, hati saya terpantik ketika dr Rudy memberikan saya dan mas nasihat yang berharga sekali. Intinya adalah bersabarlah menjadi orang tua, apalagi orang tua dari anak istimewa seperti Rashif.
Jangan merasa terbebani atau terganggu dengan anak kita. Nikmatilah karena saat-saat itu tidak lama, akan cepat berlalu, kemudian kita akan merasa kehilangan, kangen dengan waktu bersama anak.
Terima kasih dokter. Insya Allah, saya akan istiqamah dan ikhlas menjalankan semuanya.
Leave a Comment